Berawal dari memiliki idola sesat, ternyata menimbulkan banyak konsekuensi. Sang idola mengarahkan pada jalan menuju investasi bodong atau investasi yang sebenarnya rumit dan belum pantas untuk dimiliki pengikutnya.
Oleh
ANASTASIA JOICE TAURIS SANTI
·3 menit baca
Pada era digital dan media sosial ini, informasi mengalir dengan deras. Masyarakat menjadi semakin terbuka, bahkan cenderung mengumbar hal-hal yang beberapa tahun lalu tabu dibicarakan di depan umum.
Misalnya, soal kepemilikan. Di masa lalu, orang cenderung menyembunyikan harta yang dimilikinya. Kepemilikan aset hanya diungkapkan kepada orang terdekat saja. Sebaliknya, saat ini segala macam kepemilikan, mulai dari mempunyai kucing ras baru hingga memiliki saham atau aset kripto tertentu, dengan mudah diumbar kepada publik.
Motivasinya tentu beragam. Ada yang memang ingin terlihat kaya dengan menunjukkan keuntungan sekian persen atau sekian rupiah dari investasi pada saham tertentu.
Padahal, bisa saja orang tersebut hanya memiliki satu atau dua lot saham, bukan ribuan lot seperti yang dikira pengikutnya. Yang penting, para pengikut di media sosial memberikan jempol dan komentar dengan kekaguman.
Motivasi lain adalah menggiring opini para pengikut terhadap aset investasi tertentu. Agar lebih banyak orang yang tertarik, aksi pamer kepemilikan pun semakin menjadi.
Para pengikut yang kadung kagum sebagian akan mengikuti ”anjuran” sang idola untuk membeli atau berinvestasi pada aset tertentu. Pengikut belum tentu paham dan belum tentu juga memiliki uang dingin yang siap diinvestasikan.
Belakangan, para idola penggiring opini ini justru menyesatkan para pengikutnya. Iming-iming mendapatkan kekayaan secara cepat dan instan masih menjadi daya tarik, padahal itu adalah jalan setan.
Beberapa idola sudah terbukti bersalah karena menawarkan investasi ilegal dengan kerugian mencapai triliunan rupiah. Bahkan, belum lama ini, polisi menduga masih ada lagi idola yang menyesatkan pengikutnya untuk masuk ke investasi bodong dan sudah menjadi incaran polisi.
Berawal dari memiliki idola sesat ternyata menimbulkan banyak konsekuensi. Sang idola mengarahkan pada jalan menuju investasi bodong atau investasi yang sebenarnya rumit dan belum pantas untuk dimiliki pengikutnya. Belum pantas?
Belakangan, para idola penggiring opini ini justru menyesatkan para pengikutnya.
Ya, tidak semua orang pantas berinvestasi. Ibarat menaiki tangga, investasi adalah anak tangga ke sekian, setelah seseorang memiliki arus kas, dana darurat, proteksi dan uang dingin. Dorongan untuk cepat-cepat berinvestasi agar cepat kaya, bukan mustahil didorong oleh para idola tersebut.
Jika belum pantas tetapi memaksa, tentu akan mengambil jalan pintas. Kondisinya, belum punya pekerjaan tetap yang menghasilkan arus kas, atau sudah bekerja tetapi belum memiliki dana darurat, sudah bekerja tetapi belum ada dana menganggur karena habis untuk biaya hidup. Sebagai jalan pintas, meminjam uang kepada teman atau bahkan penyedia pinjaman online yang berbunga tinggi.
Aksi pamer para idola ini jarang yang bercerita tentang kesalahan dalam berinvestasi atau kerugian dan risiko dalam berinvestasi. Hal ini juga yang sering luput dari perhatian dan perhitungan para pengikut yang dimabuk kekaguman kepada para idola.
Ketika seseorang memiliki nafsu untuk kaya secara instan karena melihat sang idola memiliki barang mewah dengan mudah, maka dengan mudah pula seseorang dapat terjebak pada investasi berisiko tinggi bahkan investasi ilegal yang menjanjikan imbal hasil tinggi.
Modal yang seharusnya berasal dari uang dingin diganti dengan modal dari pinjaman daring (online). Demikian pula dengan semua langkah perencanaan keuangan keluarga yang satu persatu diabaikan.
Ditambah lagi kurangnya pengetahuan dan kurang paham dalam mengelola risiko, membuat situasi semakin memburuk ketika investasi tidak berhasil dan tagihan sudah jatuh tempo.
Masalah yang muncul sebagai akibat mengambil jalan pintas kemudian diselesaikan dengan jalan pintas pula, misalnya mencuri barang atau bahkan sampai tega mengambil nyawa orang lain. Dalam beberapa kasus, terlilit pinjaman diselesaikan dengan cara mengakhiri hidup sendiri.
Memamerkan kepemilikan menjadi semakin lumrah pada masa kini. Memang itu hak setiap orang. Dengan demikian, para pengikutlah yang harus lebih pintar dalam memilih idola.
Terlebih jika idolanya sering pamer dan berbicara tentang investasi. Memilih idola yang benar-benar ingin berbagi mengenai investasi tentu berbeda dengan idola yang hanya sekadar pamer seolah-olah investasinya berhasil.
Rentetan konsekuensi yang berawal dari salah memilih idola, dapat dimitigasi dengan menyeleksi idola mana yang pantas diikuti. Cermati apakah konten media sosialnya hanya sekadar pamer atau ada unsur edukasi investasi di dalamnya.
Pilihlah idola dengan cermat agar tidak tersesat....