Layanan haji berkeadilan dan ramah lansia telah menjadi ”best practices” kehidupan sosial keagamaan yang berkeadilan gender dan ramah lansia yang dimotori negara. Selayaknya ini ditransformasikan menjadi budaya bangsa.
Oleh
BADRIYAH FAYUMI
·3 menit baca
”Haji Berkeadilan dan Ramah Lansia” merupakan tagline penyelenggaraan ibadah haji tahun 1444 H/2023 ini. Tagline ini mewujud dalam kebijakan, struktur, dan sumber daya manusia penyelenggara hingga praktik di lapangan. Haji berkeadilan diwujudkan dengan hadirnya perempuan di semua bidang tugas dan jenjang, mulai petugas haji daerah hinggaamirul haj (pemimpin misi haji Indonesia).
Tahun 2023 ini untuk pertama kalinya ada tiga anggota amirul haj perempuan. Selain penulis (dari Kongres Ulama Perempuan Indonesia/KUPI), dua lainnya adalah Alissa Wahid (Badan Kesejahteraan Masjid/BKM) dan Indah Nataprawira (Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia/KB PII). Haji ramah lansia (lanjut usia) diwujudkan melalui bimbingan ibadah haji ramah lansia, mainstreaming ramah lansia pada seluruh petugas, serta petugas khusus pelayanan lansia.
Penyelenggaraan haji berkeadilan dan ramah lansia yang berada di bawah otoritas Pemerintah Indonesia dapat dinyatakan berjalan dengan baik. Menteri Agama Yaqut C Qoumas selaku amirul haj, para pejabat pemegang amanah, dan petugas bahu-membahu dalam memberikan pelayanan lansia yang beragam permasalahannya.
Para petugas haji, perempuan dan laki-laki, menunjukkan bakti dan dedikasi yang mengagumkan: memandikan, membersihkan kotoran, menuntun berjalan, mengobati luka, membimbing ibadah, dan lain-lain. Lansia diperlakukan seperti bahkan kadang lebih dari orangtua sendiri.
Keluhan petugas yang lamban lebih karena keterbatasan jumlah, waktu, dan tenaga yang totalnya hanya 4.595 orang untuk melayani 210.140. Rasionya 1:50, di mana 30 persennya lansia.
Bakti dan dedikasi kepada lansia di Tanah Suci menampakkan wajah bangsa yang luhur budi. Keluhuran yang lahir karena panggilan iman, tugas negara, dan sekaligus khidmah kemanusiaan.
Kebijakan haji tahun ini telah menghadirkan fenomenaakhlak bangsa yang adiluhung di Tanah Suci; yang menempatkan perempuan dan laki-laki sebagai subyek penuh kehidupan, dan yang memanusiakan lansia melampaui sekat kekerabatan.
Budaya bangsa
Fenomena haji tahun ini membuktikan bahwa akhlak bangsa bisa dibentuk melalui kebijakan negara yang ditopang oleh struktur, aparatur, dan SDM yang sevisi, memadai, mampu, dan peduli dengan kepemimpinan yang tegas, jelas, dan membersamai.
Budaya adil jender dan ramah lansia adalah keniscayaan bagi bangsa yang berkemanusiaan yang adil dan beradab dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyatnya.
Tanpa menyangkal adanya kekurangan di sana-sini, haji berkeadilan dan ramah lansia telah menjadi best practices kehidupan sosial keagamaan yang berkeadilan jender dan ramah lansia yang dimotori oleh negara.
Spirit dan praktik baik ini sungguh sayang jika terjadi hanya saat musim haji di Tanah Suci. Selayaknya negara secara sistemik mentransformasikannya menjadi budaya bangsa, ditopang oleh tiga pilar yang sama-sama kuat, yaitu regulasi dan kebijakan, struktur dan aparatur negara, serta civil society. Budaya adil jender dan ramah lansia adalah keniscayaan bagi bangsa yang berkemanusiaan yang adil dan beradab dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyatnya.
Budaya bangsa adil jender dimulai dari hadirnya kesadaran penuh penyelenggara negara di semua level dan masyarakat akan kedudukan perempuan dan laki-laki yang sama-sama menjadi subyek penuh kehidupan dan sekaligus sama dan setara sebagai penerima manfaat pembangunan, dengan mempertimbangkan kekhasan pengalaman biologis dan sosial perempuan. Dari sini kesadaran untuk memberikan akses yang sama, sikap nondiskriminatif, dan antikekerasan akan bergulir alami. Tidak mudah, tetapi harus terus diperjuangkan.
Budaya bangsa ramah lansia dimulai dari kesadaran penuh penyelenggara negara dan masyarakat akan kemanusiaan dan hak lansia yang memiliki kebutuhan khusus, baik secara fisik, psikis, maupun sosial. Dari sini infrastruktur negara dan pranata sosial dicipta dan ditata bersama secara sistemik untuk menjamin lansia dapat hidup bermartabat, sehat, bahagia, dan bermanfaat, termasuk lansia yang sebatang kara. Ini tidak sulit jika negara dan masyarakat serius berkemauan. Sebab, ini kebutuhan setiap warga negara yang semakin tahun jumlah lansianya semakin membesar.
Kehadiran berbagai kementerian dan lembaga di musim haji tahun ini, termasuk Bappenas, Kementerian Dalam Negeri, serta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, selain diharapkan memberikan masukan, juga mentransformasikan akhlak baik di Tanah Suci menjadi budaya bangsa di Tanah Air melalui perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional yang berkelanjutan. Insya Allah, ikhtiar sistemik negara dan masyarakat untuk membumikan budaya adil jender dan ramah lansia menjadi penanda kemabruran haji bangsa Indonesia.