Perubahan iklim belum banyak disuarakan para politikus. Padahal, dampaknya kian nyata hingga menimbulkan krisis pangan dan masalah kesehatan warga.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Dampak perubahan iklim kian terasa. Krisis air dan pangan, bahkan kemiskinan serta masalah kesehatan akibat perubahan iklim, makin menghantui warga. Namun, isu mengenai perubahan iklim masih belum terdengar gaungnya di tengah dinamika politik menjelang pemilu tahun 2024.
Laporan Bank Dunia tahun 2021 pun menempatkan Indonesia dengan kerentanan tinggi terhadap risiko perubahan iklim dalam segala aspek, termasuk banjir dan gelombang panas yang ekstrem. Risiko kerugian ratusan triliun rupiah akibat krisis iklim di Indonesia muncul dari sektor pertanian dan kesehatan.
Meski demikian, hasil riset oleh Monash Climate Change Communication Research Hub (MCCCRH) Indonesia Node Monash University Indonesia menunjukkan, belum banyak politikus di Indonesia yang menyuarakan isu perubahan iklim dan menjadikan isu itu dalam agenda kampanye utama mereka.
Politikus menjadi subyek riset itu, yakni semua menteri, 66 gubernur dan wakil gubernur, 12 ketua partai, serta 48 ketua komisi di DPR. Riset dilakukan lewat pengumpulan data selama 3,5 tahun, yakni 2019-2021, dari 157 akun media sosial politikus sebagai ruang berkampanye dan mencitrakan diri.
Hasilnya, hanya 67,5 persen responden yang mengunggah konten terkait isu perubahan iklim dengan total 983 unggahan. Persentase terbanyak, yakni 80 persen, diunggah dari menteri, 8 persen dari ketua partai, dan masing-masing 6 persen dari gubernur serta ketua komisi di DPR.
Politik hijau terkait perubahan iklim selayaknya tidak hanya menjadi pemanis janji-janji para politikus selama kampanye.
Unggahan mengenai perubahan iklim paling banyak dipengaruhi agenda kebijakan global, antara lain tentang kepemimpinan Indonesia dalam pertemuan negara-negara G20. Isu yang berdampak langsung pada warga, seperti ketahanan pangan dan air bersih, paling rendah unggahannya (Kompas, 20 Oktober 2023).
Sejumlah negara
Padahal, gaung isu iklim santer dalam pemilu di sejumlah negara, termasuk Amerika Serikat dan Australia. Bahkan, isu iklim turut menentukan kemenangan dua politikus, yakni Perdana Menteri Australia Anthony Albanese dan Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva. Mereka fokus pada solusi perubahan iklim saat kampanye.
Dikutip dari kantor berita Reuters, Lula berjanji memberikan status perlindungan baru pada setengah juta kilometer persegi hutan hujan Amazon, memerangi deforestasi, menyubsidi pertanian berkelanjutan, dan mereformasi aturan pajak Brasil untuk mewujudkan ekonomi hijau.
Hal ini membuktikan, isu perubahan iklim bisa menjadi senjata taktis dalam pemilu, termasuk di Indonesia. Apalagi, sebagian besar pemilih dari generasi milenial dan generasi Z memiliki kepedulian tinggi terhadap dampak perubahan iklim.
Tentu politik hijau terkait perubahan iklim selayaknya tidak hanya menjadi pemanis janji-janji para politikus selama kampanye. Tantangan terberat justru mewujudkan janji memfokuskan transisi ekonomi hijau dan agenda iklim dalam pembangunan ketika berhasil meraih kemenangan dalam kontestasi.