Pangkal dari kembalinya aktivitas eksploitasi pasir laut adalah kehadiran Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Aktivitas eksploitasi pasir laut marak dilakukan. Banyak kerugian akibat tindakan ini. Aturan yang memberi peluang aktivitas ini perlu direvisi demi kesejahteraan masyarakat pesisir.
Kapal Pengawas Hiu 01 Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menghentikan tiga kapal milik perseorangan yang diduga melakukan eksploitasi pasir laut tanpa izin di perairan Pulau Rupat, Bengkalis, Riau. Pulau Rupat merupakan salah satu dari pulau-pulau kecil terluar kawasan strategi nasional tertentu.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Laksamana Muda TNI Adin Nurawaluddin mengemukakan, tiga kapal itu terdiri dari dua kapal pengangkut pasir dan satu kapal isap. Kapal-kapal itu adalah kapal pengangkut pasir KM Arfan II berbobot 23 gros ton (GT) dan KM Terubuk (34 GT) serta KM Pengisap Pasir berukuran 4 GT. Setiap kapal diawaki tiga anak buah kapal (Kompas, 23/9/2023).
Penangkapan kapal ini adalah satu di antara aktivitas eksploitasi pasir laut yang telah lama menjadi keprihatinan banyak pihak. Setelah sekian lama terhenti, aktivitas penyedotan pasir laut terjadi kembali. Banyak pihak menyesalkan masalah ini.
Pangkal dari kembalinya aktivitas ini adalah kehadiran Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Aturan ini meski memiliki niat baik, yaitu untuk menanggulangi sedimentasi yang dapat menurunkan daya dukung dan daya tampung ekosistem pesisir dan laut serta kesehatan laut; juga mengoptimalkan hasil sedimentasi di laut untuk kepentingan pembangunan serta rehabilitasi ekosistem pesisir dan laut, memberi peluang sejumlah pihak untuk melakukan aktivitas di luar keinginan aturan tersebut.
Kita beruntung Kementerian Kelautan dan Perikanan melakukan tindakan itu karena hingga kini turunan dari PP itu belum terbit. Kebijakan itu, di antaranya, bertujuan menata pemanfaatan pasir laut agar tidak merusak lingkungan. Terkait pelanggaran kapal-kapal isap dan pengangkut pasir laut, kementerian akan fokus pada kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dan ekosistem laut.
Akan tetapi, sebaiknya peluang untuk mengeksploitasi pasir laut ditutup selamanya. Penggunaan istilah sedimentasi memberi kesan peraturan itu untuk menyelesaikan masalah di sejumlah perairan. Namun, teknologi untuk pengambilan sedimentasi lebih mahal sehingga para pencari pasir laut berpotensi mencari cara lain, yaitu menyedot langsung pasir laut.
Polemik beberapa tahun lalu tentang pasir lain mengindikasikan banyak pihak berkepentingan dengan pasir laut. Mereka tentu menginginkan perubahan aturan yang memberi peluang mereka untuk kembali beroperasi. Oleh karena itu, dipastikan mereka akan memanfaatkan celah aturan yang memungkinkan mereka melakukan eksploitasi.
Kerusakan lingkungan yang sangat besar sehingga masyarakat pesisir akan terdampak menjadi alasan substansial pelarangan eksploitasi pasir laut dan sejenisnya. Kedaulatan negara di sisi lain menjadi hal yang tak kalah penting menjadi perhatian pemerintah.