Sekian tahun lalu, ketika reformasi baru beranjak, di Gedung Juang 45, Jalan Pemuda Semarang, ada sarasehan kebangsaan yang dihadiri para tokoh senior di Semarang.
Saat itu, saya teriak lantang dan kencang, menyatakan agar para pemuda diberi kesempatan tampil mengelola negara ini. Ternyata bersamaan dengan hal itu, banyak pemuda dan pemudi bermunculan tampil di garda depan mewarnai kancah perpolitikan di Indonesia.
Namun, apa lacur, beberapa tokoh muda yang semula gencar menyatakan ”stop korupsi” malah terjerembab menjadi koruptor sampai diproses hukum.
Sekarang sedang demam tokoh muda di bawah 40 tahun disorong-sorongkan agar tampil mengambil alih kemudi bangsa mewakili gen Z dalam rangka mewujudkan demografi emas 100 tahun Indonesia Merdeka.
Bahkan ada yang mengungkit-ungkit sejarah dengan memberi contoh pemuda era awal kemerdekaan banyak yang tampil mengelola bangsa dan negara.
Zaman sudah berubah, situasi sudah berganti. Tidak selalu yang muda tepat mengendalikan bangsa sebesar ini, dan tidak ada jaminan yang tua terlalu lamban memimpin negara ini. Muda tidak selalu benar, dan tua bisa jadi melakukan kesalahan.
Padahal, kita tidak boleh salah dalam memilih calon pemimpin kita. Jika salah memilih, lima tahun kemudian pilihan yang salah itu baru bisa dikoreksi lagi.
Tua dan muda adalah dikotomi yang mudah diperdebatkan. Namun, kualitas kepemimpinan yang karakternya terlihat dari rekam jejak kehidupannya, itulah yang patut dipertimbangkan.
SRI HANDOKO , Tugurejo, Semarang