Salah satu strategi yang dapat dilakukan pemerintah adalah memotivasi masyarakat menggunakan kendaraan ramah lingkungan melalui peraturan serta penyediaan infrastruktur pendukung.
Oleh
MIHARNI TJOKROSAPUTRO
·4 menit baca
Menurut Jacobson, et al. (2022), masalah ekologis terbesar di dunia pada saat ini adalah pemanasan global dan polusi udara, sebagai dampak dari berbagai aktivitas manusia pada iklim bumi. Akibatnya terjadi peningkatan suhu udara secara perlahan karena terjebaknya karbon dioksida dan zat pencemar lainnya di atmosfer bumi, sehingga menyerap sinar dan radiasi.
Akibat pencemaran, berbagai radiasi yang seharusnya berpindah ke luar angkasa menjadi terjebak di atmosfer dan meningkatkan suhu bumi. Adapun zat-zat pencemar tersebut adalah karbon dioksida, metana, oksida nitrat, uap air, dan gas fluorinasi sintetis atau gas rumah kaca. Pengaruh gas tersebut dikenal sebagai efek rumah kaca (Maurellis dan Tennyson, 2003).
Efek rumah kaca meningkatkan suhu bumi dan mengakibatkan perubahan iklim pada berbagai belahan dunia. Perubahan iklim dimaknai sebagai perubahan cuaca, seperti suhu, curah hujan, dan badai, dan dapat menjadi kejadian ekstrem yang makin sering terjadi. (US National Research Council, 2016).
Meskipun iklim Bumi selalu dinamis, perubahan saat ini begitu besar dan cepat sehingga suatu saat akan melampaui kemampuan adaptasi manusia, seperti terjadinya kebakaran hutan di pelbagai negara (Dietz et al, 2020). Tren suhu bumi yang dipaparkan oleh NASA memperlihatkan suhu bumi makin meningkat signifikan sejak tahun 1910.
Pemanasan global juga menimpa Indonesia. Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) terlihat suhu rata-rata bulanan di Indonesia pada tahun 2023 lebih tinggi dari rata-rata suhu bulanan dari tahun 1991 – 2020.
Pemanasan global dari perilaku atau budaya manusia di antaranya disebabkan penggunaan bahan bakar dari fosil, seperti minyak, batubara, dan gas alam.
Berdasarkan penelitian di Amerika Serikat tahun 2021, sumber terbesar dari pemanasan global adalah, moda transportasi berbahan bakar minyak (28 persen), pembuatan aliran listrik (25 persen), aktivitas industrial (23 persen), komersial dan tempat tinggal (13 persen) dan pertanian.
Berbagai sumber pemanasan global tersebut dapat meningkatkan polusi yang berdampak buruk bagi kesehatan makhluk hidup. Menurut World Health Organization (WHO), polusi udara antara lain meningkatkan risiko infeksi pernafasan, penyakit jantung dan kanker paru-paru.
Menurut studi Atul Khasnis dan Mary Nettleman (2005), dampak pemanasan bumi dan polusi pada kesehatan manusia, antara lain sebagai berikut, di Asia Tenggara binatang yang aktif menularkan infeksi pada manusia (vector) berkembang biak akibat pemanasan bumi, berwujud pada nyamuk pembawa penyakit malaria, atau siput kecil seperti cacing masuk tubuh manusia membuat kulit merah, diare, sakit perut, dan influensa.
Di Australia, akibat suhu yang memanas terjadi peningkatan kematian manusia, penyebaran penyakit malaria pada binatang di laut, terutama ikan yang dijaring para nelayan, disamping penyebaran virus dan bakteri di udara yang menyesakkan pernapasan.
Kekeringan di Afrika mengurangi lahan untuk ditanami dan dihuni. Warga Afrika akhirnya kekurangan gizi, terjadi pula perluasan wabah malaria hingga meluasnya HIV.
Transportasi
Untuk mengantisipasi hal ini, diperlukan perubahan sosial atau kebiasaan manusia, terutama dalam penggunaan energi, lahan, kegiatan perkotaan, infrastruktur dan perhatian industri.
Kebiasaan dalam bertransportasi misalnya, harus diubah oleh karena jumlah kendaraan bermotor berbahan bakar minyak semakin meningkat. Mobilitas manusia menyumbang 20,7 persen dari emisi karbondioksida dunia, terutama dari transportasi darat (Statista, 2023).
Penggunaan kendaraan listrik dapat menjadi jawabannya. Saat ini, kendaraan listrik dianggap sebagai solusi menarik untuk mengurangi dampak negatif pada lingkungan (Zhang dan Fujimori, 2020).
Beberapa negara bahkan telah mengumumkan pelarangan penjualan kendaraan baru berbahan bakar fosil, diantaranya Norwegia (2025), Skotlandia (203), sedangkan Inggris, Sri Lanka dan Perancis pada tahun 2040 (Slocat, 2021).
Indonesia meregulasi pentingnya penggunaan alat transportasi ramah lingkungan dan penggunaan kendaraan listrik melalui PP Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai sebagai alat transportasi (Kemenperin, 2021). Masyarakat dan industri terlihat mendukung inisiatif pemerintah yang terbaca dari peningkatan penggunaan kendaraan listrik. Jumlah kendaraan listrik di Indonesia terus naik.
Salah satu strategi yang dapat dilakukan pemerintah adalah memotivasi masyarakat menggunakan kendaraan ramah lingkungan melalui peraturan serta penyediaan infrastruktur pendukung, juga meningkatkan transportasi publik ramah lingkungan.
Bagi industri, pemasokan pada pasar tentang ketersediaan kendaraan ramah lingkungan yang efisien dengan harga terjangkau. Pada akhirnya, kebijakan pemerintah dan upaya industri tidak ada artinya, kecuali bila kita sendiri turut bergerak.
Miharni Tjokrosaputro adalah dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Tarumanagara dan anggota Indonesia Strategic Management Society.