Dengan keterbatasan pelonggaran kebijakan moneter, kebijakan fiskal harus lebih berperan. Karena permasalahan lebih pada menjaga nilai tukar, bukan lagi inflasi. Juga menjaga stabilitas harga beras tak naik, memberatkan.
Oleh
UMAR JUORO
·4 menit baca
Bank sentral masih dihadapkan pada tantangan untuk menyeimbangkan antara inflasi dan pertumbuhan. Di negara maju, inflasi masih jauh di atas target 2 persen.
Inflasi di Amerika Serikat sudah menurun ke 3,7 persen dengan pertumbuhan ekonomi masih positif, karena itu suku bunga dipertahankan dengan kemungkinan November masih akan dinaikkan. Bank sentral Eropa, European Central Bank (ECB), sebelumnya menaikkan suku bunga ke 4 persen dengan inflasi masih relatif tinggi 5,3 persen.
Sementara itu, bank sentral di beberapa negara berkembang mulai menurunkan suku bunganya, antara lain China, Brasil, dan Chile, untuk mendorong pertumbuhan. Bank sentral terus berupaya menekan inflasi dengan tetap menjaga pertumbuhan positif atau soft landing. Kenaikan suku bunga yang terlalu tinggi dapat menyebabkan resesi atau hard lending. Di sinilah pentingnya superposisi antara inflasi dan pertumbuhan.
The Fed kemungkinan akan menaikkan suku bunga satu kali lagi pada November sebesar 0,25 persen. Tahun depan The Fed masih mempertahankan suku bunga tinggi dengan tidak banyak menurunkan suku bunga, kemungkinan hanya 0,5 persen. Kebijakan The Fed ini memengaruhi kebijakan bank sentral negara-negara lain.
Berbeda dengan bank sentral negara berkembang lain, Bank Indonesia (BI) cenderung mengikuti The Fed dengan mempertahankan suku bunga kebijakan pada 5,75 persen.
BI mengikuti The Fed
Berbeda dengan bank sentral negara berkembang lain, Bank Indonesia (BI) cenderung mengikuti The Fed dengan mempertahankan suku bunga kebijakan pada 5,75 persen. Walaupun inflasinya cukup rendah di 3,27 persen, suku bunga dipertahankan.
Perhatian BI lebih pada stabilitas nilai tukar rupiah daripada inflasi yang sudah menurun. Jika pada November nanti The Fed menaikkan suku bunga 0,25 persen, kemungkinan BI tetap mempertahankannya. Ini berarti rupiah semakin mendapatkan tekanan.
Jika tahun depan The Fed kemungkinan hanya akan menurunkan suku bunga 0,50 persen, kemungkinan BI juga hanya sebesar itu penurunan suku bunga kebijakannya. Karena itu, kebijakan moneter dalam menstimulasi pertumbuhan kurang bisa diharapkan. BI lebih mengandalkan kebijakan makroprudensial dengan giro wajib minimum (GWM) yang diturunkan.
Sekalipun belakangan ini harga beras dan minyak meningkat serta menyumbang pada inflasi, hal itu masih terkendali dan tak terlalu mengkhawatirkan. Langkah-langkah nonmoneter dalam stabilitas harga, terutama harga beras, dioptimalkan untuk membuat inflasi bisa dikendalikan.
Pertumbuhan ekonomi masih cukup baik, berkisar di angka 5 persen.
Ilustrasi
Ketika ekonomi negara maju diusahakan untuk soft landing, ekonomi Indonesia masih terbang menjelajah dengan baik (cruishing). Walaupun kecepatan dan ketinggiannya belum optimal, hal itu masih bisa dinaikkan.
Konsumsi masih tumbuh tinggi dengan optimisme konsumen. Investasi pertambangan dan hilirisasi bahan mentah meningkat lumayan. Neraca perdagangan juga masih positif dengan masih tingginya harga batubara dan CPO sebagai komoditas unggulan.
Pertumbuhan kredit, sekalipun melemah, masih di sekitar 9 persen, setara dengan pertumbuhan ekonomi yang sekitar 5 persen. Kredit konsumsi masih tinggi, sekitar 9 persen, sekalipun kredit modal kerja terlihat melemah di sekitar 6 persen. Dengan naiknya suku bunga pinjaman, banyak debitor yang melunasi pinjaman.
Pelaku ekonomi yang besar tampaknya juga masih menunggu perkembangan ekonomi global, khususnya China, dengan harapan terjadi perbaikan. Sekalipun mereka tidak khawatir dengan Pemilu dan Pemilihan Presiden 2024, beberapa dari mereka menunggu hasil pemilihan.
Dengan anggaran yang surplus sampai sekarang ini, semestinya insentif pajak lebih besar diberikan.
Mendorong pertumbuhan
Pemerintah berusaha mendorong pertumbuhan dengan memfasilitasi investasi, khususnya berkaitan dengan hilirisasi industri dan elektrifikasi kendaraan. Dengan anggaran yang surplus sampai sekarang ini, semestinya insentif pajak lebih besar diberikan.
Fokusnya bisa pada kegiatan transisi energi dan perkembangan energi terbarukan. Subsidi minyak juga bisa digeser ke kendaraan listrik dan energi terbarukan.
Purchasing Managers’ Index (PMI) sebesar 53,3 menunjukkan bahwa sektor manufaktur mengalami ekspansi cukup berkepanjangan. Hanya pertumbuhan sektor manufaktur masih di bawah pertumbuhan ekonomi, yaitu 4,8 persen. Pangsanya terhadap perekonomian semestinya juga lebih tinggi dari sekarang yang 18 persen.
Pengembangan hilirisasi dan kendaraan listrik serta baterai diharapkan dapat meningkatkan pangsa dan pertumbuhan. Secara sektoral, industri manufaktur yang menjadi tumpuan untuk meningkatkan pertumbuhan.
Dengan keterbatasan pelonggaran kebijakan moneter, kebijakan fiskal harus lebih besar berperan. Karena permasalahan lebih pada menjaga nilai tukar, bukan lagi inflasi, kebijakan fiskal bisa mendorong peningkatan cadangan devisa melalui insentif investasi dan ekspor yang ditingkatkan.
Bagi rakyat kebanyakan, ada kekhawatiran bahwa kenaikan harga beras memberatkan. Karena itu, upaya stabilitas harga beras bagi mereka sangat menentukan. Tingkat pengangguran menurun ke 5,45 persen, tetapi belum memadai untuk perbaikan taraf kehidupan secara signifikan. Penciptaan kesempatan kerja, terutama di sektor manufaktur, sangat diharapkan.