Setelah sempat tertunda-tunda, kita akhirnya meluncurkan bursa CPO, 13 Oktober lalu. Akankah tujuan menjadikan Indonesia barometer harga CPO dunia segera terwujud?
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Keinginan Indonesia bisa menjadi barometer harga CPO dunia adalah hal wajar karena Indonesia produsen terbesar CPO, menyumbang 85 persen produksi CPO dunia pada 2022. Selama ini, Indonesia bergantung pada bursa Rotterdam dan Malaysia dalam penentuan harga sawit.
Dengan adanya bursa CPO di dalam negeri, pembentukan harga CPO diharapkan lebih adil, transparan, akuntabel, dan real time (Kompas, 14/10/2023). Persoalannya, bagaimana keinginan itu bisa diwujudkan jika hanya sebagian kecil, yakni sekitar 10 persen, CPO yang diperdagangkan lewat bursa?
Akibatnya, harga yang terjadi juga tidak mewakili kondisi riil pasar yang sebenarnya. Hal ini tampaknya juga disadari oleh otoritas bursa. Berkaca pada pengalaman bursa CPO Malaysia, perlu belasan tahun untuk menjadi seperti sekarang. Komitmen dan dukungan semua pihak penting di sini.
Bagaimana ”memaksa” pelaku industri sawit masuk bursa menjadi salah satu tantangan. Penyebabnya, selain keikutsertaan di bursa bersifat sukarela, kalangan pengusaha umumnya sudah telanjur nyaman dengan pola business to business secara langsung yang berlaku selama ini sehingga perlu insentif lebih untuk ”memaksa” mereka bertransaksi lewat bursa.
Saat ini memang sudah ada 18 perusahaan yang bergabung di bursa CPO ini, terutama perusahaan yang selama ini sudah melantai di Bursa Efek Indonesia, tetapi tak ada jaminan mereka akan bertransaksi di bursa CPO. Selain terbiasa B-to-B, mereka umumnya sudah terintegrasi secara vertikal dari hulu ke hilir sehingga produk akhir bukan lagi CPO, melainkan olahan.
Yang pasti, kehadiran bursa ini harus bisa menjadi titik awal atau bagian penting dari pembenahan industri sawit nasional secara keseluruhan. Kehadiran bursa harus memberikan manfaat bagi semua pemangku kepentingan di dalamnya, termasuk peningkatan kesejahteraan petani yang selama ini sering menjadi korban permainan harga karena posisi tawar yang rendah.
Bagi perusahaan, keikutsertaan di bursa CPO, menurut pengamat yang dikutip Kompas.id, akan membuat perusahaan lebih dihargai dan diuntungkan karena biaya transaksi dan pajak ekspor saat harga CPO tinggi tak diberlakukan lagi.
Bagi pemerintah, bursa CPO diharapkan juga menghadirkan data lebih akurat dan update mengenai lalu lintas perdagangan sawit. Selama ini, meski nilai ekspor melonjak, penerimaan negara belum maksimal. Kontribusi industri sawit masih jauh di bawah potensi sebenarnya akibat kelemahan sistem, permainan oknum, kenakalan perusahaan sawit, dan lain-lain.
Lebih penting lagi, kehadiran bursa secara tak langsung harus mendukung terbentuknya industri sawit yang lebih berkelanjutan dan pertumbuhan industri lainnya. Penegakan hukum lebih tegas harus diterapkan terhadap pelanggar. Jangan sampai kelestarian lingkungan dikorbankan hanya karena nilai ekonomi CPO dan produk turunan yang tinggi.
Editor:
PAULUS TRI AGUNG KRISTANTO, ANTONIUS TOMY TRINUGROHO