Jumlah pengguna internet di Indonesia pada periode 2022-2023 sebanyak 215,63 juta orang atau 78,19 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Meskipun demikian, akses internet belum merata.
Oleh
SIWI NUGRAHENI
·4 menit baca
Beberapa waktu lalu saya menemukan seorang ibu di media sosial yang rajin mengunggah video yang bercerita tentang kehidupannya. Ia tinggal di sebuah desa terpencil di pelosok Sumatera Selatan, hidup sebagai petani kopi, dengan tetangga yang tinggal berjauhan serta fasilitas ekonomi (pasar) dan kesehatan (puskesmas) yang cukup jauh dari rumahnya.
Penonton videonya seperti melakukan virtual tour, menjelajahi sudut-sudut desanya. Salah satu video yang diunggah lima jam sebelumnya mendapat puluhan ribu likes. Beberapa kali jeda iklan di tengah-tengah video menandakan mengalirnya rezeki ke dompet sang kreator konten. Jaringan internet telah memungkinkan si ibu di pelosok desa mendapatkan tambahan penghasilan.
Jumlah pengguna internet di Indonesia pada periode 2022-2023 sebanyak 215,63 juta orang atau 78,19 persen dari jumlah penduduk Indonesia.
Internet telah menjadi bagian hidup bagi hampir semua orang. Asosiasi Penyelenggara Jaringan Internet Indonesia (APJII) mencatat, jumlah pengguna internet di Indonesia pada periode 2022-2023 sebanyak 215,63 juta orang atau 78,19 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Meskipun demikian, akses internet belum merata.
Ada kesenjangan antarwilayah di Indonesia. Jawa dan Sumatera menyumbang lebih dari 78 persen dari total pengguna internet. Sementara penduduk di wilayah timur Indonesia, seperti Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Papua, hanya sebagian kecil yang memiliki akses internet.
Kesenjangan akses internet juga terjadi antara desa dan kota. Dari 74.000 lebih desa di Indonesia, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi mencatat masih ada 12.000 desa yang belum memiliki akses internet serta lebih dari 9.000 desa merupakan desa terdepan, tertinggal, dan terluar (3T).
Gambaran kesenjangan semakin terang jika kita melihat tolok ukur desa dengan akses internet. Minimal ada satu rumah di desa (biasanya kantor kepala desa) yang tersambung internet, maka desa tersebut dihitung sudah memiliki akses internet.
Pandemi Covid-19 yang mengharuskan belajar (bersekolah) dari rumah menyisakan cerita tentang kesulitan banyak siswa di desa-desa dalam mengakses internet. Ini makin mempertegas kesenjangan tersebut.
Ragam manfaat
Tidak hanya memberikan kesempatan menjadi kreator konten bagi penggunanya atau melakukan kegiatan belajar-mengajar jarak jauh, internet di perdesaan juga memiliki banyak manfaat. Beberapa desa dan warganya mampu meningkatkan pendapatan mereka dari hasil menjual barang produksi mereka lewat internet.
BUMDes Gelaranyar, Kabupaten Cianjur, berhasil memangkas rantai pasok dan akhirnya meningkatkan harga jual gula aren hasil produksi petani di desanya dengan memasarkan produk lewat media sosial. Para petani sayur di Desa Suntenjaya, Kabupaten Bandung Barat, menjangkau lebih banyak pembeli setelah bermitra dengan Sayurbox, sebuah aplikasi berbelanja sayur secara daring. Bukan hanya jangkauan pemasaran yang lebih luas, harga produk juga menjadi lebih stabil.
Cara bertani juga mendapat sentuhan menguntungkan gara-gara internet. Pertanian hortikultura organik berbasis internet di Desa Gobleg, Kabupaten Buleleng, berhasil memangkas biaya produksi dan meningkatkan produktivitas.
Dengan internet, petani sayur dan buah di desa tersebut dapat menyiram dan memantau kondisi kebun mereka dari jauh dengan menggunakan telepon pintar. Lebih akurat dari sisi waktu dan jumlah.
Smart farming juga telah meningkatkan kondisi ekonomi petani padi di sejumlah desa, di antaranya Desa Battal di Kabupaten Situbondo dan Desa Pule di Kabupaten Wonogiri.
Di sektor perikanan ada e-Fishery, salah satu aplikasi digital untuk mengelola tambak dan kolam berbasis internet yang menurut penemunya sudah banyak digunakan oleh petambak di Jawa, Lampung, Bali, dan Sumbawa. e-Fishery membantu para peternak ikan pemakainya mengatur jadwal dan jumlah pakan ikan dan udang dengan lebih tepat melalui telepon pintar. Dampak baiknya adalah meningkatnya hasil produksi petani perikanan.
Mengurangi kesenjangan
Kesadaran akan banyaknya manfaat internet membuat pemerintah bertekad memberikan akses internet sampai ke desa-desa terpencil, daerah 3T. Sayangnya, niat pemerintah tersebut ternoda oleh perilaku pejabatnya.
Korupsi pembangunan base transceiver station (BTS), infrastruktur utama dalam penyediaan internet, tidak hanya merugikan negara senilai Rp 8 triliun. Tindakan itu juga menghilangkan kesempatan warga, terutama mereka yang tinggal di wilayah-wilayah pelosok Indonesia, mendapatkan manfaat dari penggunaan internet yang berpotensi meningkatkan kesejahteraan. Kerugian yang tidak akan terbayar meskipun dengan cara merampas seluruh aset yang dimiliki koruptornya.
Internet terbukti memberikan banyak manfaat bagi penduduk di perdesaan. Kesejahteraan ekonomi warga desa meningkat lewat penggunaan internet, mulai dari kenaikan produktivitas tanaman padi, hortikultura, dan perikanan hingga makin meluasnya jangkauan pemasaran berbagai produk dari wilayah-wilayah perdesaan.
Penyelewengan dana pembangunan dalam upaya menyediakan internet bagi penduduk di wilayah terpencil tidak hanya merugikan pemerintah, tetapi juga menghalangi potensi penduduk di wilayah tersebut meningkatkan kesejahteraan mereka.
Editor:
FX LAKSANA AGUNG SAPUTRA
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.