Mikroplastik ditemukan di udara Jakarta, 86,36 persennya berbentuk fiber atau serat dan sebanyak 81,82 persen jenisnya adalah poliester. Penggunaan serat sintetis untuk pakaian menjadi penyebabnya.
Oleh
ZAHRATUL IFTIKAR
·3 menit baca
Beberapa waktu lalu, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)/Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mendapatkan hasil riset yang mengejutkan, yakni ditemukannya mikroplastik di udara Jakarta. Mikroplastik memang telah lama teridentifikasi di perairan Jakarta, tetapi studi yang dikepalai oleh Anna Ida Sunaryo ini merupakan yang pertama menemukan mikroplastik di udara kota Jakarta. Sebelumnya, mikroplastik di udara telah ditemukan di China, Perancis, Jerman, Inggris, dan Kota Surabaya.
Mikroplastik merupakan pecahan plastik yang berukuran 1 mikron sampai 5 milimeter. Mikroplastik di udara amat berbahaya karena berpotensi terhirup oleh makhluk hidup. Ukurannya yang amat kecil dapat lolos dari bulu-bulu hidung sehingga dapat mencapai paru-paru. Berbagai studi menunjukkan bahwa mikroplastik di dalam tubuh dapat menyebabkan gangguan pernapasan, peradangan, dan kerusakan pada organ pernapasan, termasuk paru-paru.
Hal yang lebih mengejutkan, penelitian BRIN ini mengemukakan bahwa 86,36 persen mikroplastik yang ditemukan berbentuk fiber atau serat dan sebanyak 81,82 persen jenisnya adalah poliester. Mikroplastik berbentuk fiber atau biasa disebut mikrofiber jenis ini umumnya berasal dari pakaian.
Bagaimana bisa mikroplastik di udara justru berasal dari pakaian?
Serat pakaian sintetis dibuat dari plastik. Pakaian yang terbuat dari serat sintetis ini dapat melepaskan mikrofiber, terlebih ketika dicuci. Sebagai contoh, sebuah kaus bola berbahan 100 persen poliester dapat melepaskan 1,1 juta mikrofiber ke dalam air bekas cucian. Air bekas cucian yang mengandung mikrofiber ini kemudian terbuang ke instalasi pengolahan air limbah (IPAL) atau ke sungai.
Sayangnya, sebuah studi melaporkan, IPAL tidak serta-merta dapat menyaring mikrofiber. Air limbah baik yang melalui IPAL maupun tidak akan membawa mikrofiber ke laut. Studi di Kanada memperkirakan, terdapat 848 ton mikrofiber hanya dari air limbah cucian masyarakat Amerika dan Kanada yang terbawa ke laut.
Penelitian lain menunjukkan, 93.000-236.000 ton plastik mengapung di samudra Bumi. Karena memiliki massa yang ringan dan permukaan yang luas, mikrofiber akan mengapung di permukaan air laut.
Angin dan penguapan membuat mikrofiber ini terlepas ke udara dan berpindah sampai ke daratan. Ketika hujan turun, mikrofiber dapat menempel pada air hujan dan turun ke permukaan yang lebih rendah. Karena angin dan hujan pula, mikroplastik bahkan dapat sampai ke wilayah terpencil, seperti Arktik dan pegunungan Tibet.
Adanya mikroplastik di udara ini mestinya menjadi bukti nyata bahaya fast fashion yang ironisnya makin membudaya. Pakaian dibuat dalam jumlah besar dan waktu singkat serta harga murah. Tak pelak lagi, serat sintetis yang jauh lebih murah dan melimpah semakin banyak digunakan demi memenuhi kebutuhan pasar.
Kondisi ini diperparah dengan maraknya platform belanja online yang menawarkan banyak diskon serta menayangkan iklan di media sosial (medsos) secara masif. Generasi Z yang melek medsos inilah yang kemudian menjadi pasar terbesar produk fast fashion. Bahkan, menurut laporan Kompas.com bersama UMN consulting, 51,58 persen generasi Z membeli pakaian hanya karena sedang diskon. Pakaian kini tidak lagi berperan sebagai kebutuhan dasar, tetapi lebih lebih sebagai pemuas keinginan pemakainya.
Anak muda ambil peran
Tingginya paparan media sosial mestinya juga dapat menjadi senjata untuk mengatasi masalah ini. Generasi Z, yang tadinya menjadi konsumen, punya peluang untuk turut mengampanyekan fashion yang ramah lingkungan. Fakta yang didapat para peneliti lingkungan mestinya dapat dengan mudah diangkat oleh anak muda dengan gaya mereka. Harapannya, ke depan green fashion menjadi gaya hidup yang juga digandrungi khalayak ramai.
Hal ini dapat diiringi dengan pelaku usaha atau usaha rintisan yang mendukung green fashion. Anak muda dapat membuat produk yang lebih ramah lingkungan atau membuat jasa tukar pakaian, upcycle, atau persewaan pakaian untuk memperpanjang usia pakaian sembari secara kontinu melakukan edukasi kepada masyarakat melalui media sosial ataupun promosi offline.
Anak muda dapat membuat produk yang lebih ramah lingkungan atau membuat jasa tukar pakaian, upcycle, atau persewaan pakaian untuk memperpanjang usia pakaian.
Andil pemerintah dan peneliti
Di sisi lain, pemerintah mestinya mulai tegas dengan membuat regulasi pembatasan penggunaan serat sintetis pada pakaian. Perusahaan fashion dapat dikenai pajak yang lebih tinggi atau denda jika melebihi ambang penggunaan jumlah serat sintetis tertentu yang ditetapkan.
Peneliti juga berperan penting untuk terus mencari tahu keberadaan mikrofiber di udara, bahaya, serta penanganannya. Peneliti dan desainer fashion juga dapat menciptakan kain yang berkualitas, tetapi tetap ramah lingkungan.
Dampak adanya mikrofiber di udara mungkin tidak terlalu kita rasakan saat ini. Akan tetapi, apabila dibiarkan, jumlahnya dapat terus meningkat dan kelak anak cucu kita yang merasakan dampak terburuknya.
Kita harus mulai lebih memperhatikan terbuat dari apa pakaian kita dan berhati-hati dalam memakai serta mencucinya. Perubahan yang kita lakukan hari ini sejatinya adalah untuk anak cucu kita puluhan tahun lagi. Mereka berhak mendapatkan warisan terbaik berupa lingkungan yang masih aman untuk ditinggali.