Waspadai Dampak Kebakaran Hutan
Kebakaran hutan yang meluas tidak terkendali tentu akan berdampak buruk pada masyarakat dan merusak biodiversitas dan ekosistem. Jangan menunggu sampai sudah lebih parah, seperti terjadi pada polusi udara Jakarta.
Sudah cukup lama polusi udara menghantam Jakarta dan sekitarnya. Angka indeks kualitas udara (air quality index/AQI)-nya sampai lebih dari 150, atau masuk kategori berbahaya.
Kadar partikelnya juga amat tinggi, misalnya PM 2,5 (particulate matter 2,5 micron), angkanya lebih dari 50 µg/m3. Padahal, ambang batas (NAB) 24 jamnya 15 µg/m3 dan NAB rata-rata tahunannya bahkan seharusnya hanya 5 µg/m3.
Berbagai upaya sudah dan sedang dilakukan untuk menangani polusi udara di Jakarta dan sekitarnya. Berbagai upaya itu dilakukan sesudah kadar polutan di udara sudah telanjur tinggi, bahkan sangat tinggi.
Jika dari beberapa bulan lalu dilakukan antisipasi sejak awal, situasinya tentu dapat lebih dikendalikan.
Dampak pada kesehatan
Saat ini kita juga sedang menghadapi potensi polusi udara lain, yang bukan tak mungkin cakupannya jauh lebih luas dan kadar pencemaran udaranya lebih tinggi daripada keadaan sekarang di Jakarta dan sekitarnya.
Ancaman ini berasal dari kebakaran hutan dan lahan (karhutla), yang kini sudah terjadi di beberapa wilayah Indonesia. Pada 4 September lalu, misalnya, Kompas.id melaporkan karhutla sedikitnya terjadi di 34 titik di beberapa wilayah.
Ancaman terjadinya kebakaran hutan dan lahan sebenarnya sudah diingatkan oleh berbagai badan dunia, antara lain dalam kaitannya dengan fenomena El Nino yang kini melanda dunia, dan diperkirakan masih akan berlangsung beberapa waktu ke depan.
Badan Meteorologi Dunia (WMO) menyatakan, ada sekitar 90 persen kemungkinan El Nino sekarang ini akan terus berlanjut sampai akhir tahun ini, dengan derajat sedang atau bahkan lebih tinggi lagi.
Fenomena El Nino, menurut Badan Atmosfer dan Kelautan Nasional Amerika Serikat (NOAA), dapat meningkatkan temperatur dunia sekitar 0,2 derajat. Ini artinya, suhu global kemungkinan akan mencapai 1,5 derajat celsius, dan ini merupakan batas pemanasan global (global warming limit).
Ini artinya, suhu global kemungkinan akan mencapai 1,5 derajat celsius, dan ini merupakan batas pemanasan global ( global warming limit).
WMO juga menyatakan, El Nino berpotensi menyebabkan kekeringan hebat (severe droughts) di Indonesia, Australia, dan sebagian Asia Selatan. Data lain menyebutkan, Indonesia dan Australia kemungkinan akan menghadapi musim panas yang lebih panjang dan kebakaran hutan. Dan ini sudah terjadi.
Selain kebakaran hutan, El Nino juga berdampak langsung terhadap kesehatan. Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Juni 2023 menyatakan, sehubungan dengan kejadian El Nino, WHO sekarang bersiap menghadapi kemungkinan peningkatan penularan penyakit akibat virus, seperti dengue, zika, dan cikungunya.
Diungkapkan, perubahan cuaca akibat El Nino akan memengaruhi pola hidup nyamuk, dan berbagai jenis nyamuk ini amat berperan dalam penyebaran banyak sekali penyakit menular, di dunia, dan juga di negeri kita.
Dari pengalaman sebelumnya, kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia tidak hanya masalah nasional, tetapi juga berdampak internasional karena asapnya sampai ke negara-negara tetangga, hingga memicu isu diplomatik.
Dari catatan keterlibatan penulis dalam analisis kebakaran hutan besar tahun 1997-1998, dengan penulis mengalami sendiri paparan asap kebakaran hutan yang amat pekat, angka indeks standar pencemar udara (ISPU)—semacam indeks kualitas udara sekarang—saat itu mencapai ratusan, dengan berbagai dampaknya yang juga sangat luas pada kesehatan.
Waktu itu, kebakaran melanda beberapa wilayah di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, dan sebagian Indonesia timur. Akibatnya, asap sampai ke beberapa negara tetangga ASEAN. Dari laporan Time, kebakaran yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada Oktober-November 1997 hingga 1998, waktu itu menghancurkan hingga 8 juta hektar lahan.
Hutan di Indonesia selama ini merupakan aset penting dunia. United Nations Collaborative Programme on Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation in Developing Countries (UN- REDD) pada Juni 2023 menyebutkan, Indonesia memegang peran amat penting dalam emisi gas rumah kaca yang berasal dari perubahan penggunaan lahan dan hutan. Kontribusinya disebutkan mencapai 27 persen dari total emisi global. Artinya, kalau terjadi kebakaran hutan kita, dampaknya tidak sederhana.
Yang harus kita lakukan
Dengan semakin meningkatnya suhu bumi, tantangan untuk menurunkan risiko terjadinya kebakaran hutan juga semakin berat. Program Lingkungan PBB (UNEP) sudah mengeluarkan seruan penting (urgent call) kepada pemerintah semua negara di dunia, termasuk Indonesia, agar meninjau ulang pendekatannya dalam mengantisipasi dan menangani kebakaran hutan.
WMO juga mendesak pemerintah sejumlah negara, termasuk Indonesia, untuk mengambil langkah adekuat guna memobilisasi persiapan dalam antisipasi El Nino serta mencegah dampak buruk bagi manusia.
UNEP memperkenalkan pendekatan baru yang disebut Fire Ready Formula, yaitu agar 66 persen kekuatan dan anggaran digunakan untuk perencanaan, pencegahan, penyiapan, dan pemulihan; serta 34 persen lainnya untuk kegiatan respons langsung kalau kebakaran sudah terjadi.
UNEP juga menekankan negara-negara di dunia perlu mengutamakan restorasi ekosistem dan harus bisa meminimalkan risiko kebakaran hutan yang amat besar dan parah.
Dalam pengendalian menyeluruh kebakaran hutan secara terintegrasi selama ini, ada konsep 5R, yaitu review and analysis, risk reduction, readiness, response, recovery.
Dalam R yang pertama, sejak sekarang harus dikumpulkan semua data dan pengalaman dari kejadian kebakaran hutan kita sebelum ini, dan kenali serta kuasai faktor-faktor kritisnya. Untuk R yang kedua, perlu dipersiapkan dan dilakukan semua upaya untuk mengurangi dampak buruk kebakaran hutan yang akan terjadi. R yang ketiga, dilakukan dengan mengambil berbagai langkah, baik di komunitas, petugas di lapangan, maupun penentu kebijakan publik. R keempat mengatur apa yang harus dilakukan ketika kebakaran sudah terjadi dan menimbulkan dampak buruk bagi manusia dan lingkungan. R terakhir menjadi panduan apa yang harus dilakukan sesudah kebakaran hutan dapat ditanggulangi.
Dengan semakin meningkatnya suhu bumi, tantangan untuk menurunkan risiko terjadinya kebakaran hutan juga semakin berat.
Kebakaran hutan yang meluas tidak terkendali tentu akan berdampak buruk pada masyarakat, apalagi asapnya juga dapat terbang cukup jauh. Kebakaran hutan juga akan merusak biodiversitas dan ekosistem, dan ini menjadi ancaman serius bagi Indonesia yang kaya dengan biodiversitas.
Pada saat yang sama, kebakaran hutan yang besar juga akan berpengaruh dan memperburuk perubahan cuaca bumi dan akan menumpahkan gas rumah kaca ke atmosfer.
Kita tak ingin semua ini terjadi. Jangan menunggu sampai sudah lebih parah, seperti terjadi pada polusi udara Jakarta.
Baca juga: Kebakaran Hutan di Gunung Arjuno Capai 3.910 Hektar, Meluas ke Batu dan Mojokerto
Tjandra Yoga Aditama Direktur Pascasarjana Universitas YARSI, Guru Besar FKUI, Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara