Emisi harus dikurangi hampir separuh pada 2030 apabila ingin kenaikan suhu bumi tetap di bawah 1,5 derajat celsius.
Oleh
NIRWONO JOGA
·3 menit baca
Infrastruktur cerdas iklim dapat dipahami sebagai infrastruktur yang lebih tahan terhadap kerusakan akibat perubahan iklim. Infrastruktur ini dibangun dengan cara cerdas dalam upaya antisipasi, adaptasi, dan mitigasi terhadap perubahan iklim.
Penerapan infrastruktur cerdas iklim dirasakan perlu mengingat laporan Panel Lintas Pemerintah untuk Perubahan Iklim (IPCC), Maret 2023, menyatakan, dampak perubahan iklim kian nyata dalam kehidupan sehari-hari. Laporan IPCC itu memperingatkan, upaya yang dilakukan selama ini belum cukup untuk mengatasi perubahan iklim.
Kita perlu tindakan lebih ambisius. Emisi harus dikurangi hampir separuh pada 2030 apabila semua pihak ingin kenaikan suhu bumi tetap di bawah 1,5 derajat celsius. Lalu, apa yang harus dilakukan?
Pertama, pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dapat membangun infrastruktur berkelanjutan sebagai upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Memadukan pertimbangan adaptasi dan mitigasi iklim secara cerdas dalam pembangunan infrastruktur akan mewujudkan dekarbonisasi dalam jangka panjang (energi rendah/bebas emisi karbon) serta meningkatkan ketahanan atas dampak perubahan iklim.
Infrastruktur cerdas iklim menargetkan investasi pada bangunan hemat energi dan ramah lingkungan, infrastruktur hijau, pertanian vertikal, serta perencanaan kota yang tahan iklim. Inisiatif bangunan hijau ini melibatkan desain hemat energi, integrasi energi terbarukan, dan material berkelanjutan untuk meminimalkan jejak karbon. Hal itu juga meningkatkan ketahanan terhadap dampak terkait iklim.
Emisi harus dikurangi hampir separuh pada 2030 apabila semua pihak ingin kenaikan suhu bumi tetap di bawah 1,5 derajat celsius. Lalu, apa yang harus dilakukan?
Kedua, penerapan infrastruktur cerdas iklim bertujuan mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Dalam The Sustainable Development Goals Report 2023 (United Nations, 2023), Perserikatan Bangsa- Bangsa merekomendasikan enam aksi iklim untuk mempercepat pencapaian target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) pada 2030.
Berdasarkan rekomendasi tersebut, kepala negara/pemerintah perlu mengambil langkah percepatan, berkelanjutan, dan transformatif. Langkah nyata serta kebijakan dan aksi terukur dan terpadu itu dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan, mengurangi ketidaksetaraan, dan mengakhiri kerusakan alam.
Selain itu, perlu diperkuat kapasitas sumber daya manusia/pemerintah daerah serta akuntabilitas lembaga masyarakat. Sumber daya dan kebutuhan investasi dimobilisasi, sedangkan penguatan sistem pembangunan difasilitasi. Kapasitas sumber daya untuk mengatasi tantangan dan memperkecil kesenjangan masyarakat juga harus ditingkatkan.
Memegang prinsip
Pengembangan infrastruktur cerdas iklim perlu berpegang pada sejumlah prinsip. Union of Concerned Scientists mengidentifikasi prinsip itu. Pertama, menerapkan ilmu pengetahuan iklim yang ketat. Rencana dan keputusan dalam pembangunan infrastruktur harus konsisten dengan ilmu pengetahuan terbaik yang tersedia tentang perubahan iklim dan bagaimana hal itu akan berdampak pada manusia, bangunan, dan alam.
Kedua, mengutamakan hasil yang berkeadilan, memberikan fokus khusus pada keputusan infrastruktur yang meningkatkan ketahanan iklim bagi masyarakat yang kurang terlayani, masyarakat berpenghasilan rendah, masyarakat adat, masyarakat marjinal atau rentan (kelompok disabilitas, lanjut usia, anak-anak).
Ilustrasi
Ketiga, belanja infrastruktur yang bijaksana dan memperkuat pengelolaan keuangan. Rencana dan keputusan yang dibuat harus mengevaluasi dan memasukkan biaya dan risiko perubahan iklim. Keempat, merencanakan secara proaktif, menyeluruh, dan transparan.
Menurut Jaime Ramo (www.tomorrow.city; 2021), prinsip infrastruktur cerdas iklim meliputi solusi yang terbukti secara ilmiah, dengan penelitian menjadi dasar potensi.
Solusi cerdas ini tidak langsung membuahkan hasil. Bumi tempatnya bertumbuh harus dipupuk dan dipelihara dengan pembiayaan dan dukungan kelembagaan. Buktinya, dibutuhkan setidaknya sepuluh tahun untuk mengurangi 25 persen emisi karbon di perkotaan.
Harus ada keseimbangan yang adil dan kehati-hatian untuk memastikan teknologi bermanfaat bagi masyarakat dan tidak menimbulkan perbedaan sosial atau risiko lain.
Pengembangan infrastruktur cerdas iklim juga perlu proporsional dan kontekstual dengan tujuan. Solusi harus ditujukan pada inti permasalahan. Salah satu dilema, misalnya, tidak ada gunanya mengembangkan kendaraan hidrogen jika tidak ada teknologi berkelanjutan untuk memperolehnya sebagai bahan bakar.
Pendekatan infrastruktur cerdas iklim dilakukan sejak perencanaan, selama pelaksanaan, hingga tahap pengelolaan. Pada tahap proses perencanaan dan pelaksanaan konstruksi, misalnya, material lokal dimanfaatkan seoptimal mungkin agar tak terlalu banyak material yang butuh energi besar sehingga jejak emisi karbonnya rendah.
Menerapkan infrastruktur cerdas iklim bukan sekadar pilihan, melainkan keharusan.