Tantangan Program Restrukturisasi Perbankan
Pemerintah menerbitkan PP Nomor 34 Tahun 2023 tentang Besaran Bagian Premi untuk Pendanaan Program Restrukturisasi Perbankan. Apa implikasi PP tersebut terhadap Lembaga Penjamin Simpanan, bank, dan nasabah mereka ?
Dalam rangka restrukturisasi sektor perbankan nasional, pada 16 Juni 2023 pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2023 tentang Besaran Bagian Premi untuk Pendanaan Program Restrukturisasi Perbankan.
Apa implikasi peraturan pemerintah (PP) ini terhadap Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), bank, dan nasabah mereka?
Sesungguhnya, PP tersebut merupakan aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan yang telah diubah dengan UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
Sarinya, UU itu menekankan upaya pencegahan krisis melalui penguatan industri perbankan, baik pada level individual bank maupun level industri perbankan. Penguatan industri perbankan ini bertujuan supaya penanganan masalah bank diutamakan dengan menggunakan sumber daya bank itu sendiri dan dari industri perbankan.
Pada level individual bank, penguatan dilakukan antara lain melalui penguatan bantalan permodalan dan likuiditas, khususnya untuk bank sistemik.
Penguatan industri perbankan ini bertujuan supaya penanganan masalah bank diutamakan dengan menggunakan sumber daya bank itu sendiri dan dari industri perbankan.
Pada level industri, penguatan dilakukan, antara lain melalui program penjaminan simpanan yang diatur dalam UU tentang LPS.
Selain itu, UU tersebut pun mengatur upaya penanganan krisis sistem keuangan dengan penyelenggaraan Program Restrukturisasi Perbankan (PRP).
Salah satu sumber PRP berasal dari kontribusi industri perbankan dalam bentuk premi PRP. Premi PRP itu merupakan bagian dari premi penjaminan yang dikenakan bank oleh LPS.
Bank yang wajib membayar premi PRP adalah setiap bank yang melakukan kegiatan usahanya di wilayah Indonesia.
Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa individu bank ikut bertanggung jawab atas kondisi industri perbankan yang sehat. Premi PRP dibayarkan pada waktu yang sama dengan pembayaran premi penjaminan.
Berdasarkan pada benchmark internasional, target pendanaan resolusi yang direkomendasikan adalah 2-4 persen dari produk domestik bruto (PDB) atas dasar harga berlaku. Dalam PP ini, premi PRP ditetapkan mencapai 2 persen dari PDB atas dasar harga berlaku pada 2022.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan keterangan kepada wartawan terkait dengan hasil rapat berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) bersama Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Mahendra Siregar, dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan Purbaya Yudhi Sadewa di Jakarta, Senin (8/5/2023).
Berapa besar premi PRP itu? Besaran premi PRP dibayarkan berdasarkan persentase tertentu dari kombinasi kelompok bank berdasarkan jumlah aset dan tingkat risiko bank dikalikan dengan jumlah aset bank.
Tingkat risiko bank adalah hasil penilaian akhir tingkat kesehatan bank dengan menggunakan pendekatan risiko (risk-based bank rating) berupa peringkat komposit.
Singkat kata, premi PRP berkisar dari 0,000 persen bagi bank dengan total aset sampai Rp 1 triliun dengan bank peringkat komposit 1-5, sampai dengan 0,055 persen bagi bank dengan total aset di atas Rp 100 triliun dengan bank peringkat komposit 2.
Artinya, makin tinggi peringkat komposit suatu bank, makin rendah potensi risiko suatu bank. Dengan bahasa lebih bening, bank dengan peringkat komposit 5 (paling tinggi) adalah bank paling rendah risikonya sehingga premi PRP pun paling rendah (kecil).
Premi PRP dibayarkan pertama kali oleh bank kepada LPS terhitung mulai 1 Januari 2025 sampai dengan 30 Juni 2025.
Untuk menekan potensi risiko investasi, dana premi PRP hanya dapat ditempatkan pada surat berharga yang diterbitkan pemerintah, Bank Indonesia (BI), dan/atau pemerintah negara asing yang mata uangnya termasuk dalam hard currency yang memiliki peringkat layak investasi (investment grade).
Mandat anyar itu bertujuan untuk menjamin pengembalian sebagian atau semua hak pemegang polis, tertanggung atau peserta dari perusahaan asuransi yang dicabut izinnya atau dilikuidasi.
Implikasi PRP
Apa saja implikasi premi PRP bagi LPS, bank, dan nasabah bank di masa mendatang?
Pertama, sudah barang tentu, LPS akan semakin sibuk dengan tambahan tugas baru dengan adanya premi PRP sebagai bagian dari premi penjaminan LPS. LPS wajib menyiapkan segala sesuatu untuk penyelenggaraan PRP, termasuk biaya yang menjadi beban operasional LPS.
Ada beberapa tugas LPS. Pertama, merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan simpanan. Kedua, melaksanakan penjaminan simpanan. Ketiga, merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara stabilitas sistem perbankan. Keempat, merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan penyelesaian bank gagal yang tidak berdampak sistemik dan melaksanakan penanganan bank gagal yang berdampak sistemik.
Karena itu, LPS pun wajib menyiapkan manajemen sumber daya manusia (SDM). Hal itu bertujuan final supaya penyelenggaraan premi PRP dapat berjalan baik dan lancar.
Baca juga : Penjaminan LPS Hilangkan Rasa Khawatir Nasabah
Pada awal 2023, UU P2SK pun menitahkan LPS untuk menjamin polis asuransi lantaran mencuatnya aneka kasus perasuransian. Sebut saja, PT Bakri Life (2009), Asuransi Bumi Asih Jaya (2013), AJB Bumiputera (2017), PT Asuransi Jiwasraya (2018), Kresna Life (2019), PT Asabri (2019), Taspen Life (2021), dan Wanaartha Life (2022).
Mandat anyar itu bertujuan untuk menjamin pengembalian sebagian atau semua hak pemegang polis, tertanggung atau peserta dari perusahaan asuransi yang dicabut izinnya atau dilikuidasi. Namun, penjaminan polis asuransi baru akan efektif lima tahun mendatang, tepatnya 12 Januari 2028.
Kedua, selama ini, bank telah membayar premi reguler LPS dua kali dalam setahun dengan total 0,2 persen dari dana pihak ketiga (DPK). Selain itu, bank juga wajib membayar iuran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 0,045 persen dari total nilai aset setiap tahun. Lengkap sudah kewajiban bank kepada regulator sehingga mungkin muncul resistansi.
Premi PRP itu bertujuan supaya bank mampu bertanggung jawab atas potensi risiko sendiri. Terlebih, ketika potensi risiko tersebut bisa membahayakan perekonomian nasional.
Satu hal penting yang harus diingat, kini pemerintah tidak lagi menanggung biaya penyelamatan bank yang bangkrut (bail out). Dengan demikian, bank sangat diharapkan menjadi semakin ”dewasa”.
Ketiga, pembayaran premi PRP baru akan dipungut dua tahun mendatang. Alhasil, bank masih memiliki waktu cukup untuk menyisihkan biaya untuk memenuhi kewajiban pembayaran premi PRP. Lebih dari itu, premi PRP telah ditetapkan berbasis risiko masing-masing bank. Bukan sama rata.
Dampak ke bunga kredit
Keempat, ada hal yang mencemaskan ketika premi PRP itu akhirnya akan dibebankan kepada nasabah sebagai pengguna akhir (user end). Mengapa? Lantaran hal itu akan menambah beban perbankan yang bisa menambah biaya pembentukan suku bunga kredit. Selama ini, suku bunga kredit terbentuk oleh pajak, cadangan, biaya operasional, dan premi risiko (risk premium). Premi risiko itu tergantung pada kelompok nasabah ritel, menengah atau korporasi.
Ketika biaya itu kelak dibebankan kepada nasabah, nasabah akan menghadapi kenaikan suku bunga kredit. Cepat atau lambat. Kecemasan itu bisa menjadi kenyataan terlebih ketika suku bunga acuan bank sentral AS atau The Fed Fund Rate (FFR) terus naik hingga berkisar 5-5,25 persen sejak 4 Mei 2023.
Kenaikan FFR itu bisa mendorong kenaikan suku bunga acuan BI (BI 7-day reserve repo rate) menjadi lebih tinggi lagi dari level saat ini 5,75 persen sejak 18 April 2023.
Kelima, bank, terutama bank pemerintah, sudah semestinya tetap menjaga fungsi mereka sebagai agen pembangunan.
Singkatnya, boleh dikatakan pembayaran premi PRP itu bagai peribahasa berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian; bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian.
Dengan bahasa lebih lugas, bank pemerintah—PT Bank Mandiri (Persero) Tbk atau Bank Mandiri, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI, dan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN—sepatutnya tidak menaikkan suku bunga kredit terlalu tinggi dan cepat.
Oleh karena, jika itu dilakukan, akan mendorong kelompok bank lain untuk mengikuti bank pelat merah sebagai trend setter. Apalagi kini margin bunga bersih (net interest margin/ NIM) bank pemerintah 5,08 persen per April 2023, paling tinggi kedua setelah kelompok bank pembangunan daerah (BPD) 5,35 persen, di atas rata-rata industri 4,86 persen.
Coba bandingkan dengan NIM kelompok bank lain. NIM kelompok bank swasta nasional 4,63 persen dan kelompok bank kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri 4,04 persen. NIM kedua kelompok bank itu di bawah rata-rata industri.
Singkatnya, boleh dikatakan pembayaran premi PRP itu bagai peribahasa berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian; bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian.
Paul Sutaryono, Pengamat Perbankan dan Assistant Vice President BNI (2005-2009)