Sedih dan prihatin membayangkan musibah yang dialami delapan petambang emas ilegal yang terjebak di lubang tambang. Lubang itu di kedalaman 60 meter di Desa Pancurendang, Ajibarang, Banyumas, Jawa Tengah.
Andaikan ada jutaan pekerjaan yang lebih nyaman dan menjanjikan, seperti pegawai negeri sipil (ASN), tentu masyarakat tidak memilih status ”ilegal” yang dilekatkan pada profesi mereka. Seperti halnya petambang ilegal, TKI ilegal, tukang tagih, preman, dan sejenisnya. Apalagi, nyawa sering menjadi sebagai taruhannya.
Banyak cerita TKI ilegal yang pulang ke Indonesia bersama peti matinya. Namun, hal itu tidak membuat para pekerja ”ilegal” ini berkurang jumlahnya. Jalan hidup demikian harus dijalani, membuat para pekerja ”ilegal” tangguh dalam bertahan hidup.
Dengan tekanan yang berat dalam menjalani kehidupan mereka dari hari ke hari, kesabaran mereka dihibur oleh pepatah ”badai pasti berlalu”. Mereka sekuat tenaga hingga darah penghabisan terus berjuang hidup. Berharap suatu saat bisa sukses seperti ”Hercules”.
Di sisi kehidupan lain, para pegawai atau pejabat yang mendapatkan fasilitas, seperti sopir pribadi, ajudan, dan tunjangan pensiun itu, merasa ”bosan” terus berada di zona nyamannya. Menjalani kehidupan sehari-hari di tempat kerja yang monoton tanpa tantangan inovasi membuat mereka kreatif mencari penghasilan tambahan. Tidak peduli halal atau tidak halal karena insentif yang bernilai kecil tidak menarik mereka.
Instansi dan jabatan mereka lalu dibisniskan sesuai dengan tingkat wewenang dan kekuasaan yang melekat. Dari contoh yang ada, tampaknya profesi yang paling menjanjikan di Indonesia saat ini adalah koruptor.
Itulah kenapa sekarang para koruptor yang ditangkap dan lembaga yang terjangkit penyakit korupsi benar-benar merata di Indonesia. Di bidang pendidikan, masyarakat bahkan rela melakukan kecurangan dalam penerimaan siswa baru (Kompas.id, 11/7/2023). Instansi Basarnas RI pun telah ternoda dan instansi lainnya tinggal menunggu waktu saja (Kompas, 27/7/2023).
Korupsi aman-aman saja di Indonesia, toh kalau tertangkap masih bisa tersenyum, bahkan masih dihormati para pengikutnya. Tidak ada yang ditembak mati seperti di China demi yang namanya hak asasi manusia.
Upaya untuk memiskinkan para koruptor pun tak punya nyali ketika para pembuat undang-undang ternyata bagian dari jejaring korupsi di Indonesia. Bahkan, penculik dan mereka yang diculik mempertontonkan drama ke publik, menghapus catatan sejarah bangsa.
Djoko Madurianto SunartoJl Pugeran Barat, Yogyakarta 55141
Guru Honorer Jadi Pegawai
infografik Data Guru Honorer oleh Kemendikbud Tiurma
Pelantikan 5.846 guru honorer menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) di lingkungan kerja Provinsi DKI Jakarta (Kompas, 29 Juli 2023) patut diapresiasi. Diiringi ucapan terima kasih yang tulus kepada Gubernur DKI Jakarta.
Di antara guru honorer yang dilantik, ada yang telah menunggu selama 22 tahun. Sungguh suatu perjuangan panjang. Semoga kebijakan pengangkatan guru honorer menjadi PPPK ini segera diikuti oleh provinsi lain.
Saat ini masih terdapat ribuan guru honorer di Indonesia yang sedang menunggu pengangkatan. Menjadi tenaga PPPK adalah bentuk pengakuan pemerintah dan apresiasi terhadap keberadaan guru honorer.
Diharapkan pelantikan guru honorer ini mampu menumbuhkan motivasi guru untuk meningkatkan kualitas belajar dan mengajar dalam rangka menyiapkan peserta didik yang mampu tampil menghadapi berbagai tantangan pada masa mendatang.
Arifin SyahJalan Alam Pesanggrahan, Bukit Cinere Indah, Depok 16514
Bijaksana
Ketika di Korea Selatan, teman saya masuk restoran dan bertanya apakah masakannya mengandung babi. Dijawab ada sedikit minyak babi. Kemudian teman saya pesan telur rebus, yang disajikan dengan sopan sekali.
Di Yogyakarta, saya diajak teman masuk rumah makan non-Muslim. Saya pun pesan telor rebus. Pelayanan juga sangat sopan.
Demikian pengalaman saya, selalu menjaga sopan santun meski terpaksa berbeda dengan yang lain. Kita harus mematuhi larangan agama dengan cara yang bijaksana.
Titi SupratignyoBendan Ngisor, Semarang