Pengaruh bahasa asing sangat besar terhadap perkembangan kosakata bahasa Indonesia. Masalah yang belum selesai dari soal kosakata adalah cara memadankannya. Malah ada kecenderungan memaksa.
Oleh
YULIANA
·3 menit baca
Kosakata bahasa Indonesia menyerap banyak kosakata asing, antara lain dari bahasa Arab, Inggris, Belanda, China, dan Portugis, serta bahasa daerah. Hal itu tak terhindarkan karena bahasa Indonesia adalah bahasa yang hidup di tengah-tengah bahasa dunia dan daerah.
Bahasa Indonesia pun adalah bahasa yang masih berkembang. Sesuatu yang berkembang memang masih dipengaruhi oleh sesuatu yang ada di lingkungannya, untuk kemudian nantinya bisa memengaruhi sesuatu yang ada di lingkungannya.
Patut dicatat pula bahwa perkembangan pesat di segala bidang juga memungkinkan bertambahnya kosakata dalam bahasa Indonesia.
Dalam tulisan terdahulu, saya pernah menyampaikan bahwa ada syarat yang harus dipenuhi agar kata asing atau kata daerah bisa masuk menjadi warga Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Syarat itu adalah unik, eufonik, seturut kaidah bahasa Indonesia, tidak berkonotasi negatif, dan kerap dipakai.
Saya jadi teringat pesan Whatsapp dari teman saya yang merupakan dosen bahasa Indonesia. Dia mengirim pesan ”Eh, maaf tipo,” untuk membetulkan kata pada pesan sebelumnya.
Saya bergumam, ”Dia saltiktypo jadi tipo ’kali, ya?”
Ternyata dugaan saya salah. Tipo memang ada di KBBI versi daring. Kata itu diartikan sebagai ’kesalahan tulis pada teks yang telanjur dicetak; saltik’.
Wah, kok, jadi ”memaksakan” tipo masuk ke dalam KBBI, ya? Sebab, kata typo sendiri sudah memiliki padanan, yaitu saltik, akronim dari salah tik. Saltik sebagai padanan typo sangat memenuhi syarat sebagai warga kata di KBBI, sudah umum, dan banyak digunakan dibandingkan dengan tipo yang saya sangka malah salah tik dari typo. Mesti rajin-rajin nengok KBBI, nih.
Beda cerita dengan yang baru-baru ini saya temukan ketika menyelaraskan bahasa pada berita di rubrik Humaniora. Saya menemukan kata telemedisin yang sudah ada di KBBI sebagai padanan kata telemedicine.
Telemedicine, menurut laman Kementerian Kesehatan, adalah layanan kesehatan berbasis teknologi yang memungkinkan para penggunanya berkonsultasi dengan dokter tanpa bertatap muka, atau secara jarak jauh, dalam rangka memberikan konsultasi diagnostik dan tata laksana perawatan pasien. Sementara itu, di KBBI, kata telemedisin diartikan sebagai ’diagnosis dan perawatan pasien jarak jauh melalui teknologi komunikasi’.
Ivan Lanin, seorang pencinta bahasa Indonesia, menawarkan kata telemedis sebagai padanan telemedisin. Beda cerita untuk kata telemedis menurut Ivan ataupun telemedisin menurut KBBI adalah karena belum ada padanan singkat seperti halnya saltik pada kata typo, dan sulitnya menemukan padanan kata yang tepat untuk ungkapan itu.
Kata lain yang ”unik” dan sudah ada di KBBI, padahal, lagi-lagi, sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia adalah interviu dari kata interview (Inggris), yang artinya ’wawancara’. Oh ya, kata klir sebagai padanan clear juga sudah ada di KBBI.
Memaksa masuk KBBI
Pemadanan dengan mengubah ejaan seperlunya seperti itu memang tidak dilarang. Tujuannya adalah untuk memudahkan pengguna bahasa dalam mencari asal-usul katanya.
Dengan kata lain, bentuk Indonesia-nya masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya. Komputer dari computer, misalnya, lebih mudah dicari asal-usulnya, dan konsepnya persis sama, ketimbang menggantinya dengan ’mesin pengolah data/kata’.
Bahkan, pemadanan dengan mengambil mentah-mentah kata asing pun bisa dilakukan. Kita, umpamanya, mengenal kata radar, burger, atau karaoke.
Tidakkah pola pemadanan seperti pada kata tipo, klir, interviu, dan sejenisnya tidak ”merusak” perkembangan bahasa kita?
Yang jadi persoalan, dan patut dipertimbangkan, adalah tidakkah pola pemadanan seperti pada kata tipo, klir, interviu, dan sejenisnya tidak ”merusak” perkembangan bahasa kita?
Jangan-jangan, lama-lama padanan yang sudah susah payah dicari malah tidak dipakai oleh penuturnya sendiri. Lama-lama, bahasa sendiri pudar, tergantikan kata padanan yang bunyinya sama, yang ”dipaksakan” masuk kamus bahasa Indonesia.