Posisi Persaingan Usaha dalam Isu Perlindungan Lingkungan
Belum ada pedoman yang jelas dan mengikat secara hukum yang menunjukkan kepada pelaku usaha bagaimana menyelaraskan keputusan bisnis yang berkelanjutan dengan kebijakan persaingan usaha di Indonesia.
Oleh
CENUK SAYEKTI
·3 menit baca
Isu keberlanjutan bukanlah barang usang dalam hukum persaingan usaha. Bahkan, Uni Eropa dalam regulasinya memiliki konsensus yang tegas bahwa penegakan hukum persaingan usaha harus berhati-hati agar tidak menghalangi kerja sama antarperusahaan yang memfasilitasi realisasi dalam mencapai tujuan kebijakan iklim yang berkelanjutan.
Tugas utama hukum persaingan usaha adalah melindungi persaingan itu sendiri, terlepas apakah perilaku korporasi tersebut menjaga lingkungan ataupun tidak. Hukum persaingan usaha tidak membedakan keduanya sepanjang perilaku korporasi tidak menghilangkan persaingan.
Lantas, di manakah posisi hukum persaingan usaha dalam gerakan perlindungan lingkungan dari kerusakan yang disebabkan oleh perilaku korporasi? Ibarat pedang dengan dua sisi tajam, hukum persaingan usaha dapat menjadi instrumen untuk menghalangi perilaku ataupun perjanjian antarpelaku usaha yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan, tetapi di sisi lain hukum persaingan usaha justru menjadi penghalang utama penerapan kebijakan untuk melindungi lingkungan hidup dari kerusakan. Pada konteks ini, interaksi antara isu keberlanjutan (sustainability) dan persaingan menghadirkan konflik yang rumit, salah satunya adalah greenwashing cartel.
Istilah greenwashing dikemukakan oleh aktivis lingkungan Jay Westerveld dalam sebuah esai tahun 1986 yang menyatakan bahwa industri hotel secara keliru mempromosikan penggunaan kembali handuk sebagai bagian dari strategi lingkungan yang lebih luas. Padahal, tindakan tersebut dimaksudkan sebagai upaya penghematan biaya yang dilakukan oleh perusahaan.
Tujuan utama greenwashing adalah untuk memberikan konsumen suatu nuansa atau kesan bahwa perusahaan tertentu menghasilkan produk yang berpihak kepada keselamatan lingkungan. Akan tetapi, pada faktanya, perusahan justru menghabiskan banyak sumber dayanya untuk mempromosikan bahwa mereka ramah lingkungan daripada dampak ekologis akan produknya.
Berlindung di balik isu berkelanjutan
Greenwashing saat ini juga digunakan untuk merujuk kepada pelaku usaha mana pun yang tampaknya mengadopsi praktik-praktik lingkungan baru, tetapi pada kenyataannya menghilangkan persaingan usaha dengan tujuan menguasai pangsa pasar.
Contoh sederhana praktik greenwashing dalam persaingan usaha adalah di mana sebuah perusahaan ingin membangun pabrik produksi baru yang lebih sustainable dengan menutup pabrik lama. Oleh karena biaya investasi pabrik baru itu besar, konsekuensinya perusahaan harus menaikkan harga jual produk/jasa. Hal ini menimbulkan kekhawatiran perusahaan akan adanya kerugian jika dibandingkan dengan pelaku usaha pesaing yang tidak mengambil langkah yang serupa.
Akibatnya, perusahaan melakukan kesepakatan dengan dua pesaing utamanya yang juga memodernisasi pabrik mereka demi kepentingan perlindungan lingkungan. Sepintas hal ini sesuai dengan kebijakan keberlanjutan untuk lingkungan yang lebih baik. Namun, dari sudut pandang hukum persaingan usaha, kesepakatan ini dapat menjadi kesepakatan yang menghilangkan persaingan.
Uni Eropa menggunakan kriteria tertentu untuk menilai apakah pelaku usaha dan pesaingnya tidak berlindung di balik isu keberlanjutan.
Pertanyaannya adalah: apakah mungkin para pelaku usaha pesaing bekerja sama untuk mengembangkan produk yang ramah lingkungan dalam proses produksi tanpa melakukan tindakan antipersaingan? Beberapa negara, misalnya Uni Eropa, telah menerapkan pedoman persaingan usaha yang membantu pelaku usaha untuk dapat menerapkan perjanjian bisnis berbasis perlindungan lingkungan hidup yang berkelanjutan tanpa melanggar undang-undang persaingan usaha.
Uni Eropa menggunakan kriteria tertentu untuk menilai apakah pelaku usaha dan pesaingnya tidak berlindung di balik isu keberlanjutan. Pertama, perjanjian tersebut dibuat memang diperlukan untuk mencapai tujuan menjaga lingkungan hidup dari kerusakan. Kedua, perjanjian tidak boleh mengarah pada penghilangan persaingan di antara pelaku usaha di pasar bersangkutan yang sama. Ketiga, kesepakatan tidak boleh mengarah pada terciptanya posisi dominan.
AXEL JOSHUA HALOMOAN RAJA HARIANJA
Aksi demonstrasi Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) mendesak Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk mengusut dugaan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dalam industri sawit dan program biodiesel di depan Gedung KPPU, Jakarta, Selasa (15/11/2022).
Pertanyaan selanjutnya adalah apakah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dapat digunakan sebagai dasar hukum untuk mengecualikan perjanjian keberlanjutan yang bersifat restriktif di antara para pesaing dari larangan kartel demi menjaga lingkungan dari kerusakan? Jawabannya tentu saja dapat diterapkan sepanjang perilaku ataupun perjanjian di antara pelaku usaha tersebut menghilangkan persaingan.
Akan tetapi, sejauh ini, belum terdapat pedoman yang jelas dan mengikat secara hukum yang menunjukkan kepada pelaku usaha bagaimana menyelaraskan keputusan bisnis yang berkelanjutan dengan kebijakan persaingan usaha di Indonesia. Padahal, ini merupakan faktor penting bagi pelaku usaha untuk mendapatkan kepastian hukum mengenai cakupan dan batasan perjanjian dan kerja sama yang berkelanjutan berdasarkan UU Persaingan Usaha.
Otoritas persaingan dapat memfasilitasi inisiatif perusahaan—yang sering kali melibatkan perjanjian atau tindakan terkoordinasi antar pesaing—yang berkontribusi kepada metode produksi atau distribusi yang lebih berkelanjutan dan dengan demikian mencapai tujuan keberlanjutan. Selain itu, perlu ada pedoman bagi pelaku usaha tentang cara mengatasi hambatan hukum persaingan usaha terkait kerja sama dengan tujuan mencapai tujuan keberlanjutan. Hal ini dilakukan agar UU Persaingan Usaha tidak menjadi penghalang inisiatif kebijakan keberlanjutan antarpelaku usaha.
Dengan begitu, hukum persaingan usaha memiliki posisi yang signifikan dalam isu keberlanjutan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Pengawas persaingan usaha pun memiliki peranan yang besar dengan mengatasi tantangan seperti greenwashing cartel. Dengan bersinergi bersama kebijakan lingkungan hidup keduanya dapat saling memperkuat dengan memadukan alokasi sumber daya yang efisien dan berinovasi untuk mendorong praktik bisnis yang berkelanjutan dan tetap melindungi persaingan.