Hal lain yang terus kita ingatkan adalah perlunya kita untuk terus-menerus memahami sains dan teknologi geologi, khususnya yang terkait dengan potensi kegempaan di Tanah Air dan dunia.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Oleh sifatnya yang belum bisa diprediksi, manusia harus hidup di bawah ancaman gempa. Di sisi lain punya tanggung jawab untuk melakukan tindakan mitigasi.
Mitigasi untuk meminimalkan kerusakan dan korban. Untuk itu, pengetahuan geologi dan program mitigasi perlu terus dikembangkan dan dilatihkan.
Hari-hari ini, hati dan pikiran kita masih terus melayang ke Maroko yang Jumat (8/9/2023) malam diguncang gempa bermagnitudo 6,8. Menurut Badan Geologi Amerika Serikat, pusat gempa ada di 71 kilometer barat laut kota wisata Marrakesh. Hingga Minggu (10/9), korban dilaporkan sudah melampaui 2.000 jiwa, selain 1.400 yang luka-luka.
Pusat gempa di wilayah yang sulit dijangkau. Bantuan yang dibutuhkan korban, seperti bahan makanan dan air bersih, pun sulit disalurkan. Padahal, salah satu kunci untuk menyelamatkan korban adalah kecepatan menyalurkan kebutuhan. Ini tantangan untuk menolong dan menyelamatkan korban.
Sering kali skala kehancuran demikian masif sehingga negara tidak sanggup menolong dirinya sendiri. Dibutuhkan bantuan internasional. Kita bersyukur, meski dunia di sana-sini ada perang dan perselisihan, semangat kemanusiaan tak pernah luntur. Negara yang belum berkecukupan pun tidak segan mengulurkan tangan, memberikan bantuan kemanusiaan bagi korban bencana alam.
Saat perhatian kita masih terpusat pada gempa Maroko, di Indonesia juga terjadi gempa di Donggala, Sulawesi Tengah, dan Laut Bali. Dilaporkan tidak ada korban jiwa, tetapi terjadi kepanikan di kalangan warga (Kompas, 10-11/9/2023).
Hal lain yang terus kita ingatkan adalah perlunya kita untuk terus-menerus memahami sains dan teknologi geologi, khususnya yang terkait dengan potensi kegempaan di Tanah Air dan dunia. AS memiliki USGS, Badan Survei Geologi, yang mampu mendeteksi gempa yang terjadi di berbagai tempat di dunia.
Untuk Indonesia, baik jika kita bisa memantau potensi gempa di Tanah Air. Lebih baik lagi jika Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) terus menyosialisasikan pentingnya mitigasi gempa ke wilayah yang ditengarai rawan gempa bumi. Untuk Maroko, USGS segera mengetahui, gempa itu disebabkan tabrakan Lempeng Afrika dan Eurasia.
Jika perlu, ada penguatan bangunan, atau relokasi warga ke wilayah yang lebih aman. Kita tahu, wilayah di bagian selatan Sumatera, Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara termasuk rawan gempa. Itu cukup menjadi dasar untuk memberikan perhatian khusus pada wilayah itu, tanpa bermaksud menakut-nakuti warga, tetapi justru untuk meningkatkan kewaspadaan.
Kegiatan prabencana tentu membutuhkan investasi, tetapi ini lebih baik daripada mengabaikannya. Ingat, Indonesia berada di wilayah Cincin Api, yang meniscayakan gempa bumi dan letusan gunung berapi sebagai ”tinggal tunggu saat”.
Jangan ragu membeli pesawat angkut untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan. Juga meningkatkan fasilitas pemantauan bencana. Berikan pula beasiswa bagi orang muda yang tertarik pada ilmu-ilmu kebumian.