Apa pun sekarang bisa dikerjakan melalui bantuan AI sehingga kehadirannya memunculkan kekhawatiran dan kecemasan. AI bakal bisa membunuh atau menghabisi pekerjaan manusia. Tak salah apabila saya menyebut saatnya manusia memasuki abad kecerdasan buatan.
Peradaban manusia tumbuh berkembang karena kreasi dan inovasi manusia sendiri. Perkembangan AI yang eksponensial ibarat pedang bermata dua: bisa membunuh sekaligus membuat bahagia. Akankah peradaban manusia punah, dihabisi oleh karyanya sendiri?
AI adalah neokolonialisme global, bentuk penjajahan baru yang bisa memorakporandakan sendi-sendi kehidupan manusia. Tampaknya era penjajahan konvensional bakal berakhir dengan kehadiran AI, yang membuai serta meninabobokan manusia.
Kini saatnya manusia dijajah oleh karyanya sendiri. Manusia tak perlu berpikir keras menyelesaikan tugas. Dengan AI, manusia bisa melakukan berbagai hal.
Namun, kehadiran AI tak perlu membuat kita cemas berlebihan. AI belum mampu menciptakan atau memproduksi suatu ide atau gagasan, yakni daya kreatif genuine-orisinal, yang hanya dimiliki manusia.
Budi Sartono SoetiardjoGraha Bukit Raya, Cilame, Kabupaten Bandung Barat
SEMA Nomor 2 Tahun 2023
Ilustrasi
SEMA Nomor 2 Tahun 2023 adalah Surat Edaran Nomor 2 Tahun 2023 dari Mahkamah Agung. Isinya merupakan petunjuk bagi hakim dalam mengadili perkara permohonan pencatatan perkawinan antar-umat yang berbeda agama dan kepercayaan.
Saya membayangkan percakapan sederhana ini.
+ Pak, maaf mau bertanya masalah pribadi.
- Apa?
+ Bolehkah saya mempersunting seorang gadis sesuai dengan getaran hati saya?
- Tentu boleh. Asal seagama. Jika tidak, negara akan mempersulitmu!
Ini refleksi sederhana saya, rakyat kecil.
SumardijanaDesa Bululawang, Kabupaten Malang
Pulsa Dirampok
Dua bulan ini pulsa saya dirampok oleh 808. Nilainya Rp 8.800 per bulan untuk nada dering yang tak saya inginkan.
HP saya 0857278732xx. Hal ini sangat merugikan karena saya tidak minta. Lagi pula kelihatannya sedikit, lama-lama menjadi bukit.
Tolong 808, carilah keuntungan secara etis dan sopan. Saya berharap pulsa dikembalikan. Kepada Indosat, tolong lindungi pelanggan.
Terima kasih Kompas, soalnya saya tidak tahu, ke mana harus mengadu. Rasanya korban tidak hanya saya.
ZulhamJl Pala Barat, Mejasem Barat, Tegal
Jebakan SMS
Pada 27 Juni 2023 saya mendapat SMS pemberitahuan dari Maybank. Isinya, ”Masa berlaku kartu debit Anda akan berakhir. Lakukan permintaan kartu baru via M2U ID App atau kunjungi cabang Maybank. Info 1500611”.
Pada 12 Juli 2023 saya ke cabang Maybank Boulevard I di Kelapa Gading. Saya ke sekuriti, menyampaikan mau mengganti kartu debit yang akan habis masa berlakunya.
Kata dia, penggantian kartu debit harus di bulan yang sama dengan bulan yang tercetak di kartu debit. Kalau tidak, kena biaya penggantian kartu. Info layanan pelanggan (CS) di cabang itu juga sama.
Buat apa Maybank mengirim SMS pemberitahuan jauh-jauh hari bila penggantian kartu debit harus di bulan yang sama agar tanpa biaya?
Heru IskandarJl Kelapa Nias, Kelapa Gading, Jakarta
Ambisi
Kompas (24/11/2022) menulis ”Runtuhnya Pilar-pilar Negara Hukum”. Padahal, kekuasaan kehakiman dijamin Undang-Undang Dasar 1945. Jadi janggal kalau pilar-pilar negara hukum runtuh karena DPR terlalu berambisi.
Bagaimana kalau para ahli hukum beramai-ramai menegakkan pilar-pilar itu menjadi negara hukum yang mantap. Agar rakyat tenteram.
DPR harap bekerja untuk rakyat. Tanpa rakyat tidak ada Dewan Perwakilan Rakyat.
Titi SupratignyoBendan Ngisor, Semarang
Muda Berpolitik
Infografik Panggung Politik Anak Muda
Konstelasi politik menjelang Pemilu 2024 adalah salah satu tema penting saat ini. Ada salah satu yang menjadi perhatian Kompas (17/7/2023), yaitu kiprah kaum muda dalam berpolitik. Dalam artikel berjudul ”Kaum Muda Hadapi Ruang Sempit Politik” diulas bahwa 56 persen pemilih yang masuk daftar pemilih tetap 2024 adalah kaum muda di bawah usia 40 tahun.
Meski sebagian besar pemilih berasal dari generasi milenial dan generasi Z, kaum muda masih sekadar ”gula-gula politik” untuk menangguk suara. Mereka tidak dilihat sebagai aktor konstelasi politik, hanya massa yang dikendalikan generasi terdahulu: mereka yang ”mendominasi” panggung politik.
Beberapa faktor ditengarai sebagai penyebab kecilnya ruang kaum muda berkiprah di politik. Di antaranya soal kematangan berpolitik dan manajemen kaderisasi partai. Demikian disampaikan Titi Anggraini, anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) sebagaimana diberitakan Kompas (17/7/2023).
Artinya, kaum muda perlu belajar banyak tentang masalah-masalah politik sebelum berkiprah di dalamnya. Namun, di sisi lain, partai-partai politik perlu memberi ruang kepada kader-kader muda di panggung politik.
Penyebab lain yang menghalangi kaum muda untuk terlibat sebagai pelaku politik aktif disampaikan oleh Direktur Kebijakan Politik, Hukum, Pertahanan, dan Keamanan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Moch Nurhasim. Menurut dia, ada ”tembok besar yang tak bercelah” yang menghalangi kaum muda. Tembok itu adalah pusaran oligarki, mempersulit kaum muda tanpa privileged access untuk berpolitik.
Pernyataan Nurhasim di atas perlu menjadi pengingat semua pemangku kepentingan. Indonesia sebagai negara demokrasi harus menjamin kebebasan setiap orang menentukan pilihan politik dan berpartisipasi dalam politik.
Untuk Indonesia yang lebih baik.
Dominikus WaruwuJl Sultan Agung, Bandung Wetan, Kota Bandung