Kaprah, tetapi Tak Salah
Tidak di semua sekolah, baik guru maupun siswanya, memperlakukan PR sebagai ”tugas tambahan” dan/atau menganggapnya ”sekadar pelengkap”.
.
Kaprah, tetapi Tak Salah
Penyunting dan penerjemah buku, Mohammad Sidik Nugraha (MSN), menyatakan, ”pekerjaan rumah” (homework) adalah kata/istilah yang salah kaprah (Kompas, 10/10/ 2023). Pada hemat saya, istilah ”pekerjaan rumah (PR)” memang kaprah. Artinya: ”dipahami arti dan maksudnya dan lazim dipakai”, tetapi bukan ”salah kaprah” (misnomer).
Makna nomina ”PR” yang dikutip MSN dari Oxford Advanced Learner’s Dictionary adalah ”tugas yang diberikan guru kepada siswa untuk diselesaikan di rumah” sudah cukup jelas dan benar, tidak usah ditambahi catatan ”tugas tambahan”, apalagi ”sekadar pelengkap”.
Tidak di semua sekolah, baik guru maupun siswanya, memperlakukan PR sebagai ”tugas tambahan” dan/atau menganggapnya ”sekadar pelengkap”. Ada sekolah, bahkan perguruan tinggi (PT), yang menerima PR sebagai bagian integral dari proses belajar- mengajar (PBM) yang sama pentingnya dengan komponen evaluasi PBM lainnya, seperti ulangan/tes dan ujian.
Berbeda dengan di Inggris Raya/United Kingdom (Inggris, Wales, Skotlandia, Irlandia Utara), dan di negara-negara persemakmuran, bahkan sampai S-3 pun di Amerika, ada perkuliahan (coursework).
Kemampuan siswa di sekolah dan mahasiswa di PT dalam menempuh program coursework itu dinilai dengan PR, laporan praktikum, penulisan makalah, beberapa kali tes kecil (yang disebut kuis), tes tengah semester/TTS (midterm), dan tes akhir semester/TAS (final). ”Final” itu maksudanya final exam(ination) alias ujian akhir.
Untuk setiap mata pelajaran di sekolah dan setiap mata kuliah di PT, frekuensinya tiga atau empat kali pertemuan seminggu, tergantung bobot kreditnya. Pada akhir pelajaran/kuliah, guru/dosen selalu memberi PR yang—setelah dikerjakan mahasiswa—diperiksa guru/dosen, diberi coretan dan catatan/teguran, dan diberi nilai.
Nilai-nilai PR itu ikut menentukan nilai akhir semester. Jadi PR bukan cuma tambahan atau sekadar pelengkap!
Di Indonesia dan di mana- mana dalam percakapan sehari-hari, ada perluasan arti PR, seperti yang dikatakan MSN dan dijelaskannya dengan contoh-contoh. Itu hal wajar terjadi pada kata/istilah/ frasa sebagai bagian dari bahasa yang hidup.
Terjadi pergeseran, perluasan, penyempitan, perubahan, bahkan pembalikan makna. Bagi penutur atau pengguna bahasa, itu bukan masalah. Kata tersebut sudah menjadi ungkapan (idiom). Maknanya tak lagi dapat dimengerti berdasarkan konstruksinya dan/atau kata-kata yang membentuk ungkapan itu.
MSN memberikan beberapa contoh pergeseran makna PR, yakni ”tantangan besar”, ”kewajiban utama”, ”tugas pokok”, dan ”pekerjaan penting”. Jadi, kata ”PR” menjadi polisemi. Sekali lagi, itu bukan masalah, no problem, kein problem! Dari sejumlah kemungkinan, makna yang dimaksudkan jelas dengan sendirinya dari konteks penggunaannya. Kalaupun sedikit meleset ya tidak apa-apa.
L Wilardjo , Jalan Kasuari, Sidomukti, Salatiga