Lagi-lagi Karhutla

Kebakaran hutan dan lahan melanda sejumlah daerah di tengah fenomena El Nino. Penanganan karhutla perlu terobosan untuk menekan dampak buruknya.

KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO

Petugas gabungan di Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, berjibaku memadamkan api yang melahap lahan di Jalan Matal, Kecamatan Sabangau, Kota Palangkaraya, Minggu (13/8/2023).

Kebakaran hutan dan lahan atau karhutla memakan korban lagi. Kali ini lahan empat perusahaan disegel karena temuan adanya kebakaran di lahan konsesinya.

Keempat perusahaan pemegang izin konsesi tersebut berlokasi di Kalimantan Barat, provinsi dengan kasus karhutla tertinggi hampir setiap tahunnya. Penyegelan dilakukan pada Jumat (1/9/2023). Sanksi pidana dan perdata pun menanti.

Soal sanksi ini tidak mengejutkan, tetapi memprihatinkan. Sebab, tanpa kekeringan akibat El Nino pun, kejadian karhutla tetap dan terus terjadi, seperti tidak ada solusi mujarab untuk menangani permasalahan rutin tersebut.

BPBD PROVINSI KALBAR

Titik panas di Kalimantan Barat periode Januari-Agustus 2023.

Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kalbar, lahan terbakar periode Januari-Juli 2023 seluas 12.537,57 hektar (nasional 90.405 ha). Jumlah titik panas di Kalbar saja hingga 22 Agustus sebanyak 34.910 titik. Hingga awal September, kondisi lahan di Kalbar dalam kategori mudah hingga sangat mudah terbakar (Kompas.id, 31 Aagustus 2023).

Sepanjang 2023 hingga pekan lalu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengeluarkan 90 surat peringatan untuk perusahaan. KLHK juga minta kantor balai penegakan hukum di Sumatera dan Kalimantan terus memantau, memverifikasi, dan menyelidiki kasus kebakaran di lahan korporasi ataupun masyarakat.

Baca juga: KLHK Segel Lokasi Karhutla Milik Empat Korporasi di Kalbar

Sanksi pun disiapkan seperti sebelumnya, mulai dari teguran hingga pencabutan izin. Apakah ini akan efektif menghentikan kasus karhutla? Tanpa terobosan penanganan takkan efektif.

Sebagaimana diserukan para pemerhati dan aktivis lingkungan sejak lama, kejadian luar biasa karhutla di lahan gambut perlu penanganan tak biasa. Selain sanksi hingga level manajemen, usulan lain adalah moratorium alih fungsi lahan gambut atau hutan.

KOMPAS/SYAHNAN RANGKUTI

Helikopter Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan membawa bucket air sebanyak 1.000 liter untuk dituangkan ke lokasi kebakaran di Kelurahan Terkul, pada Kamis (28/2/2019).

Akibat karhutla, misalnya, pada tahun 2007 Indonesia di peringkat ketiga negara emiter karbon pembentuk gas rumah kaca (GRK) di dunia. Saat itu, pemerintah sibuk menangkis predikat itu di tengah diskusi perubahan iklim global.

Kini, posisi puncak emisi GRK dari sektor kehutanan dan alih fungsi lahan (FOLU) diambil alih sektor energi. Namun, persentase pengurangan emisi setiap tahunnya tetap lebih besar di sektor FOLU.

Baca juga: Sektor Kehutanan Tumpuan Utama Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca

Komitmen pemerintah menurunkan emisi GRK hingga 40 persen di tahun 2030 sangatlah ambisius, butuh dukungan semua pihak. Namun, tanpa terobosan penanganan kasus karhutla dan sektor lain, keraguan dan pesimisme para pihak mengenai target reduksi emisi itu wajar adanya.

BPBD PROVINSI KALBAR

Luas lahan terbakar di Kalimantan Barat periode Januari-Juli 2023.