Kelahiran badak sumatera menjadi kabar gembira sekaligus pengingat bahwa manusia berbagi ruang di satu planet Bumi.
Oleh
Redaksi Kompas
·3 menit baca
Ratu, badak sumatera betina di penangkaran, melahirkan untuk ketiga kalinya. Kita syukuri, di tengah pembangunan yang masih mengeksploitasi alam.
Badak betina berusia 23 tahun itu pasangan Andalas, badak jantan 22 tahun yang didatangkan dari Cincinnati, Amerika Serikat, tahun 2007 dalam upaya global mengonservasi satwa dilindungi yang terancam punah. Sejak itu, keduanya berpasangan di Suaka Rhino Sumatera (SRS) Taman Nasional Way Kambas, Lampung.
Seusai kabar kelahiran itu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar memaknainya sebagai kabar gembira bagi dunia konservasi. Sepatutnya demikian. Kelahiran ini menambah jumlah badak sumatera di SRS Way Kambas menjadi sembilan ekor, sekaligus menambah populasi global.
Dengan kelahiran ini, Ratu telah tiga kali melahirkan. Semuanya terjadi di kandang konservasi semi-alami yang dikelola dengan pendampingan ketat dari para ahli, termasuk ahli gizi satwa, demi suksesnya upaya melawan kepunahan.
Kelahiran ini kado istimewa di tengah beratnya menjaga habitat asli aneka satwa liar ikonik dari hantaman eksploitasi sumber daya alam yang kencang. Sungguh susah dibendung.
Sejauh ini, tidak ada data pasti jumlah badak sumatera di habitat aslinya. Yang pasti, data KLHK, hanya ada empat lokasi di Pulau Sumatera dengan populasi badak masing-masing kurang atau lebih dari 15 ekor. Populasi yang ada di Pulau Kalimantan jauh lebih sedikit.
Tak kalah memprihatinkan nasib badak jawa, badak bercula satu, yang hanya ada di Taman Nasional Ujung Kulon, Banten, yang jumlahnya tak jauh dari estimasi 50-60 ekor, sejak lama. Bahkan, tahun 2021, 15 ekor badak jawa di sana dilaporkan hilang (Kompas.id, 12 April 2023).
Penggiringan badak bernama Harapan dari kandang lama ke kandang baru di Suaka Rhino Sumatera (SRS), Taman Nasional Way Kambas, Lampung Timur, Lampung, Rabu (30/10/2019).
Temuan berdasarkan rekaman kamera penjebak oleh sebuah LSM itu disanggah KLHK. Namun, temuan kematian alami badak jawa di Ujung Kulon itu tidak dibantah.
Badan Konservasi Dunia (IUCN) pun menempatkan status badak sumatera dalam kategori kritis atau terancam punah, dua tahap sebelum punah. Tahap di bawah punah adalah kepunahan di alam liar. Badak afrika kurang lebih sama.
Berdasarkan analisis data populasi atau habitatnya (PHVA) tahun 2016, jumlah badak sumatera di alam liar kurang dari 100 individu. Tren populasi yang menyusut ini serupa dengan flagship spesies sumatera lainnya: orangutan dan harimau!
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Selasa (30/4/2019), merilis foto kematian seekor badak jawa remaja di Taman Nasional Ujung Kulon, Banten.
Di tengah terus menyusutnya habitat asli dan persoalan reproduksi, badak-badak yang kian langka dan terancam punah itu terus diburu secara liar untuk diambil culanya. Tanpa kemauan politik dan penegakan hukum serta upaya kuat menjaga habitat tersisa dan intervensi teknologi reproduksi, kabar gembira dari Ratu seperti saat ini datangnya akan semakin jarang. Langka, sebagaimana nasibnya.
Kita dukung upaya konservasi berbasis sains dan teknologi serta kita dorong pembangunan berkelanjutan yang bertanggung jawab. Mari berbagi ruang di satu planet Bumi.