Kita membutuhkan peta jalan untuk mengenyahkan polusi udara. Kita butuh insentif-disinsentif untuk mencapai tujuan itu.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Kepolisian Daerah Metro Jaya dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kini kembali berinisiatif untuk menyosialisasikan pentingnya uji emisi kendaraan bermotor.
Inisiatif itu perlu diapresiasi karena punya target untuk mengatasi polusi udara di Jakarta dan sekitarnya. Terlebih lagi, bila di masa depan, masyarakat akhirnya secara sadar dengan berkala menguji sendiri emisi kendaraannya dengan perbaikan-perbaikan yang memadai ketika emisi kendaraan yang dikeluarkan melebihi ambang batas.
Namun, harus dipahami, uji emisi atau bahkan razia emisi bukanlah yang pertama kali digelar di ibu kota negara ini. Harian Kompas edisi Kamis (20/9/1990) di halaman 1 telah menurunkan artikel berjudul ”Kendaraan Tak Laik Emisi Dilarang Beroperasi”. Artikel itu mengungkapkan rencana untuk melarang kendaraan beroperasi di jalanan Jakarta jika tak memenuhi baku mutu emisi.
Ketentuan itu dituangkan dalam Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1222 Tahun 1990 tentang Baku Mutu Udara Emisi Kendaraan Bermotor di Wilayah DKI Jakarta. Artinya, sejak lebih dari tiga dekade lalu, warga Jakarta dan sekitarnya telah menjalani razia emisi kendaraan bermotor, tetapi hari ini tingkat polusi udara di kota ini tak lebih baik.
Dengan dasar itu, kita sebaiknya menyadari, warga tak boleh sekadar menjalani uji emisi, tetapi juga menjalani langkah inovatif lain agar kota ini lebih nyaman dihuni. Supaya warga Jakarta dan sekitarnya juga dapat menghirup udara yang lebih segar, perlu didorong penggunaan angkutan umum secara masif. Sementara itu, kendaraan berbahan bakar fosil sebaiknya diganti dengan kendaraan berbahan bakar listrik.
Keberpihakan pemerintah harus lebih tinggi lagi. Insentif bagi masyarakat pengguna angkutan umum atau mereka yang mau beralih ke kendaraan listrik harus lebih besar. Logikanya, tak ada warga yang mau naik kendaraan tua. Mereka tak naik kendaraan pribadi yang lebih baru karena keterbatasan dana. Mereka bisa jadi tak naik angkutan umum karena keterbatasan jaringan angkutan umum.
Subsidi terhadap pengguna angkutan umum harus diberikan sedemikian rupa sehingga mengimbangi pengeluaran untuk membeli bahan bakar kendaraan pribadi. Subsidi bagi pembeli kendaraan listrik harus diberikan lebih masif agar warga mau dan mampu membeli kendaraan listrik, yang harga jualnya berlipat ganda dari kendaraan berbahan bakar fosil.
Evaluasi terhadap layanan angkutan umum yang terbangun juga perlu melibatkan akademisi dan konsultan profesional. Hasil evaluasi sebaiknya menjawab keengganan warga untuk menggunakan angkutan umum. Walaupun di sisi lain, juga harus menghadirkan solusi atas kepadatan yang terlalu tinggi pada suatu angkutan umum di rute dan jam tertentu.
Sekali lagi, kita apresiasi sosialisasi terhadap uji emisi kendaraan bermotor. Namun, jangan sampai uji emisi justru malah memperberat beban masyarakat yang kini sudah berat. Kita juga membutuhkan peta jalan yang lebih jelas untuk mengenyahkan polusi udara dari kota ini. Kita butuh insentif atau disinsentif yang dihitung dengan saksama untuk mencapai tujuan dari peta jalan bersama itu.