Perkembangan teknologi mengubah tatanan sosial dan nilai-nilai kemanusiaan, menyulitkan ilmuwan sosial meramalkan masa depan. Penting untuk mempersiapkan diri menghadapi perubahan dahsyat itu, seperti kemungkinan manusia mesin, pola hubungan yang berubah,
Oleh
AHMAD NAJIB BURHANI
·4 menit baca
Beragam persoalan kemanusiaan terus bermunculan belakangan ini. Belum juga perang antara Ukraina dan Rusia berakhir, sekarang kita dihadapkan pada horor kemanusiaan di Palestina. Peperangan lain yang terjadi di Yaman dan Sudan pun sudah lama terlupakan. Ini belum termasuk kondisi kelompok refugees yang terlunta-lunta di laut dan tak memiliki perlindungan hukum dalam kehidupannya, dan ketimpangan ekonomi yang tampak pada berbagai belahan dunia.
Pertemuan Dewan Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa (ECOSOC) tentang SDGs dan Sidang Majelis Umum PBB di New York, Amerika Serikat, Juli dan September 2023, secara jelas mengafirmasi berita sedih kemanusiaan. Target SDGs yang dicanangkan 2015 telah meleset dan diperlukan waktu 42 tahun lagi untuk mencapainya.
Cita-cita mewujudkan dunia tanpa kemiskinan, tanpa kelaparan, kehidupan sehat dan sejahtera, pendidikan berkualitas, kesetaraan jender, dan 12 tujuan SDGs lain yang hendak dicapai tahun 2030 ternyata 90 persen tak sesuai rencana. Faktor utama penyebab kegagalan tentu saja adalah Covid-19 dan perang. Namun, ada sebab lain, seperti negara yang hanya beretorika dan tak berpihak pada keadilan.
Sementara kita belum menyelesaikan persoalan kemanusiaan yang terjadi saat ini, di depan sudah terpampang berbagai persoalan baru berkaitan dengan manusia dan kemanusiaan. Salah satu perubahan yang sangat penting pada masa yang akan datang adalah proses biologis pada makhluk hidup dan perkembangbiakannya sebagai hasil penerapan sains dan teknologi. Teknologi menjadikan hal yang sebelumnya tak mungkin terjadi menjadi sesuatu yang sangat mungkin terjadi.
Dengan bantuan teknologi bayi tabung (in vitro fertilization) dan kloning, misalnya, masa depan dari keberlangsungan manusia bisa tetap dipertahankan meski tidak lagi melalui proses mengandung dan melahirkan. Keinginan manusia untuk berumur panjang dan sehat juga bisa dimungkinkan berkat teknologi.
Dengan mengendalikan proses biokimia (biochemical) dari penuaan (senescence) manusia, misalnya, secara teoretis umur manusia bisa diperpanjang hingga 1.000 tahun.
Dengan mengendalikan proses biokimia (biochemical) dari penuaan (senescence) manusia, misalnya, secara teoretis umur manusia bisa diperpanjang hingga 1.000 tahun. Demikian pula halnya dengan emosi dan kepribadian. Perkembangan sains neurologi mengarah pada kemampuan manusia mengendalikan sirkuit otak (brain circuitry) sehingga tingkat kebahagiaan manusia dapat diatur dan disesuaikan.
Teknologi makhluk berbasis mesin dan komputer atau cyborg (cybernetic organism), dengan menggabungkan unsur manusia dan mesin, yang secara imaginatif sering muncul di film-film Hollywood, pada masa depan dapat menjadi kenyataan. Bahkan sebagian meyakini bahwa manusia mesin atau cyborg adalah masa depan dari evolusi kemanusiaan itu sendiri.
Dunia cyborg itu semakin tampak nyata bila mengingat tentang adanya mesin yang super-intelligent, sebuah mesin yang diciptakan oleh manusia, tetapi memiliki kemampuan untuk mengalahkan kepintaran dari otak manusia. Jika manusia dapat menciptakan mesin yang lebih cerdas dari kecerdasan manusia, apakah manusia mesin yang cerdas dapat menciptakan manusia-manusia mesin yang lain tanpa ada kendali manusia biasa sehingga terwujud kesukuan baru dari jenis manusia mesin?
Selain perkembangan sains dan teknologi, faktor lain juga akan memengaruhi eksistensi manusia di dunia ini. Misalnya terkait dengan ledakan penduduk, keterbatasan sumber daya alam, serta ancaman penggunaan senjata nuklir, limbah nuklir, ataupun perubahan iklim yang ekstrem. Mengingat kembali pada kasus Perang Dunia II, kadang tidak ada paralelisme antara modernitas dan kemanusiaan, antara kemajuan teknologi dan sifat humane.
Holokaus, misalnya, sebagai peristiwa yang sangat mengerikan pada abad ke-20, justru terjadi pada negara yang saat itu menjadi salah satu pusat dari perkembangan teknologi, yaitu Jerman. Jerman sebagai salah satu negara paling maju di dunia ketika itu terbawa dalam rasisme dan melakukan pembunuhan massal. Inilah yang membuat sebagian orang khawatir bahwa kemajuan teknologi, seperti robotik ataupun persenjataan nuklir, bisa jadi akan menjadi penyebab kahancuran manusia itu sendiri.
Karena itu, di tengah perkembangan teknologi, perubahan alam, dan berbagai ancaman seperti di atas, kira-kira seperti apa masa depan kemanusiaan dan apa tantangan besar kemanusiaan di masa depan? Perubahan dahsyat dalam bidang teknologi yang bisa mengubah manusia dan kemanusiaan itu hanyalah tinggal waktu, bukan lagi persoalan tentang apakah teknologi mampu melakukannya atau tidak.
Kecepatan perubahan tatanan sosial dan nilai-nilai kemanusiaan sebagai akibat dari perkembangan pesat sains dan teknologi sejak akhir abad ke-20 hingga masa kini dapat menjadi refleksi bagaimana kecepatan perubahan tatanan sosial dan nilai-nilai kemanusiaan pada dekade-dekade yang akan datang. Inilah di antaranya yang membuat ilmuwan sosial sulit membayangkan tentang apa yang terjadi pada dekade-dekade yang akan datang.
Selama ini pembahasan tentang masa depan manusia hampir selalu menjadi wilayah dari kajian teologi. Jawaban tentang persoalan masa depan manusia yang ditawarkan oleh hampir semua agama adalah bahwa dunia ini pada suatu saat akan mengalami kehancuran atau kiamat dan manusia akan hidup lagi di akhirat setelah kematiannya. Tapi, kini, dengan kemajuan teknologi, masa depan manusia bukan lagi menjadi wilayah eksklusif dari teologi.
Bayangan tentang kiamat pun sudah berbeda, bukan lagi sebagai suatu proses yang tak bisa dihindari atau dilawan, tapi sebagai proses yang bisa diantisipasi dan dikendalikan.
Bayangan tentang kiamat pun sudah berbeda, bukan lagi sebagai suatu proses yang tak bisa dihindari atau dilawan, tapi sebagai proses yang bisa diantisipasi dan dikendalikan. Bayangan tentang masa depan pun bukan lagi tentang kehidupan setelah kematian, tapi kontrol terhadap umur manusia, memperpanjang usia hidup, mempertahankan spesies manusia melalui proses teknologi, transformasi genetika, penggabungan antara manusia dan mesin, dan migrasi ke planet lain.
Tentu, berbagai pola hubungan tradisional yang selama ini berjalan akan mengalami banyak perubahan pada masa-masa yang akan datang. Ketika kloning dan bayi tabung dilakukan, hubungan kekeluargaan tidak akan sepenuhnya sama dengan ketika anak dilahirkan langsung oleh ibunya.
Ketika sebagian dari tubuh manusia adalah mesin, tentu ada perubahan dalam pola kepercayaan dan keyakinan spiritual (keagamaan) dari yang selama ini dipegangi oleh sebagian manusia. Sistem budaya dan tradisi seperti apa yang kira-kira akan tercipta pada zaman kemajuan super-teknologi pada tahun 2045 nanti? Seperti apa hubungan yang terjadi antara manusia dan dunia supranatural pada masa itu?
Membuat asumsi dan bayangan tentang masa depan lebih eksplisit akan membantu manusia memberikan analisis yang kritis dan mempersiapkan diri dalam menghadapi tantangan itu. Meski demikian, mencoba berpikir tentang masa depan tidaklah berarti lantas apa yang akan terjadi di masa depan itu pasti dalam kontrol manusia.
Sebab, persoalan sosial dan kemanusiaan sosial itu selalu berubah dan kadang susah diprediksi. Namun, paling tidak dengan membuat bayangan yang lebih konkret tentang manusia dan kemanusiaan pada masa yang akan datang akan membantu kita dalam mempersiapkan diri menghadapi perubahan dahsyat itu.