Inflasi Beras dan Kemiskinan
Beras memiliki arti penting bagi penduduk berpendapatan rendah karena kenaikan harganya akan menambah jumlah pengeluaran untuk mencukupi kebutuhan dasarnya. Beras masih menjadi pengeluaran terbesar bagi penduduk miskin.
Inflasi beras Januari-Agustus 2023 sudah mencapai angka 7,99 persen. Tanpa ada langkah nyata, inflasi beras dapat menembus ”dua digit”.
Angka tersebut harus dipandang sebagai hasil ukur kondisi pasar yang perlu diperhatikan dan digunakan untuk menentukan langkah yang harus ditempuh. Jangan sampai inflasi beras yang tinggi berpotensi meningkatkan jumlah penduduk miskin.
Hal itu mengingat kontribusi beras yang cukup besar terhadap garis kemiskinan (GK). Belajar dari pengalaman delapan tahun lalu, kenaikan harga beras 10 persen bisa menaikkan jumlah penduduk miskin hingga 300.000 orang.
Pada Maret 2023, komoditas makanan yang memberikan sumbangan terbesar pada garis kemiskinan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, adalah beras. Beras memberikan sumbangan terbesar garis kemiskinan di perkotaan sebesar 19,35 persen dan di perdesaan sebesar 23,73 persen.
Dibandingkan kondisi September 2022, terjadi kenaikan share beras terhadap garis kemiskinan, baik di perkotaan maupun di perdesaan. Bukan tidak mungkin angka ini akan bertambah mengingat mahalnya harga beras saat ini.
Selain berpotensi meningkatkan angka kemiskinan, semakin tinggi kontribusi beras terhadap garis kemiskinan cenderung memperdalam dan memperparah kemiskinan.
Beras memberikan sumbangan terbesar garis kemiskinan di perkotaan sebesar 19,35 persen dan di perdesaan sebesar 23,73 persen.
Hal itu tecermin dari indeks kedalaman dan indeks keparahan kemiskinan di perdesaan yang lebih tinggi daripada di perkotaan. Indeks kedalaman kemiskinan pada Maret 2023 di perdesaan sebesar 2,035, sedangkan di perkotaan sebesar 1,163. Sementara itu, indeks keparahan kemiskinan pada Maret 2023 di perdesaan sebesar 0,511, sedangkan di perkotaan sebesar 0,281.
Pada aspek pangan, meningkatnya kontribusi beras terhadap garis kemiskinan mengakibatkan menurunnya kualitas pangan yang dikonsumsi.
Hal itu terjadi karena semakin besar porsi pengeluaran untuk beras akan menurunkan porsi pengeluaran untuk kebutuhan pangan lainnya, khususnya pada pemenuhan protein.
Sementara itu, pada aspek nonpangan, semakin besar porsi pengeluaran untuk beras kian menurunkan porsi pengeluaran untuk pendidikan dan kesehatan. Padahal, pendidikan dan kesehatan merupakan elemen dasar kapabilitas penduduk dan komponen penting dari kualitas sumber daya manusia (SDM) dan pembangunan manusia.
Meski pemerintah telah melakukan operasi pasar, langkah tersebut belum signifikan dalam menurunkan harga beras. Bahkan harga beras semakin melambung dalam beberapa bulan terakhir.
Dari pantauan Badan Pusat Statistik (BPS), harga rata-rata beras Agustus 2023 telah mencapai Rp 16.098. Beras menyumbang inflasi bulan Agustus 2023 sebesar 1,43 persen. Kenaikan harga beras di tingkat eceran mencapai 13,78 persen.
Angka tersebut merupakan yang tertinggi sejak inflasi tahunan beras pada Oktober 2015 yang sebesar 13,44 persen. Kenaikan harga beras ini disebabkan oleh stok beras yang semakin menipis.
Harga beras di Kendari, Sulawesi Tenggara, melonjak dan mencapai Rp 15.000/kilogram, pada Senin (2/10/2023). Harga beras di wilayah ini dijual di atas Harga Eceran Tertinggi. Isu kekeringan, hingga gagal panen membuat harga beras melambung.
Jika masyarakat kelas menengah atas masih kuat menghadapi kenaikan harga beras, tidak dengan penduduk berpendapatan rendah. Bagi penduduk berpendapatan rendah, kenaikan harga beras ini akan menurunkan daya beli dan semakin memperdalam kemiskinan.
Beras memiliki arti penting bagi penduduk berpendapatan rendah karena kenaikan harganya akan menambah jumlah pengeluaran untuk mencukupi kebutuhan dasarnya. Bagaimanapun beras masih menjadi pengeluaran terbesar bagi penduduk miskin sehingga kenaikan harganya akan menaikkan garis kemiskinan.
Penduduk hampir miskin yang sebelumnya ”aman” berada di atas garis kemiskinan, dengan kenaikan harga beras ini akan jatuh ke jurang kemiskinan. Jumlah penduduk miskin per Maret 2023 sebesar 9,36 persen atau sekitar 25,90 juta jiwa. Angka ini lima kali lipat penduduk Singapura, dan lebih dari separuh penduduk miskin ini berada di Jawa.
Upaya yang dilakukan
Setelah dihantam pandemi Covid-19, angka kemiskinan nasional naik ke level dua digit. Padahal, sebelumnya, pernah satu digit, pada Maret 2018. Hanya dalam satu tahun pandemi, jumlah penduduk miskin naik 2,79 juta jiwa. Dalam tiga tahun sebelumnya, Indonesia berhasil mengentaskan 2,98 juta orang miskin.
Kemiskinan nasional pada tahun 2015-2023 hanya berkurang 1,86 persen. Tingkat kemiskinan yang masih bertengger di kisaran 9-10 persen saat ini menunjukkan bahwa penurunan kemiskinan di Indonesia bukan hal mudah.
Angka kemiskinan sudah mencapai kerak-kerak kemiskinan atau kemiskinan kronis (hardcore poverty). Kemiskinan kronis memiliki ciri utama, yaitu derajat kapabilitas yang rendah pada tingkat pendidikan dan kesehatan.
Hal ini mengakibatkan program mengatasi kemiskinan yang bersifat pemberdayaan tidak akan berpengaruh banyak dalam mendorong mereka keluar dari kemiskinan.
Meski pertumbuhan ekonomi yang terjadi mampu meningkatkan partisipasi kerja, kesempatan kerja yang tersedia belum menciptakan decent work (pekerjaan yang layak) dan pro poor (memihak orang miskin).
Bagaimanapun beras masih menjadi pengeluaran terbesar bagi penduduk miskin sehingga kenaikan harganya akan menaikkan garis kemiskinan.
Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi harus difokuskan pada sektor-sektor yang menyerap banyak tenaga kerja dan menjadi tumpuan hidup bagi masyarakat miskin, seperti sektor tradable, misalnya pertanian, kehutanan, perikanan, pertambangan, penggalian, dan industri pengolahan.
Pemerintah menargetkan jumlah penduduk miskin bisa ditekan hingga 7-8 persen pada 2024. Target ini dibarengi dengan keseriusan pemerintah dalam menambah anggaran kemiskinan. Pemerintah menyadari, untuk menurunkan kondisi kemiskinan yang kronis diperlukan bantuan dan subsidi yang langsung dapat dirasakan penduduk miskin.
Keberhasilan pemerintah menurunkan jumlah penduduk miskin kembali buyar manakala jumlah penduduk miskin kembali bertambah. Bantuan sosial beras 10 kilogram kepada 21,4 juta keluarga penerima manfaat (KPM) hingga Oktober 2023 diharapkan bisa mengurangi beban ekonomi masyarakat.
Neraca beras
Laporan BPS menunjukkan bahwa neraca beras mulai defisit lagi sejak Juli, bahkan diperkirakan berlanjut hingga Oktober 2023, bahkan mencapai total 720.000 ton.
Strategi manajemen stok beras dan kemampuan pengelolaan psikologi pasar akan mampu menahan lonjakan harga beras di dalam negeri.
Pertumbuhan jumlah penduduk akan menyebabkan peningkatan permintaan beras dan menjadikan sumber pangan ini perlu dijamin ketersediaannya. Perencanaan kebijakan dalam mendorong peningkatan produksi beras tak hanya dilakukan di tingkat nasional, tetapi juga di daerah, baik provinsi maupun kabupaten.
Sekali lagi, beras adalah komoditas penyumbang terbesar terhadap garis kemiskinan. Hal ini menunjukkan bahwa beras adalah komoditas yang sangat strategis untuk selalu dipantau karena ini bahan makanan pokok konsumsi terbesar masyarakat, termasuk masyarakat miskin. Gejolak harganya berkaitan dengan naik turunnya inflasi nasional.
Suasana di Toko Beras Tugu Makmur di Pasar Tugu, Kota Bandar Lampung, pada Senin (11/9/2023). Sejak harga beras naik, masyarakat banyak mencari beras Bulog.
Sudah menjadi tugas negara untuk menjamin keberadaan dan keamanan stok beras nasional serta kestabilan harganya setiap saat, mulai dari level pusat sampai daerah. Untuk itu, percepatan impor beras dan penyaluran bantuan beras perlu segera dilakukan.
Pemerintah perlu melakukan penebalan perlindungan sosial, bukan hanya pada kelompok miskin, melainkan juga kelompok rentan miskin. Melalui program yang dilakukan, diharapkan semakin banyak saudara kita yang terhindar dari jerat kemiskinan sehingga Indonesia Emas segera terwujud.
Rojani Statistisi di BPS Provinsi Kepulauan Bangka Belitung