Jika MK benar-benar mengubah usia capres/cawapres, yang ditunggu justru kejutan dari Gibran untuk tidak memanfaatkan peluang itu. Kita semua akan angkat topi terhadap Gibran karena mampu kendalikan ambisi diri.
Oleh
IMAM ANSHORI SALEH
·4 menit baca
Masa pendaftaran pasangan calon presiden dan calon wakil presiden ditetapkan Komisi Pemilihan Umum pada 19-25 Oktober 2023. Kini ada sinyalemen sedang berlangsung upaya ”memaksa” Mahkamah Konstitusi untuk menurunkan syarat batas usia calon presiden/calon wakil presiden dari 40 tahun menjadi 30 tahun.
Sejumlah warga negara telah mengajukan uji materi Pasal 169 Huruf (q) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Sulit ditebak, apalagi dipastikan, apakah MK akan mengabulkan atau menolak permohonan pengujian undang-undang (PUU) tersebut.
Diputus ”mepet waktu”
Ada yang menafsirkan lamanya MK memutus PUU batas usia itu sebagai isyarat akan dikabulkannya PUU itu.
Jika PUU tersebut diputus mepet dengan batas akhir pendaftaran pasangan calon presiden (capres)-calon wakil presiden (cawapres), tidak akan banyak waktu yang ada untuk munculnya protes dari masyarakat.
Artinya, putusan MK yang final and binding (final dan mengikat) akan dimanfaatkan oleh salah satu koalisi partai untuk mendaftarkan figur calon yang lolos batas usia itu. Agar lebih konkret, sebut saja figur itu adalah Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi). Nama itulah yang kini ramai beredar berkaitan dengan PUU ke MK tersebut.
Agar lebih konkret, sebut saja figur itu adalah Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi). Nama itulah yang kini ramai beredar berkaitan dengan PUU ke MK tersebut.
Koalisi Amin yang terdiri dari Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) rasanya tak memerlukan lagi cawapres, termasuk Gibran, karena sudah resmi mendeklarasikan pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar.
PDI Perjuangan (PDI-P) dan partai koalisinya rasanya juga tak akan memasang Gibran karena pertimbangan elektoral. Yang dibutuhkan PDI-P dan koalisinya adalah cawapres yang berasal dari luar PDI-P.
Yang memungkinkan akan mengambil Gibran adalah Koalisi Indonesia Maju (KIM), yakni koalisi Partai Gerindra, Golkar, PAN, Demokrat, dan lainnya, untuk dipasangkan dengan capres Prabowo Subianto. Konon KIM sudah mengincar Gibran jika MK memutuskan untuk mengubah batas usia capres/cawapres dari 40 tahun jadi 30 tahun.
Walaupun hasil dari sejumlah survei tidak menempatkan Gibran sebagai pemuncak cawapres untuk koalisi mana pun, potensi Gibran sangat besar jika dia dipasang. Nama Wali Kota Solo itu sangat populer sebagai sosok milenial dan juga sebagai anak Presiden Jokowi.
Akan tetapi, kalau saja survei dilakukan setelah MK memutuskan perubahan batas usia, kemungkinan besar hasil surveinya bisa lain.
Publik mulai berspekulasi, MK diperkirakan akan memutus adanya perubahan usia itu. Alasannya, kalau pihak MK akhir-akhir ini menyatakan bahwa penyidangan atas PUU batas usia sudah selesai dan tinggal mengambil putusan, mengapa tak segera dilakukan sidang pengambilan putusan? Apalagi jika putusannya, misalnya, tidak mengabulkan permohonan perubahan batas usia.
Jadi, banyak yang berspekulasi bahwa putusan MK nantinya akan mengabulkan PUU dan akan disampaikan beberapa hari menjelang pendaftaran terakhir pasangan capres-cawapres.
Dengan demikian, Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan segera mengubah peraturannya sehingga Gibran yang sekarang berusia 35 tahun bisa maju sebagai cawapres.
Kewenangan MK
Diputuskannya pengabulan permohonan mepet dengan batas akhir pendaftaran pasangan capres-cawapres (lagi-lagi bagian dari spekulasi) adalah agar tidak menimbulkan kegaduhan yang berkepanjangan.
Hal itu karena jauh-jauh hari sudah banyak pendapat yang menyatakan MK tak mempunyai kewenangan untuk mengubah batas usia tersebut.
Pendapat ini antara lain muncul dari dua pakar hukum tata negara yang keduanya juga mantan Ketua MK, Jimly Asshiddiqie dan Mahfud MD. Alasannya, MK sebagai negative legislator tidak berwenang membuat norma baru.
Kewenangannya hanya sebatas menilai apakah undang-undang yang diuji sudah sesuai dengan undang-undang dasar (UUD) atau tidak. Kewenangan membuat norma baru hanya ada di tangan pemerintah dan DPR.
Sesungguhnya, kita semua berharap MK tetap menjadi the guardian of constitution, bukan the guardian of oligarchy.
Akan tetapi, bisa juga MK nekat, tidak menghiraukan pendapat pakar. Sebab, dalam praktiknya, MK pernah mengubah batas usia calon pemimpin KPK.
Bila MK mengabulkan
Akan tetapi, bisa juga MK nekat, tidak menghiraukan pendapat pakar. Sebab, dalam praktiknya, MK pernah mengubah batas usia calon pemimpin KPK.
Dalam Pasal 73 Ayat (3) Peraturan MK Nomor 2 Tahun 2021 disebutkan, ”Dalam hal dipandang perlu MK dapat menambahkan amar selain dari mengabulkan, tidak dapat diterima, menolak, atau inkonstitusional bersyarat”.
Kewenangan MK terkait menambahkan amar ini juga tertuang dalam Putusan MK No 48/PUU-IX/2011. Pada bagian pertimbangan hukum, MK dengan judicial review wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat guna pembentukan hukum baru melalui putusan MK untuk menjaga agar tidak terjadi kekosongan hukum.
Jika MK benar-benar mengubah usia capres/cawapres, yang ditunggu justru kejutan dari Gibran untuk tidak memanfaatkan peluang itu. Dia tidak bersedia dicalonkan sebagai wapres dari Prabowo Subianto. Ini adalah antiklimaks dari berbagai spekulasi yang berkembang dalam masyarakat.
Jika hal itu terjadi, publik akan berempati kepada Gibran. Pertama, dia tidak ”aji mumpung” dalam memanfaatkan nama besar ayahnya. Kedua, tudingan yang muncul bahwa Presiden Jokowi berambisi untuk membangun ”politik dinasti” tertepis dengan sendirinya.
Ketiga, Gibran memiliki investasi sifat kenegarawanan yang akan dipetik dalam jangka panjang. Keempat, nilai-nilai praktik ketatanegaraan kita akan terjaga keberlanjutannya.
Kita semua akan angkat topi terhadap Gibran dan Presiden Jokowi. Anak dan ayah yang sama-sama terhormat karena mampu mengendalikan ambisi diri.