Sebagai ormas berbasis keagamaan dengan jumlah pengikut terbanyak, suara warga NU menjadi komoditas politik yang diperebutkan setiap ajang pemilu. PBNU jangan terseret arus atau tergoda iming-iming politik praktis.
Oleh
M NADZIRUMMUBIN
·2 menit baca
Tulisan Gus Ulil, ”Politik Nahdlatul Ulama” (Kompas, 7/9/2023) menjelaskan sikap PBNU secara kelembagaan ”netral” atau tidak akan cawe- cawe dalam sikap dukung-mendukung calon presiden (capres) ataupun calon wakil presiden (cawapres) pada Pemilu 2024. Namun, realitas dinamika politik yang terjadi di tubuh NU belakangan ini berkata sebaliknya.
Sangat disayangkan apabila sikap netral kelembagaan yang seharusnya menjadi kesadaran dan tanggung jawab bersama para pengurus struktural NU (jam’iyah) harus tercederai dengan tindak laku dan ucapan yang kontraproduktif. Jejak digital telah merekam beberapa pernyataan/tanggapan pengurus NU yang mengundang kegaduhan di kalangan warga NU (jamaah).
Misalnya salah satu pengurus PBNU melontarkan pernyataan siapa pun capres yang akan menggandeng Muhaimin Iskandar sebagai cawapres akan mengalami kekalahan. Bahkan, Sekretaris Jenderal PBNU mengklaim banyak warga NU yang menginginkan Erick Thohir menjadi cawapres Ganjar Pranowo.
Pernyataan bernuansa politik macam demikian sungguh kurang elok untuk diucapkan dalam kapasitasnya sebagai pengurus NU, apalagi hanya ditujukan pada salah satu kandidat dengan membawa embel-embel warga NU. Hal ini justru akan menggiring perspektif publik, khususnya bagi nahdliyin, untuk mempertanyakan ulang sikap netral PBNU yang cenderung tendensius pada kandidat tertentu.
Terlebih Gus Ulil juga menyebutkan bahwa PBNU hanya concern pada politik yang bersifat substantif. Dengan kata lain, bukan domain PBNU secara kelembagaan untuk mengomentari politik elektoral, pun dalam kapasitas pengurus, yang dapat menimbulkan bias pendapat atau salah tafsir, walaupun mengatasnamakan sikap individu.
Sebagai ormas berbasis keagamaan dengan jumlah pengikut terbanyak, kantong-kantong suara warga NU menjadi komoditas politik yang selalu diperebutkan di setiap ajang pemilu. Wajar jika semua kandidat berlomba-lomba untuk mendapat dukungan langsung dari PBNU.
Meski begitu, sebagai nahdliyin, saya menaruh harapan pada integritas pengurus NU, demi menjaga marwah NU yang tetap konsisten berada di jalur moderat dengan berpijak pada kemaslahatan yang lebih luas. Tidak terseret arus ataupun tergoda iming-iming politik praktis.