Mengawal Aset Kripto
Penetrasi aset kripto di pasar keuangan tidak dapat dibendung. Investor terus bertambah melampaui investor pasar saham.
Penetrasi aset kripto di pasar keuangan Indonesia tidak dapat dibendung.
Meski pamor sedang meredup (crypto winter) sebagai imbas dari pengetatan kebijakan moneter global dan merebaknya berbagai skandal bursa kripto dunia, semua itu tidak menyurutkan animo masyarakat untuk berinvestasi di aset kripto. Bahkan, investor terus bertambah hingga melampaui investor di pasar saham.
Menurut catatan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), pada September 2023 terdapat penambahan 119.410 pelanggan aset kripto dengan nilai transaksi perdagangan fisik aset kripto mencapai Rp 10,64 triliun. Nilai ini meningkat 13,5 persen apabila dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Sementara hingga Agustus 2023, jumlah pelanggan aset kripto terdaftar telah menyentuh angka 17,54 juta pelanggan dengan total nilai transaksi Rp 86,45 triliun atau anjlok 65,32 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp 249,3 triliun. Adapun jenis aset kripto yang banyak ditransaksikan ialah tether, bitcoin, ethereum, ripple, dan binance coin.
Apabila dilihat dari sisi payung hukum, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) telah mengakomodasi dan mengakui adanya aset digital, termasuk aset kripto.
OJK terus bersiap diri dan saat ini telah membentuk kompartemen yang akan mengawasi aset kripto.
Pasal 6 UU ini telah memberikan kewenangan penuh kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengatur dan mengawasi aset digital, termasuk aset kripto. Dengan UU itu, kewenangan pengaturan dan pengawasan aset kripto beralih dari Babeppti kepada OJK hingga paling lambat Januari 2025.
OJK terus bersiap diri dan saat ini telah membentuk kompartemen yang akan mengawasi aset kripto. Begitu pula dengan anggota dewan komisioner yang membawahkan kompartemen itu. Ini menandai transisi pengawasan aset kripto dari Bappebti kepada OJK sudah dimulai.
Dilihat di level global, umumnya aset kripto diakui sebagai instrumen investasi. Bahkan, beberapa negara membolehkan perbankan untuk memiliki eksposur aset kripto atau memfasilitasi aktivitas yang berkaitan dengan aset kripto, antara lain Singapura dan Amerika Serikat, tetapi dengan persyaratan yang ketat dan harus menegakkan prinsip kehati-hatian.
Hal ini tidak lepas dari tingginya risiko aset kripto. Persyaratan ketat itu antara lain harus mendapatkan izin dari pengawas, memiliki bobot risiko tinggi mencapai 1.250 persen, dan hanya melayani investor non-ritel.
Pada sisi regulator global, induk regulator perbankan dunia, yaitu Bank for International Settlement (BIS), melalui Komite Basel, pada Juni 2022 telah menyusun standar kehati-hatian atas eksposur bank terhadap aset kripto. Standar tersebut telah disetujui Komite Basel untuk diterapkan pada 1 Januari 2025.
Bursa kripto
Setelah menanti beberapa waktu dan sempat tertunda, akhirnya Bappebti mendirikan bursa kripto. Keputusan itu dikeluarkan pada 17 Juli 2023 dengan menyetujui PT Bursa Komoditi Nusantara sebagai bursa berjangka aset kripto.
Untuk melengkapi infrastruktur pasar aset kripto, pada tanggal yang sama Bappebti juga mendirikan dua lembaga lain. Pertama, lembaga kliring berjangka, untuk penjaminan dan penyelesaian perdagangan pasar fisik aset kripto dengan menunjuk PT Kliring Berjangka Indonesia. Kedua, lembaga pengelola tempat penyimpanan aset kripto, dengan menunjuk PT Tennet Depository Indonesia.
Baca juga: Kripto dan Rupiah Digital
Kehadiran bursa kripto berikut infrastruktur pasar pelengkapnya menunjukkan upaya pemerintah dalam menciptakan ekosistem perdagangan aset kripto sehingga terjamin kepastian hukum dan perlindungan konsumen. Dengan begitu, berbagai skandal di luar negeri, seperti FTX, tidak terjadi di Indonesia. Pembentukan bursa kripto yang merupakan pasar terpusat dan diawasi otoritas akan menggantikan transaksi aset kripto yang selama ini menggunakan platform pedagang kripto.
Bursa kripto juga akan menjadi wadah yang aman untuk berinvestasi kripto sehingga transaksi aset kripto dan jumlah investor kian ramai dan berujung pada likuiditas yang lebih tinggi. Pada sisi lain, ramainya transaksi kripto dapat menyumbang pundi-pundi penerimaan negara. Sebagai catatan, sejak diberlakukannya pajak kripto pada 1 Mei 2022, pajak kripto yang diperoleh pemerintah hingga Juli 2023 telah mencapai Rp 383,42 miliar.
Kehadiran bursa kripto berikut infrastruktur pasar pelengkapnya menunjukkan upaya pemerintah dalam menciptakan ekosistem perdagangan aset kripto sehingga terjamin kepastian hukum dan perlindungan konsumen.
Risiko
Meski aset kripto telah diterima sebagai salah satu instrumen investasi, aspek risiko tetap harus menjadi perhatian, tidak hanya bagi investor, tetapi juga otoritas.
Aset kripto sejatinya telah ada selama lebih dari satu dekade dan telah menunjukkan volatilitas yang tinggi serta berkembang dengan sangat kompleks. Nilai aset kripto bisa melonjak atau menyusut secara drastis dalam waktu cepat.
Sebagai contoh, aset kripto Terra Classic, valuasinya amblas hingga nyaris mendekati nol pada 20 Mei 2022, setelah sempat menyentuh angka 116 dollar AS pada 4 Mei 2021.
Penurunan nilai secara drastis pada aset kripto tersebut membawa kerugian yang amat dalam pada banyak investor.
Sementara, bagi otoritas, aset kripto mengandung beberapa risiko yang perlu diwaspadai. Risiko pertama terkait dengan integritas keuangan. Aset kripto dapat digunakan untuk memfasilitasi pencucian uang dan pembiayaan ilegal, termasuk pendanaan terorisme. Hal ini karena terbatasnya transparansi pada beberapa aset kripto, yang menyebabkan sulitnya mengidentifikasi dan melacak kepemilikan aset kripto.
Risiko kedua, terkait dengan perlindungan konsumen. Aset kripto menimbulkan risiko yang terkait dengan volatilitas harga, kesalahan informasi, penipuan, pencurian atau kehilangan aset.
Risiko ketiga, aset kripto dapat memicu risiko sistemik yang berujung pada instabilitas sistem keuangan, terutama jika perkembangan aset kripto melibatkan lembaga dan pasar keuangan tradisional, seperti perbankan. Untuk itulah, perkembangan aset kripto perlu terus dikawal melalui regulasi dan pengawasan oleh semua pemangku kebijakan.
Otoritas dapat mengacu pada makalah Dana Moneter Internasional (IMF) dan Dewan Stabilitas Keuangan (FSB) yang dikeluarkan pada saat presidensi G20 India 2023.
Baca juga: Bappebti Siap Bentuk Komite Aset Kripto
IMF dan FSB telah mengembangkan makalah berisi rekomendasi dan standar kebijakan sebagai panduan komprehensif untuk membantu otoritas mengatasi risiko stabilitas makroekonomi dan keuangan yang ditimbulkan oleh aktivitas dan pasar aset kripto.
Sementara, UU P2SK telah menetapkan dua otoritas yang melakukan pengawasan aset kripto, yaitu Bank Indonesia dan OJK, sesuai dengan kewenangan masing-masing.
Bank Indonesia mengawasi dari sisi sistem pembayaran, sedangkan OJK dari sisi kehati-hatian perbankan dan institusi keuangan nonbank dalam berinvestasi ataupun memfasilitasi perdagangan aset kripto.
Tidak ketinggalan pula, masyarakat sebagai investor perlu terus menguatkan literasinya, yang mencakup manfaat, potensi, dan risiko dari perdagangan aset kripto.
Ardhienus, Deputi Direktur di Departemen Surveilans Sistem Keuangan, Bank Indonesia