Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2024 menjadi RAPBN terakhir pemerintahan Joko Widodo, yang pelaksanaannya juga bertepatan dengan tahun politik.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Selain tahun politik, pelaksanaan RAPBN 2024 juga dibayang-bayangi ketidakpastian ekonomi global dan pelemahan ekonomi negara mitra dagang penting, seperti AS dan China. Dalam situasi tersebut, penetapan target pertumbuhan ekonomi dan beberapa target lain, seperti penurunan kemiskinan ekstrem, tengkes, dan rasio gini, oleh beberapa pihak dinilai terlalu ambisius dan mungkin akan sulit dicapai.
Sebagai RAPBN tahun terakhir, kita memahami ada tuntutan untuk mengukuhkan dan meninggalkan legacy positif. Termasuk di dalamnya penyelesaian atau jaminan keberlanjutan berbagai proyek mercusuar yang jadi pertaruhan Presiden, seperti infrastruktur, hilirisasi, mobil listrik, dan IKN.
Target ambisius juga diperlukan untuk mengejar beberapa target makroekonomi yang belum dicapai. Kalaupun belum tercapai, setidaknya penting bagi pemerintah memastikan akan adanya pijakan kuat capaian yang ada sekarang akan dilanjutkan. Termasuk di antaranya mengamankan visi Indonesia Emas 2045 untuk mengantar Indonesia menuju negara maju, yang selama ini menjadi concern Presiden.
Itu mengapa dalam berbagai kesempatan ditekankan pentingnya isu keberlanjutan, terutama dengan banyak fondasi yang sudah dibangun saat ini dan juga momentum bonus demografi yang hanya terjadi sekali.
Dalam istilah Presiden, RAPBN 2024 didesain untuk menjawab tantangan saat ini sekaligus di masa yang akan datang.
Dan untuk itu, ditekankan, RAPBN 2024 ini harus mampu mempercepat transformasi ekonomi, menjaga momentum pertumbuhan yang berkualitas, inklusif, dan berkelanjutan, melindungi daya beli masyarakat, dan menjaga postur APBN tetap sehat dan berkelanjutan di jangka menengah-panjang.
Dari sisi postur, RAPBN 2024 ini dinilai lebih sehat, inklusif, dan berkelanjutan. Ini terlihat, antara lain, dari penerimaan yang melonjak Rp 1.100 triliun dibanding masa pandemi, dan defisit yang turun tajam menjadi hanya 2,29 persen PDB.
Meski demikian, ada beberapa catatan sebagai kritik. Termasuk di antaranya kontradiktif atau belum sinkronnya antara kepentingan untuk memacu pemulihan ekonomi dengan menekan belanja yang kurang mendesak. Salah satu yang disoroti adalah kenaikan gaji dan pensiun ASN dan TNI/Polri yang sudah dipastikan akan membengkakkan belanja APBN 2024.
Kendati demikian, kita mengapresiasi penekanan RAPBN 2024 pada peningkatan kualitas pertumbuhan. Tecermin terutama dari belanja pendidikan yang meningkat, tertinggi dalam sejarah. Anggaran kesehatan juga meningkat. Demikian pula anggaran perlindungan sosial. Di tahun pemilu, selain mendukung penyelenggaraan pemilu yang baik, penting menjaga inflasi tetap rendah, penguatan daya beli yang didukung kenaikan pendapatan, dan lebih serius menekan kemiskinan.
Karena itu, menghadapi berbagai tantangan ini, kuncinya adalah terobosan kebijakan, mencegah kebocoran, meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan kualitas belanja. Tingkat kepuasan publik pada pemerintah yang sangat tinggi, menjadi modalitas penting untuk bekerja lebih keras lagi.