Kita tak ingin menjadi bangsa yang terpecah akibat agitasi dan insinuasi dari mimbar tempat ibadah. Jika pihak berwenang mengesampingkan hal ini, akan semakin terganggu cipta kondisi pemilu yang aman, lancar, dan damai.
Oleh
A Ristanto
·1 menit baca
Saat ini kita memasuki tahun politik. Berbagai spanduk dan baliho bergambar foto calon legislator bersama pimpinan partai politik terpasang di mana-mana. Padahal, waktu kampanye sudah diatur baru mulai pada 14 Oktober 2023 sampai 10 Februari 2024.
Selain sudah terpasang alat peraga kampanye sebelum waktunya, ternyata di sejumlah masjid sudah ada khatib melalui mimbar Jumat mengampanyekan calon presiden tertentu.
Ucapan ”presiden harus amanah”, ”jangan bungkam suara ulama”, ”sudah 78 tahun merdeka belum dirasakan pemerataan”, ”perekonomian yang dikuasai asing dan aseng”, ”utang negara makin membengkak”, dan berbagai narasi mengarah ke kecaman kepada pemerintah, cukup mengganggu jemaah shalat Jumat.
Kita tidak tahu harus ke mana hal ini diadukan. Faktanya larangan kampanye di tempat ibadah tidak berlaku efektif.
Pengalaman shalat Jumat di masjid sebuah kompleks perumahan di wilayah Kecamatan Pondokgede, Kota Bekasi, ini bukti dari penyalahgunaan tempat ibadah menjadi ajang kampanye politik.
Kita tak ingin menjadi bangsa yang terpecah akibat munculnya agitasi dan insinuasi dari mimbar masjid. Jika pihak berwenang mengesampingkan hal ini, akan semakin terganggu cipta kondisi pemilu yang aman, lancar, dan damai. Mari kita tetap jaga persatuan dan kesatuan bangsa!