Sudah waktunya dipikirkan kebijakan pembatasan produksi nikel, dan fokus pada industri lebih ke hilir.
Tidak dimungkiri bahwa banyak komponen peralatan dan alat angkut mobil sudah dibuat di dalam negeri, tetapi bahan bakunya masih diimpor.
Mendorong jauh ke hilir Hilirisasi pada dasarnya mengolah komoditas sumber daya alam seperti mineral dalam suatu mata rantai proses produksi industri manufaktur menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. Apabila diurutkan mata rantai tersebut mulai dari mineral hasil tambang, kemudian menjadi berbagai jenis logam dan campuran logam, produk bentukan hasil fabrikasi, komponen, hingga barang jadi atau alat utama seperti mesin dan alat transportasi. Tidak dimungkiri bahwa banyak komponen peralatan dan alat angkut mobil sudah dibuat di dalam negeri, tetapi bahan bakunya masih diimpor. Demikian pula banyak jenis mesin mampu dibuat di dalam negeri, tetapi bahan baku seperti baja tahan karatnya masih diimpor atau menggunakan scrap. Sejak tahun 1980-an, industri strategis seperti industri perkapalan, otomotif, dan pertahanan telah berdiri; dan di sisi lain industri logam, yaitu aluminium dan baja serta nikel, juga berdiri. Sayangnya tidak terjadi aliran material dari industri logam mengisi kebutuhan bahan baku komponen industri strategis tersebut, bahkan hingga saat ini. Mengacu kepada Rencana Industri Pembangunan Industri Nasional 2015 dan UU Industri Pertahanan Tahun 2016 terdapat beberapa fokus industri strategis, yaitu kendaraan listrik, energi terbarukan, khususnya energi surya, elektronik, alat kesehatan, barang modal, dan industri pertahanan. Proses produksi pada industri strategis ini sangat membutuhkan bahan baku; sebagian besar berupa logam. Kondisi ini menjadi peluang besar untuk membangun industri antara, menjembatani sektor pertambangan dan industri manufaktur. Namun, dalam praktiknya tak mungkin membangun industri antara kalau tidak diketahui kebutuhan/permintaan ( demand) di hilirnya, di semua industri strategis tersebut. Mengalirkan produk logam ke hilir sangat dipicu oleh adanya kebutuhan di hilir. Artinya, industri strategis tersebut yang harus menarik industri logam ke hilir atau demand driven.
Sangat ironis lempengan timah sudah diproduksi di Bangka dan diperdagangkan sejak abad ke-16, tetapi teknologi peleburan timah saat ini masih diimpor.
Banyak contoh di dunia, seperti Afrika Selatan yang telah mengolah bahan tambang menjadi logam dan seterusnya; membuat peralatan tambangnya, bukan hanya untuk kepentingan sendiri, melainkan juga untuk ekspor. Dalam industri nikel, barang modal seperti semua mesin smelter berasal dari China. Contoh lain, inovasi diperlihatkan oleh Jepang, Korea Selatan, India, dan China dalam memodernisasi teknologi pembuatan baja yang awalnya ditemukan bangsa Eropa. Pemerintah, seperti di negara tersebut, memiliki peran utama mendorong riset dan menciptakan banyak inovasi, dan para pelaku usaha menggunakan hasil inovasi tersebut.
Raden Sukhyar Pendiri Indonesia Institute for Mineral and Metal Industries (IM2I), Dirjen Minerba 2013-2015