Rakyat sudah cerdas, sudah bisa menilai dan membedakan mana pemimpin ”emas”, dan mana yang ”loyang”.
Oleh
Budi Sartono Soetiardjo
·1 menit baca
Wawancara Sidarto Dhanusubroto, mantan ajudan Presiden Soekarno—yang kini salah satu anggota Dewan Pertimbangan Presiden—dengan Kompas TV (17/8/2023), mengingatkan kepada kita tentang catatan sejarah masa lalu. Tentang hal-hal yang baik dan buruk perjalanan politik bangsa ini.
Oleh karena itu, diksi jasmerah, jangan melupakan sejarah, atau mengingkari sejarah, menjadi sangat relevan sebagai pengingat, khususnya bagi generasi muda, tentang pentingnya belajar sejarah sebagai cermin di masa depan.
Ada dua hal penting yang perlu digarisbawahi dari wawancara itu, yakni makna jasmerah dan betapa penting seorang pemimpin yang genuine.
Ungkapan jasmerah adalah ucapan Bung Karno yang sangat menggetarkan dan masih terngiang hingga kini, agar diketahui generasi muda, untuk jadi catatan dan pengingat bahwa bangsa Indonesia tak boleh lupa masa lalunya.
Kemudian, tentang pemimpin genuine, yakni pemimpin yang bukan karbitan, apa adanya, asli, tulen, punya jati diri, punya gagasan orisinal, tak penuh dengan pencitraan, bersih masa lalunya, serta tidak menjadi duplikat orang lain.
Rakyat sudah cerdas, sudah bisa menilai dan membedakan mana pemimpin ”emas”, dan mana yang ”loyang”.
Dalam menyongsong pemilihan presiden, 14 Februari 2024, marilah kita berkhidmat agar bisa dengan jernih memilih pemimpin yang genuine, pemimpin yang tak boleh menjadi bayang-bayang orang lain, apalagi hanya menumpang nama, atau nebeng popularitas orang lain.