Pencemaran logam berat di perairan Halmahera harus segera diatasi karena bisa menjadi sumber petaka bagi masyarakat.
Oleh
ARIFIN SYAH, SUHARNO
·2 menit baca
Pencemaran Logam Berat (1)
Sangat prihatin membaca berita harian Kompas edisi Selasa (7/11/2023) tentang perairan Halmahera yang tercemar logam berat. Kita paham bahwa pencemaran ini akan berdampak serius terhadap kehidupan manusia kalau tidak segera diatasi.
Saya bukan ahli lingkungan, tetapi saya paham bahwa lingkungan yang tidak ramah akan mengancam kehidupan manusia. Agar pencemaran di perairan Halmahera segera diatasi, sebaiknya pemerintah daerah dan pemerintah pusat segera melaksanakan audit lingkungan terhadap perusahaan yang terduga menjadi sumber pencemaran. Kalau terbukti ada perusahaan yang menyebabkan terjadinya pencemaran, sebaiknya perusahaan tersebut segera melakukan perbaikan dalam proses penanganan limbah yang menjadi sumber pencemaran.
Banyak ahli lingkungan dan teknologi di Indonesia untuk mengatasi pencemaran lingkungan. Saya juga menyarankan agar pemerintah daerah dan pemerintah pusat untuk menata ulang proses pembuatan izin industri di daerah yang sudah ada dan memperketat izin industri melalui kajian studi kelayakan dan risiko lingkungan.
Indonesia adalah salah satu negara yang mendukung terciptanya lingkungan yang bersih dan aman bagi makhluk hidup. Jangan sampai pencemaran di perairan Halmahera membuat negara lain berkata Indonesia ”cuma ngomong doang” tentang lingkungan yang bersih dan aman bagi makhluk hidup.
Arifin Syah, Jalan Alam Pesanggrahan, Bukit Cinere Indah, Depok
***
Pencemaran Logam Berat (2)
Tertarik judul berita harian Kompas edisi Selasa (7/11/2023), ”Perairan Halmahera Tercemar Logam Berat”, saya mencoba menelusuri kejadian serupa di daerah lain, terutama di Sulawesi Tengah, Selatan, dan Tenggara. Semua daerah ini sumber nikel yang menjadikan Indonesia sumber nikel terbesar dunia.
Namun, kondisi tersebut justru juga menjadi sumber petaka bagi warga di sekelilingnya akibat pencemaran wilayah sekitar: sungai, pesisir, laut, dan sekitarnya yang mengganggu hidup mereka. Petaka itu baik terkait kenyamanan, kesehatan, hingga mata pencarian saat ini hingga kemungkinan di masa datang, misalnya terkait penangkapan ikan yang semakin sulit.
Berita di Kompas tersebut cukup jelas. Termasuk berimbang dengan dimuatnya bantahan dari pihak perusahaan, baik BUMN maupun swasta. Demikian pula ada keterangan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Apa yang paling diperlukan rakyat bukan yang sudah dilakukan, melainkan hasilnya. Dengan kata lain, yang pernah terjadi tak muncul lagi, paling tidak jauh menurun.
Petaka itu baik terkait kenyamanan, kesehatan, hingga mata pencarian saat ini hingga kemungkinan di masa datang, misalnya terkait penangkapan ikan yang semakin sulit.
Instansi yang paling berwenang mengatur penerbitan izin usaha pertambangan (IUP) tentu Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Namun, gubernur dan bupati juga menerbitkan IUP. Mereka perlu terus mengkaji agar semua ketentuan yang paling penting tidak ada yang terlewat. Juga perlu evaluasi dan pemantauan periodik agar tugas pemerintah semua terlaksana dengan baik. Juga perusahaan tambang benar-benar melaksanakan kerjanya sesuai ketentuan.
Kasus tambang emas di Banyumas, Juli 2023, menunjukkan pemerintah kurang memerhatikan dan bertindak lambat. Tambang rakyat itu menurut kepala dusun setempat sudah sejak 2014, ada 35 lapak, sudah membentuk Koperasi Sela Kencana. Sudah pula mengajukan izin kepada Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, tetapi hingga kejadian delapan petambang terkubur di tambang itu, Dinas ESDM Jateng belum mengeluarkan izin. Kepala desa setempat menyatakan tidak berani ”masuk” karena sudah menjadi bagian dari ekonomi rakyat.
Pemerintah sangat diharapkan peduli dan cepat memperhatikan kepentingan rakyat. Jangan menunggu ada korban.