Apa Salah Sekolah Favorit?
Persaingan antarmanusia dan antarlembaga itu keniscayaan dan tak bisa dihindari. Dengan kompetisi akan muncul manusia unggul dan berprestasi, yang pada akhirnya juga memunculkan lembaga pendidikan unggul dan favorit.

Penerimaan peserta didik baru atau PPDB dengan sistem zonasi sudah berulang kali meninggalkan luka. Namun, program ini masih terus berlangsung dengan pelbagai alasan.
Program zonasi merupakan suatu cara baru untuk mendorong pemerataan siswa dan peningkatan kualitas pendidikan. Namun, pada kenyataannya, implementasi tidak sesuai dengan tujuan sehingga perlu dievaluasi.
Salah satu dampaknya adalah ada murid-murid pintar yang gagal masuk sekolah favorit gara-gara rumahnya tidak masuk zonasi. Sebaliknya, ada juga murid-murid dengan kemampuan biasa saja bisa masuk sekolah favorit karena tempat tinggalnya dekat dengan sekolah.
Pada dasarnya hidup selalu berkompetisi, bersaing secara alamiah dan sehat. Persaingan antarmanusia dan antarlembaga itu sebuah keniscayaan dan tak bisa dihindari. Dengan kompetisi akan muncul manusia unggul dan berprestasi, yang pada akhirnya juga memunculkan lembaga pendidikan yang unggul dan berprestasi.
Lantas di mana salahnya sekolah favorit? Kalau berdasarkan pemerataan dan keadilan saja sebagai dasar PPDB, upaya menciptakan SDM unggul melalui sekolah favorit akan terseok-seok.
Yang akan muncul dalam benak calon siswa, tidak usah terlalu giat belajar bagi yang rumahnya dekat sekolah karena ada jaminan diterima di sekolah favorit. Bagi yang rumahnya jauh dari sekolah, cukup mengambil jalan pintas dengan pindah kartu keluarga (KK), menumpang kepada keluarga yang dekat sekolah. Contoh ini mendidik calon siswa untuk memanipulasi data.
Saya mengusulkan metode PPDB dibuat menggunakan sistem tes, seperti zaman dulu saya mau masuk SLTA. Dengan sistem tes, calon siswa berlomba-lomba menjadi yang terbaik dan berjuang maksimal secara fair. Cara ini mendidik calon siswa menjadi lebih sportif dan mau bekerja keras untuk hasil yang memuaskan.
Selain itu, biarkan sekolah favorit tetap ada karena untuk menjadi sekolah favorit tidak mudah, perlu upaya sungguh-sungguh dengan dukungan tenaga pengajar yang unggul. Ajari anak-anak untuk berkompetisi dengan sehat sedari muda sehingga bangsa Indonesia siap bersaing dengan bangsa lain yang lebih maju.
Sri HandokoTugurejo Semarang
PPDB
Setiap ajaran baru tiba, selalu ada orangtua yang waswas dan anak yang kecewa. Oleh karena itu, penerimaan peserta didik baru atau PPDB perlu dipertimbangkan ulang atau paling tidak ada penyesuaian.
PPDB antara lain bertujuan memeratakan mutu sekolah dan mengurangi kecenderungan sekolah negeri favorit. Namun, PPDB terlalu menekankan pada zonasi, yang justru sering menimbulkan masalah.
Masalah yang muncul misalnya jumlah sekolah negeri di zona tertentu relatif tetap, sedangkan jumlah peserta didik berubah-ubah karena masalah demografi. Ada beberapa sekolah dasar negeri yang sangat minim menerima peserta didik baru, padahal lokasinya di tengah kota.
Kehadiran sekolah-sekolah negeri favorit tidak bisa begitu saja disalahkan. Bahkan sebenarnya itu merupakan hasil prestasi juga, prestasi manajemen dan jajaran pengajar yang mestinya mendorong peningkatan mutu sekolah lain.
Tidak ada orangtua yang ingin anak-anaknya masuk sekolah yang mutunya dianggap kurang. Akibatnya, banyak akal dan siasat untuk bisa bersekolah di sekolah pilihan, termasuk pindah kartu keluarga (KK) di zonasi sekolah.
Tampaknya pada PPDB ini zonasi mempunyai porsi yang dominan, melebihi porsi untuk nilai atau masalah usia. Ke depan, penekanan pada zonasi perlu dipertimbangkan. Sekolah negeri perlu diberi kesempatan, tetapi diatur.
Pada akhirnya semua tujuan tersebut adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan tanpa mengorbankan peserta didik yang berpotensi lebih.
BharotoJl Kelud Timur, Semarang
Kisruh Zonasi
PPDB sistem zonasi tahun ini ternyata masih berkubang dengan beberapa persoalan.
Di jenjang SMP dan SMA masih banyak terjadi pelanggaran. Di wilayah Jawa Barat saja, 4.000 lebih calon peserta didik baru dibatalkan penerimaannya karena terindikasi memalsu atau memanipulasi domisili.
Belum lagi di tingkat SD. Beberapa sekolah di pelosok Tanah Air kekurangan murid, bahkan ada yang tak punya murid baru.
Persoalan demi persoalan muncul dalam praktik penerimaan siswa didik baru tahun ini, mungkin juga di tahun-tahun sebelumnya. Adakah yang perlu dievaluasi?
Hampir sepuluh tahun PPDB sistem zonasi diberlakukan, tetapi riak-riak persoalan selalu muncul. Pasang surut persoalan PPDB untuk setiap daerah ataupun provinsi bisa jadi tidak sama. Namun, satu hal pasti, aspek pemerataan kualitas sekolah menjadi isu utama yang harus segera dibenahi.
Munculnya label sekolah unggulan atau sekolah favorit mengindikasikan bahwa memang benar kualitas sekolah belum merata.
Sekolah-sekolah berpredikat favorit atau unggulan kebanyakan berada di kota, khususnya kota-kota besar yang memiliki banyak kelebihan. Infrastruktur sekolah, SDM guru dan tenaga kependidikan, hingga peran dan kontribusi para orangtua pada sekolah.
Pemerataan menjadi isu besar bagi bangsa ini. Jumlah penduduk Indonesia yang sangat banyak (274 juta), wilayah geografis yang sangat luas dan tersebar, serta keterbatasan anggaran menyulitkan upaya pemerataan.
Kembali pada PPDB, kisruh penerimaan siswa baru muncul karena ada celah birokrasi dan administrasi. Ada ketidaktelitian dan ketidakjujuran dalam pelaksanaan PPDB.
Ketidaktelitian menyangkut profesionalitas petugas, sedangkan ketidakjujuran bisa pada kedua pihak, petugas ataupun orangtua siswa. Suatu kondisi memprihatinkan.
Program revolusi mental yang pernah digaungkan Presiden Joko Widodo pada awal pemerintahan keduanya tahun 2014 rupanya baru menyentuh kulit, belum isinya.
Budi Sartono SoetiardjoKabupaten Bandung
Curang Masuk Sekolah
Mohon ketegasan dari pemda/aparat hukum terhadap para orangtua siswa yang memalsukan kartu keluarga. Caranya dengan memasukkan nama anaknya di kartu keluarga warga yang berdomisili di zonasi sekolah.
Seperti diberitakan, Wali Kota Bogor sampai verifikasi langsung ke lapangan. Ternyata sampai ada warga yang tidak tahu bahwa kartu keluarganya dipakai dan tertera nama anak yang tidak dikenalnya.
Bukankah kartu keluarga dokumen resmi negara? Kalau tidak salah, ada pasal yang mengatur sanksi terhadap pemalsuan dokumen negara.
Jika tidak ada tindakan tegas pemerintah, upaya pemalsuan akan terus terjadi.
Dr Suryadi RamliJl Kangkung RT 011 RW 007, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12230
Jalur Mandiri
Pengumuman seleksi masuk perguruan tinggi negeri (PTN) 2023 sudah selesai. Ada kebanggaan tersendiri bagi orangtua yang anaknya diterima di PTN.
Secara umum ada tiga jalur seleksi untuk masuk PTN: seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTN), seleksi bersama masuk perguruan tinggi negeri (SBMPTN), dan jalur mandiri.
Bagi pelajar yang tidak lolos SNMPTN dan SBMPTN, masih ada kesempatan masuk melalui jalur mandiri. Memang ada konsekuensi bagi calon mahasiswa yang diterima lewat jalur mandiri. Selain membayar uang kuliah tunggal (UKT) lebih mahal dibandingkan jalur SNMPTN dan SBMPTN, calon mahasiswa lewat jalur mandiri juga harus membayar uang masuk cukup mahal meskipun cukup dibayarkan sekali.
Kisaran uang masuk bisa puluhan juta sampai ratusan juta rupiah. PTN bebas menentukan dengan prinsip subsidi silang. Hal ini bisa memberatkan orangtua dengan keterbatasan finansial.
Jadi, apa yang menjadi dasar pertimbangan kelulusan ujian bagi jalur seleksi mandiri? Nilai tes atau besaran uang masuk yang dipilih?
Pangeran Toba P HasibuanSei Bengawan, Medan 20121