Memangnya Kita Siap Bertemu Alien?
Jadi jangan ”ge-er” bahwa kita diincar. Bisa saja alien berseliweran dalam UFO sekadar tamasya melongok Bumi yang alam seisinya beraneka ini, seperti kita piknik ke Taman Mini atau Taman Safari.
Minggu lalu berita dipenuhi dengar-pendapat Senat Amerika Serikat dengan sejumlah ahli keamanan dan anggota angkatan bersenjatanya untuk membahas fenomena benda terbang tak dikenal (unidentified flying object, unidentified aerial phenomena atau UFO/UAP).
Narasumber bersaksi, berdasar pengalaman terbang atau bekerja di unit rahasia, UFO/UAP bukan sebatas igauan pencinta teori konspirasi, tetapi fakta yang sengaja disembunyikan Pemerintah AS dari publik. Seorang narasumber bersaksi ia melihat reruntuhan UFO yang jatuh ke Bumi dan jasad biologis non-manusia pengendaranya.
Desas-desus soal UFO bukan pasal baru. Publik AS sudah digegerkan kabar penampakan UFO di atas Gunung Rainier pada Juni 1947, konon jatuhnya UFO di Roswell bulan berikutnya, sampai terlihatnya tujuh UFO mengitari ibu kota pada Juli lima tahun berikutnya. Pada 29 Juli tahun itu juga, Pentagon menggelar konferensi pers di mana Jenderal John Samford mengonfirmasi insiden tersebut. Menariknya, selama 70 tahun berikutnya Pemerintah AS praktis menutup mulut, sampai sesi Senat pada 30 Juli 2023 lalu.
Apa selama tujuh dekade kebisuan Pemerintah AS, lantas tak ada laporan penglihatan UFO? Kabar datang dari Afrika, Asia, sampai Amerika Selatan, beberapa oleh sosok mumpuni, seperti ilmuwan dan militer, walau tiada konfirmasi dari institusi resmi. Tak heran bila publik kian penasaran; berjamuran komunitas terobsesi UFO yang menerbitkan buku, menggelar konvensi, sampai acara televisi.
Saya berusaha memelihara logika sehat. Sampai saat ini saya belum pernah melihat UFO, apalagi bertemu alien, jadi saya tak bisa mengatakan mereka ada. Di lain pihak, saya juga tidak punya cukup informasi untuk memastikan UFO dan alien tidak ada. Misi NASA sejauh ini baru mencakup Bulan, Mars, dan Jupiter yang masih dalam satu tata surya. Tata surya kita hanya satu sudut dari galaksi Bima Surya yang merumahi seratus miliar bintang. Bima Surya hanya satu dari estimasi 200 miliar galaksi di jagat raya.
Bocornya video UFO mirip permen Tictac raksasa di atas kapal induk USS Nimitz yang terbang melawan hukum termodinamika dan gagal dikejar pesawat Angkatan Laut AS, dan baru diakui kebenarannya oleh militer AS pada 2020, menyulut kembali perdebatan. Tahun berikutnya, Kantor Intel Nasional AS merilis catatan awal tentang UAP berdasar laporan pilot militer AS selama 20 tahun, tanpa menyodorkan kesimpulan.
Dalam dokumenter Netflix Top Secret UFO Projects: Declassified, sekian narasumber lintas profesi menuduh Pemerintah AS menutup-nutupi karena berambisi membongkar teknologi dari reruntuhan UFO. Mereka juga menduga kebocoran berkala tentang UFO adalah strategi Pemerintah AS untuk bertahap memberitahu publik, ketimbang terbuka mengakui dusta besar atau memancing kepanikan.
Di situ selalu saya terdiam, karena memang saya penasaran, bila besok UFO mendarat siang bolong dan alien keluar dari dalamnya, bisa dilihat mata telanjang, memangnya kita siap? Bukan sampai menyerap teknologi, apalagi melindungi diri, minimal menyikapi. Akankah fakta baru itu mengguncang tatanan pemahaman kita atas alam semesta, bahkan menggoyang fondasi keimanan yang, setidaknya dalam ketiga agama Samawi, tak eksplisit menyebutkan makhluk fana cerdas lain selain manusia? Akankah 7 miliar manusia terhenyak merenung, atau lari sambil menggerung-gerung?
Saya, kok, curiganya yang kedua.
Lihat saja bagaimana warga Bumi menghadapi Covid-19. Perang antara keilmuan dan kebodohan super sengitnya. Ketidaktahuan tipe sirene ambulans menerbitkan hoaks ambulans kosong berputar-putar demi menakut-nakuti warga. Jutaan manusia percaya cairan vaksin punya mikrocip. Presiden AS usul menenggak desinfektan untuk membunuh virus… dan ditelan mentah-mentah pendukungnya.
Kita juga mudah bertikai karena perbedaan primordial, seperti suku, etnis, ras—pembentuk identitas yang padahal tak bisa dipilih saat dilahirkan. Belum lagi agama; ribuan tahun pertumpahan darah tak tuntas hanya demi meneriakkan Tuhan siapa yang termulia.
Manusia diperkirakan telah ada di Bumi selama 300.000 tahun, tetapi peradaban pertama baru tercipta 5.000-6.000 tahun lalu di Mesopotamia yang, salah satunya, melahirkan penanggalan. Tapi, ya, sampai hari ini kita masih bisa bertengkar soal sebuah tanggal, terlepas dasar astronomi telah dibakukan.
Tapi, tentunya pertarungan terparah kita adalah pasal harta dan takhta. Kita acap keliru antara mempertahankan eksistensi atau berekspansi, dan kita masa bodoh akhirnya eksistensi orang lain terusik.
Kita rela mengesampingkan ilmu, membelokkan kebenaran, bahkan menghancurkan Bumi milik bersama demi kekuasaan. Lihat perang Rusia-Ukraina yang mematikan pasokan gas Rusia ke banyak negara yang dianggap pro-Ukraina sehingga mereka harus beralih kembali ke batubara yang emisinya makin mendongkrak suhu Bumi.
Tidak usah ribut jauh-jauh soal mempertahankan diri bila alien mau menguasai Bumi. Bagaimana kalau alien cuma mau temu wicara, dan ternyata isi obrolannya menunjuk kekerdilan cara pikir, kesempitan wacana, dan keterbatasan teknologi kita? ”Baru segini kalian itu sudah merasa jadi pemimpin, hi-hi-hi.”
Baca juga: Ya Memang Anak Jakarta
Bagaimana kalau, seperti banyak penganut agama modern yang menganggap animisme dan dinamisme sebagai primitif, ternyata alien berpandangan serupa terhadap kepercayaan kita? Bagaimana bila mereka menunjukkan referensi keilahian jauh di luar suratan kitab-kitab suci yang ada di Bumi? Siap mental kita menyikapinya?
Saya malah berpikir, bila alien ada, logikanya mereka berperadaban jauh lebih maju (mereka bisa menemukan kita, bukan sebaliknya), dan karenanya belum tentu sudi berurusan intens dengan makhluk yang evolusinya terlambat sekian derajat.
Bak menerangkan Kalkulus level S-1 ke anak SD yang belum dapat Aljabar, melelahkan jiwa. Jadi jangan ge-er bahwa kita diincar. Bisa saja alien berseliweran dalam UFO sekadar tamasya melongok Bumi yang alam seisinya beraneka ini, seperti kita piknik ke Taman Mini atau Taman Safari. ”Oh, rumahnya masih tiga dimensi. Imut, ya, kulitnya warna-warni.”
Lebih sial lagi kalau kita sekadar materi komika alien. ”Lihat nggak mereka saling bom lagi cuma karena soal bendera”, atau, ”Masa buat 1 kereta 31 gerbongnya beda-beda, ha-ha-ha.”
Konon dengar-pendapat Senat AS soal UFO akan digelar kembali. Entah kesaksian atau bukti ilmiah apa yang akan dihadirkan, atau kontroversi yang menggelora kemudian. Apa pun itu, tak semengkhawatirkan kalau alien mendarat siang bolong di keramaian dunia.
Saya tidak mencemaskan tindakan aliennya. Saya mencemaskan reaksi kita karena 7 miliar warga Bumi jauh dari siap menyikapinya.
LYNDA IBRAHIM
Konsultan Bisnis dan Penulis