Perikanan Berkelanjutan dengan Transformasi Digital
Transformasi digital bagi perikanan berkelanjutan diperlukan dalam memberdayakan nelayan, pembudidayaan ikan, teknologi produksi, serta penguatan ekosistem bisnis perikanan dengan aliran informasi big data.
Oleh
Mira Maulida
·5 menit baca
Pasar perikanan di Indonesia sangat signifikan dari segi konsumsi domestik maupun ekspor. Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia, total nilai produk perikanan di Indonesia mencapai Rp 266 triliun pada tahun 2020. Permintaan pasar bervariasi karena perubahan permintaan global, kondisi pasar domestik, serta perubahan cuaca. Namun demikian, permintaan pasar perikanan negara berkembang masih mengalami kendala kesulitan pasokan (Gebremedhin, DKK, 2021).
Meskipun potensi produksi perikanan Indonesia besar, akan tetapi kontribusi terhadap PDB nasional masih sangat kecil yaitu 2,8 persen. Dari sisi hulu, teknologi hasil perikanan di Indonesia sudah waktunya untuk bertransformasi agar dapat memenuhi kebutuhan pasar domestik dan global, selain untuk menjaga ketahanan pangan nasional.
Jumlah penduduk yang besar serta tradisi kuat pada konsumsi ikan, pasar perikanan lokal secara fundamental cukup berarti. Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat konsumsi ikan per kapita tertinggi di dunia dengan rata-rata konsumsi per kapita 60 kilogram per tahun, menyerap 73 persen dari produksi industri perikanan (BPS, 2022).
Di Indonesia, "pasar ikan" adalah tempat membeli ikan segar langsung dari nelayan atau penjual ikan. Komoditas perikanan budidaya yang paling diminati pasar lokal, tilapia, lele, dan bandeng, sedangkan produk perikanan tangkap di lautan adalah tongkol-tuna-cakalang, kembung, dan teri. Selain itu, Indonesia memiliki beragam jenis ikan populer di dunia seperti tuna, kakap, kerapu, tenggiri, makarel, dan sarden.
Pasar ekspor berkontribusi signifikan (27 persen) pada industri perikanan Indonesia. Sebagai negara pengekspor ikan dan produksi perikanan terbesar di dunia (Khasanah DKK, 2019), Indonesia mengekspor berbagai macam makanan laut, termasuk udang, tuna, cumi-cumi, kepiting. Pada tahun 2020, total nilai ekspor perikanan mencapai sekitar 12,5 miliar dollar AS. Produk ekspor utama udang, tuna, cumi-cumi, kepiting, dan berbagai spesies ikan.
Salah satu tantangan bagi Indonesia dalam memasuki pasar internasional adalah 1) Penciptaan nilai tambah (value creation) (Wilkinson, 2006); yang ditentukan oleh keandalan infrastruktur pada sisi hulu yang masih terbatas, seperti teknologi perikanan tradisional (alat penangkapan, proses pembekuan, fasilitas pendinginan, fasilitas ultraviolet, ekonomi sirkular (keberlangsungan bahan baku).
Kemudian, 2) Rantaian pasokan tidak efisien (daya tawar nelayan rendah terhadap tengkulak); 3) keterbatasan modal operasional (bahan bakar, pemilikan kapal); 4) kualitas sumber daya manusia yang tidak ada yang peduli; serta 5) masih lemahnya ekosistem bisnis perikanan di Indonesia.
Tidak kalah penting adalah dukungan pemerintah pada ekspor perikanan, seperti pemetaan area penangkapan, pemenuhan persyaratan impor regional (misal Common Fisheries Policy (CFP) bagi pasar Uni Eropa. Keterbatasan tersebut menjadikan Indonesia hanya sebagai secondary supplier, dengan daya tawar yang rendah. Parahnya adalah, untuk memasuki pasar Uni Eropa, pengusaha Indonesia harus melalui negara perantara seperti Vietnam dan Thailand.
Perikanan Berkelanjutan
Perikanan berkelanjutan memberikan manfaat kesejahteraan masyarakat, dan kontribusi pendapatan devisa negara dalam jangka panjang. Namun penangkapan ikan berlebihan, metode penangkapan ikan yang merusak, dan polusi adalah masalah yang perlu diatasi untuk memastikan ketersediaan sumber daya ikan dalam jangka panjang.
Sangatlah penting memastikan, praktik penangkapan ikan menghindari eksploitasi berlebihan serta dampak negatif terhadap lingkungan. Sejatinya, pemerintah Indonesia telah menerapkan upaya perikanan berkelanjutan, seperti membangun kawasan konservasi laut, menegakkan peraturan penangkapan ikan, serta promosi alternatif akuakultur untuk ikan tangkapan liar.
Tantangan industri perikanan berkelanjutan di Indonesia, antara lain: penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur. Penangkapan ikan yang melanggar peraturan nasional dan internasional, seperti tanpa izin, penangkapan di daerah terlarang, dan pelaporan hasil tangkapan yang tidak benar; sehingga rancu dengan pengurasan ikan.
Selain itu ada masalah perubahan iklim dan pengasaman laut. Kenaikan suhu laut, pengasaman laut, dan cuaca ekstrem menjadi tantangan bagi sektor perikanan, karena mengganggu pola migrasi ikan, serta mempengaruhi reproduksi ikan.
Di samping itu, terbatasnya akses ke pasar dan rantai nilai yaitu keterbatasan akses pasar merupakan tantangan nelayan skala kecil. Adanya rantaian perantara yang menjadi pembatas keterhubungan dengan pembeli berakibat harga yang tidak adil untuk produk mereka. Penyebab utamanya adalah infrastruktur yang terbatas, kurang informasi pasar, dan tengkulak yang menghambat perikanan skala kecil.
Untuk mengatasi tantangan-tantangan ini, diperlukan pendekatan multi-disiplin (Charles, 1994); antara lain, penegakan regulasi yang lebih baik, sistem pemantauan dan pengawasan yang lebih baik, serta dukungan bagi nelayan kecil.
Transformasi Digital
Menimbang begitu kompleksnya permasalahan yang ada di dalam ekosistem perikanan untuk mewujudkan perikanan berkelanjutan di Indonesia, transformasi digital diyakini merupakan salah satu upaya untuk membantu mengurangi tantangan yang ada (Liu Dkk, 2019), seperti:
Memfasilitasi Pelacakan Perikanan, termasuk data tangkapan, zona penangkapan ikan, pemantauan kapal penangkap ikan, untuk memastikan praktik penangkapan ikan berkelanjutan, dan pencegahan penangkapan ikan ilegal. Mencipta loka pasar (marketplace) dan perdagangan elektronik (e-commerce) dengan bantuan platform daring dengan jejaring yang menghubungkan nelayan, pembudidaya ikan, dan penjual produk perikanan langsung dengan pembeli institusi (hotel, restoran, katering, korporasi, pengecer) dan juga tingkat konsumen. Hal ini memperluas akses pasar, mengurangi perantara, serta memastikan struktur harga yang adil.
Sistem ketertelusuran melalui aplikasi digital yang dapat melacak dan menelusuri produk ikan di seluruh rantai pasokan, dari tangkapan hingga ke konsumen. Hal ini membantu memastikan kualitas produk, mencegah penangkapan ikan yang ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur (IUU).
Pelatihan nelayan dan berbagi pengetahuan berupa program aplikasi seluler yang memberikan modul pelatihan bagi nelayan untuk mengenali praktik terbaik, seperti teknik penangkapan berkelanjutan, keselamatan di laut, dan sebagainya.
Sebagai negara maritim, kompleksitas industri perikanan di Indonesia memerlukan perhatian dan pembelajaran serius oleh seluruh pemangku kepentingan. Transformasi digital bagi perikanan berkelanjutan sangat diperlukan dalam memberdayakan nelayan, pembudidayaan ikan, teknologi produksi, serta penguatan ekosistem bisnis perikanan dengan aliran informasi (big data) yang berharga dari hulu hingga hilir.
Mira Maulida adalah anggota Indonesia Strategic Management Society (ISMS)