Jumlah pasien kanker tidak pernah berkurang, tetapi selalu bertambah. Kadang fasilitas penunjang pasien di rumah sakit rujukan kanker, seperti tempat tidur dan kursi roda, pun habis.
Oleh
ANITA PUSPA EVIANI
·2 menit baca
Setiap hari Rabu, saya mengunjungi Rumah Sakit Umum Daerah Moewardi, Surakarta, Jawa Tengah, untuk kontrol penyakit kanker yang saya alami. RSUD Moewardi adalah salah satu rumah sakit rujukan kanker di Indonesia.
Di rumah sakit itu, saya bertemu dengan pasien-pasien kanker dari berbagai latar belakang sosial yang sedang berobat. Setiap Rabu, bukannya berkurang pasiennya, melainkan selalu bertambah. Kadang fasilitas penunjang pasien, seperti tempat tidur dan kursi roda, pun habis.
Hal itu terjadi karena membeludaknya pasien yang dirujuk ke rumah sakit ini. Pasien yang dirujuk tak hanya berasal dari sekitar Solo Raya atau Jawa Tengah, tetapi sampai Jawa Timur, bahkan beberapa dari luar Jawa.
Masalah ini tidak hanya dihadapi RSUD Moewardi, pasti juga terjadi di rumah sakit rujukan kanker lainnya. Hal ini disebabkan kurangnya fasilitas pelayanan kanker di sejumlah daerah di Indonesia. Bahkan, terkadang distribusi obat juga tidak merata.
Akibatnya, penumpukan pasien terjadi di rumah sakit-rumah sakit rujukan kanker dan menyebabkan pelayanan terhadap pasien kadang kurang maksimal. Dokter spesialis bisa melayani pasien hingga 100 orang dalam sehari sehingga dokter pun kelelahan. Petugas penunjang medis lainnya mungkin bisa melayani lebih dari itu.
Seharusnya pemerintah menyadari adanya masalah distribusi fasilitas pengobatan kanker di setiap daerah dan berupaya agar tidak terus terjadi penumpukan beban di rumah sakit rujukan kanker.
Padahal, Indonesia termasuk urutan nomor delapan di Asia Tenggara dengan jumlah kasus kanker sebanyak 396.314 dan jumlah kematian 234.511 orang pada tahun 2020. Jumlah kasus kanker terbanyak adalah kanker payudara pada perempuan, yaitu 65.858 kasus dan kanker paru pada laki-laki (34.633 kasus). Ini baru kasus pada orang dewasa. Anak pasien kanker pada 2022 di Indonesia mencapai 2.000 kasus, dengan kasus tertinggi kanker leukemia limfoblastik. Jumlah ini juga diperkirakan semakin bertambah setiap tahun.
Seharusnya pemerintah menyadari adanya masalah distribusi fasilitas pengobatan kanker di setiap daerah dan berupaya agar tidak terus terjadi penumpukan beban di rumah sakit rujukan kanker. Dengan begitu, pasien kanker bisa ditangani secara maksimal.