Pemandangan kota Lahaina, Hawaii, AS, luluh lantak benar-benar menyentak. Jumlah korban terus menanjak. Dari inferno di Hawaii ini, dunia mesti belajar banyak.
Oleh
Redaksi
·1 menit baca
Beberapa pekan terakhir, bencana alam tersebar di sejumlah tempat di belahan Bumi. Topan Doksuri memicu banjir dan tanah longsor di China, mengakibatkan hampir 150 orang tewas dan lebih dari 1,75 juta warga direlokasi. Di wilayah Semenanjung Korea, topan Khanun melanda Jepang, Korea Selatan, dan Korea Utara.
India juga diterjang ”bom hujan” (cloudburst), hujan yang sangat lebat dalam waktu singkat. Sedikitnya 29 orang tewas. Tak jauh dan masih satu kawasan dengan kita, Myanmar sejak Mei seolah tidak berhenti dirundung bencana: topan Mocha—menewaskan 148 orang—hingga banjir dan longsor yang memaksa sekitar 40.000 orang dievakuasi.
Tanpa mengecilkan dampak dan kepiluan bencana di negara lain itu, bencana kebakaran lahan akibat cuaca sangat kering di kota Lahaina, Pulau Maui, Negara Bagian Hawaii, sekitar 3.200 kilometer sebelah barat daratan Amerika Serikat (AS), menyita banyak perhatian dalam sepekan terakhir ini. Lahaina pernah menjadi ibu kota Kerajaan Hawaii pada abad ke-19.
Pekan lalu, keindahan kota pantai itu musnah, ludes, dan luluh lantak dilahap api kebakaran lahan pada 8 dan 9 Agustus. Foto dan video kerusakan kota, yang dimuat media, memperlihatkan kerusakan dahsyat Lahaina. Banyak rumah dan bangunan rata dengan tanah atau tinggal sisa puing bekas terbakar. Mobil-mobil hangus memenuhi jalan-jalan. ”Lahaina seperti dihujani bom,” ujar Gubernur Hawaii Josh Green.
Hingga Selasa (15/8/2023) tercatat 99 orang tewas, sekitar 1.200 orang hilang, dan lebih dari 2.200 bangunan hancur. Otoritas menyatakan peristiwa pekan lalu sebagai kebakaran lahan terparah dan paling mematikan di AS, seabad terakhir.
Bagaimana kebakaran lahan di Maui itu sedemikian destruktif dan mematikan? Hingga Selasa belum ada penjelasan resmi. Namun, para ahli menyebut berbagai faktor, antara lain kekeringan parah, perubahan lahan, dan hantaman badai Dora. Kekeringan di Hawaii meningkat seiring dengan rendahnya curah hujan dan meningkatnya suhu wilayah itu.
Kekeringan, diperparah meluasnya rumput invasif akibat perubahan lahan, mempermudah kebakaran lahan menjalar cepat ke area permukiman. Badai Dora kategori 4 mengipasi dan mendorong api ke wilayah penduduk dalam kecepatan yang sulit dihindari, menghasilkan inferno di Lahaina. Warga juga menuturkan tidak berfungsinya sistem peringatan dini.
Josh Stanbro, Kepala Ketahanan Honolulu, tanpa ragu menyebut bencana di Lahaina ”bagian dari tren jangka panjang yang terkait langsung dengan perubahan iklim dan dampak di kepulauan (Hawaii)” (The New York Times, 10/8/2023).
Banyak pelajaran dipetik dari kebakaran di Hawaii, salah satunya adalah konfirmasi tentang semakin panasnya Bumi. Bencana itu juga menjadi peringatan bagi kota-kota, yang selama berabad-abad mampu bertahan di tengah perubahan zaman, kini tak lagi aman dari dampak perubahan iklim.