Anak Muda, Sebelum Terjun ke Pasar Modal Kuasai Dulu Ilmunya
Berinvestasi adalah mengelola risiko, bukan sekadar mencari keuntungan. Investor yang paham pengelolaan risiko tidak akan menggunakan uang pinjaman untuk berinvestasi, apalagi jika tidak tahu cara membayarnya.
Oleh
ANASTASIA JOICE TAURIS SANTI
·3 menit baca
Pada 10 Agustus, tepatnya 46 tahun lalu, pasar modal Indonesia kembali diaktifkan. Sejatinya, pasar modal sudah ada sejak tahun 1912. Akan tetapi, perkembangannya lamban, bahkan sempat vakum pada 1956-1977 akibat perang dunia, perpindahan kekuasaan, dan beberapa peristiwa lain.
Seiring perkembangan waktu, peminat pasar modal semakin tinggi. Investor muda mendominasi pasar modal, yang tecermin dari data single investor identification (SID) di pasar modal.
Berdasarkan data hingga 8 Agustus 2023, jumlah investor di pasar modal sudah mencapai 11,46 juta SID. Jumlah tersebut meningkat dari sebelumnya hanya 10,31 juta SID pada akhir tahun lalu. Hanya dalam setengah tahun terjadi peningkatan jumlah investor 11,22 persen.
Investor reksa dana adalah yang terbanyak, yakni 10,74 juta akun SID, disusul investor saham dan surat berharga sebanyak 4,9 juta akun SID, serta investor surat berharga negara sebanyak 931.000 akun SID.
Sebanyak 62,16 persen investor individu adalah investor laki-laki, sisanya investor perempuan. Kelompok usia paling besar adalah investor yang berusia 30 tahun ke bawah sebesar 56,98 persen.
Sementara kelompok usia 31-40 tahun sebanyak 23,32 persen, usia 41-50 tahun (11,37 persen), dan usia 51-60 tahun (5,45 persen), sisanya 2,88 persen merupakan investor dari kelompok usia di atas 60 tahun.
Dari sisi latar belakang pendidikan, jumlah investor pasar modal didominasi oleh mereka yang berpendidikan SMA ke bawah 64,04 persen, S-1 (26,52 persen), pendidikan S-2 (6,77 persen), dan pendidikan di atas S-2 hanya 2,67 persen.
Sementara jika ditinjau dari jenis pekerjaannya, kelompok pegawai negeri, swasta, dan guru merupakan investor paling banyak dengan total mencapai 32,23 persen.
Kuasai ilmunya
Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan 2022 Otoritas Jasa Keuangan mengungkapkan, secara umum tingkat inklusi keuangan sudah mencapai 85,10 persen. Artinya, dari 100 orang, ada 85 orang yang sudah mendengar dan terpapar tentang produk keuangan mulai dari tabungan hingga produk pasar modal.
Sedangkan angka literasi hanya 49,68 persen. Artinya, di antara 100 orang, hanya 49,68 persen yang memahami tentang produk keuangan.
Di industri pasar modal, tingkat literasi di pasar modal baru mencapai 4,11 persen dengan tingkat inklusi 5,19 persen. Tingkat literasi menurun dibandingkan dengan hasil survei 2019 yang mencapai 4,97 persen.
Sementara tingkat inklusi naik pesat dari sebelumnya 1,55 persen. Secara umum terlihat adanya peningkatan pesat orang yang terpapar produk pasar modal, yakni dari 1 orang menjadi 5 orang. Sebaliknya, pemahaman tentang pasar modal menurun.
Anak muda yang mendominasi investor pasar modal masih memiliki waktu panjang untuk belajar dan belajar lagi mengenai investasi. Karena belajar tentang seluk-beluk investasi tidak hanya bermanfaat untuk diri dan keluarga sendiri, tetapi juga untuk orang lain.
Dengan pemahaman mumpuni tentang investasi di pasar modal, investor muda tentu paham bahwa ada langkah-langkah yang harus dipenuhi sebelum berinvestasi, yakni capailah dulu arus kas positif, persiapkan dana darurat dan perlindungan, baru setelah itu berinvestasi.
Investasi juga harus menggunakan uang dingin, yaitu uang yang tidak akan dipakai dalam jangka waktu dekat. Investasi juga memerlukan ilmu sehingga investasikanlah untuk ”kepala”, seperti mengikuti kelas, seminar, dan bergabung dengan komunitas sebagai cara untuk benar-benar memahami seputar investasi.
Investor muda yang paham benar tentang investasi tentu dapat membantu lingkungan sekitarnya agar terhindar dari penawaran investasi bodong, jeratan utang, atau tragedi keuangan yang bermula dari ketidaktahuan.
Berinvestasi adalah mengelola risiko, bukan sekadar mencari keuntungan. Investor yang paham tentang pengelolaan risiko juga tidak akan menggunakan uang pinjaman untuk berinvestasi, apalagi meminjam tanpa mengetahui bagaimana membayarnya.
Memulai investasi dari produk yang paling sederhana, seperti reksa dana dan obligasi pemerintah, merupakan langkah yang bagus, tentu saja setelah memiliki dana darurat dan persiapan lain.
Seiring waktu, pemahaman tentang investasi akan meningkat. Tidak perlu memaksakan diri untuk berinvestasi pada instrumen yang canggih tetapi berisiko tinggi, seperti saham, aset kripto, atau valuta asing. Bertumbuhlah alami dalam berinvestasi.
Investor muda yang paham benar tentang investasi tentu dapat membantu lingkungan sekitarnya agar terhindar dari penawaran investasi bodong, jeratan utang, atau tragedi keuangan yang bermula dari ketidaktahuan.