ChatGPT Bisa Poles Kinerja Karyawan
ChatGPT dapat meningkatkan performa kerja. Namun, penggunaannya perlu berhati-hati guna mencegah kesalahan.
ChatGPT dapat meningkatkan kemampuan orang-orang yang berkinerja buruk. Teknologi ini dapat mempersempit kesenjangan antara orang-orang yang berprestasi tinggi dan mereka yang berkinerja rendah.
Penggunaan teknologi kecerdasan buatan secara tepat bisa bermanfaat bagi perusahaan. Pelatihan yang intensif diperlukan untuk mengombinasikan kemampuan teknologi dalam kerja manusia dalam dunia bisnis.
Studi oleh Harvard Business School berjudul ”Navigating the Jagged Technological Frontier: Field Experimental Evidence of the Effects of AI on Knowledge Worker Productivity and Quality” memberi informasi pemanfaatan teknologi tersebut di dalam dunia kerja.
Baca juga : Pinjaman ”Online” Memicu Perangkap Utang
Penelitian menggunakan karyawan firma konsultasi Boston Consulting Group (BCG) sebagai responden tersebut menyebutkan, staf yang menggunakan ChatGPT secara signifikan mengungguli rekan-rekan mereka.
Karyawan BCG di sejumlah negara diminta untuk menyelesaikan sebuah tugas. Sesuai dengan bisnis inti BCG, mereka diminta untuk membuat solusi atas masalah bisnis yang diajukan klien.
Karyawan lantas berhadapan dengan berbagai kasus yang selama ini menjadi pekerjaannya. Mereka melakukan eksperimen dengan dukungan sekelompok peneliti dari Harvard Business School, MIT Sloan School of Management, Wharton School di University of Pennsylvania, dan University of Warwick.
Riset tersebut menemukan, kelompok yang didukung dengan teknologi kecerdasan buatan rata-rata menyelesaikan tugas 12,2 persen lebih banyak dibandingkan kelompok lain. Mereka juga menyelesaikan tugas 25,1 persen lebih cepat dengan kualitas hasil 40 persen lebih tinggi dibandingkan kelompok yang tidak menggunakan kecerdasan buatan.
Kelompok yang didukung dengan teknologi kecerdasan buatan rata-rata menyelesaikan tugas 12,2 persen lebih banyak dibandingkan kelompok lain.
Penggunaan large language model (LLM) atau model bahasa besar yang digunakan untuk memahami bahasa manusia seperti ChatGPT tampaknya berkinerja lebih baik pada tugas-tugas yang membutuhkan kreativitas atau inovasi, meski terkadang mengorbankan akurasi.
Meski demikian, studi ini menemukan bahwa kemampuan LLM untuk menyelesaikan tugas sesuai standar manusia atau lebih baik sangat bervariasi. Hasilnya belum tentu sesuai dengan yang diharapkan berdasarkan persepsi manusia terhadap kesulitan tugas.
Konsultan analisis data dan Direktur Polynomial Solutions Anna Russell menyatakan, masyarakat harus sangat berhati-hati ketika memanfaatkan LLM untuk suatu tugas. Publik perlu memahami apakah tugas tersebut termasuk berada di dalam batas kemampuan fasilitas itu atau tidak.
Anna mengatakan bahwa untuk tugas-tugas yang berada dalam batasan seperti ide produk kreatif, LLM sangat bermanfaat. Ini mencakup mulai dari menyelesaikan tugas hingga meningkatkan kualitas hasil dan produktivitas karyawan.
Baca juga : Ekosistem ”Start up” di Indonesia Mulai Berantakan
Selain itu, peningkatan kinerja akan lebih baik ketika peserta dilatih tentang cara menggunakan LLM secara efektif dibandingkan ketika mereka dibiarkan sendiri. Dalam konteks ini, pelatihan bisa menyoroti pentingnya memberikan instruksi berkualitas saat menggunakan alat kecerdasan buatan.
Peneliti yang terlibat dalam riset tersebut, yaitu Saren Rajendran, kepada Business Insider juga telah mengingatkan agar pengguna teknologi kecerdasan generatif tetap berhati-hati. Meskipun temuan penelitian menunjukkan bahwa kecerdasan buatan ”sangat baik” dalam membantu manusia melakukan beberapa tugas, pengguna harus berhati-hati saat menggunakan teknologi tersebut untuk menghindari kesalahan.
Temuan BCG itu sekaligus memberikan peringatan bagi para pekerja yang berpikir menggunakan ChatGPT untuk membantu melakukan pekerjaan mereka. Sejak ChatGPT diluncurkan pada November lalu, para pekerja di berbagai industri telah menggunakan teknologi kecerdasan generatif.
Hal ini, misalnya, dilakukan untuk mengembangkan coding, membuat materi pemasaran, dan membuat rencana pembelajaran. Namun, langkah ini terkadang ditempuh tanpa memberi tahu atasan mereka. Kenyataannya, hasil dari ChatGPT tidak sempurna dan mungkin mengandung ”halusinasi”.
Publikasi teknologi CNET menjadi heboh awal tahun ini setelah pembaca menyadari bahwa sejumlah artikel yang dibuat oleh kecerdasan buatan mengandung kesalahan faktual. Pada 28 September, pengawas media NewsGuard telah mengidentifikasi 487 situs berita buatan kecerdasan artifisial yang tidak dapat diandalkan dengan sedikit atau tanpa pengawasan manusia. Artinya, tulisan itu lolos dan tidak ada sedikit pun kecurigaan terhadap naskah awal artikel tersebut.
Masyarakat tampaknya tidak memercayai teknologi di bidang-bidang di mana teknologi dapat memberikan kontribusi yang sangat besar. Pada saat yang sama, masyarakat terlalu memercayai teknologi di bidang-bidang di mana teknologi tersebut tidak kompeten.
BCG dalam salah satu tulisan di blognya menyebutkan sisi lain dari penggunaan teknologi kecerdasan buatan selama ini. Temuan mereka menggambarkan sebuah paradoks, yaitu masyarakat tampaknya tidak memercayai teknologi di bidang-bidang di mana teknologi dapat memberikan kontribusi yang sangat besar. Pada saat yang sama, masyarakat terlalu memercayai teknologi di bidang-bidang di mana teknologi tersebut tidak kompeten.
Oleh karena itu, para pengambil keputusan perlu berpikir kritis tentang pekerjaan yang dilakukan organisasi mereka dan tugas mana yang dapat memperoleh manfaat dari kecerdasan generatif. Mereka perlu melakukan pendekatan terhadap penerapannya dengan memastikan infrastruktur data, eksperimen yang ketat, dan perombakan strategi talenta yang ada. Para pemimpin perlu terus meninjau kembali keputusan mereka seiring dengan kemajuan kemampuan kecerdasan buatan.