Rutte dikenal keras terhadap imigran. Ia pernah memerintahkan para imigran agar meninggalkan Belanda jika tidak bisa berasimilasi.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Perdana Menteri BelandaMark Rutte menyampaikan surat pengunduran diri kepada Raja Belanda Willem-Alexander. Pemicunya adalah isu imigran.
Pemerintahan koalisi pimpinan Rutte terlibat debat keras tentang pembatasan masuk imigran, penyebab surat pengunduran dirinya pada Sabtu (8/7/2023). Partai Rutte, Partai Rakyat untuk Kebebasan dan Demokrasi (VVD), serta Christian Democratic Appeal (CDA) sepakat membatasi masuknya anak-anak korban perang dan baru dua tahun bisa bertemu orangtua mereka.
Rutte dikenal keras terhadap imigran. Ia pernah memerintahkan para imigran agar meninggalkan Belanda jika tidak bisa berasimilasi. ”Orang yang tidak mau beradaptasi, yang menyerang kebiasaan kita atau menolak nilai-nilai kita, ... yang menyerang kaum LGBT, yang meneriaki perempuan bercelana pendek atau menjuluki warga biasa Belanda sebagai rasis,” demikian Rutte pernah berseru lewat media (The Christian Science Monitor, 23 Januari 2017).
Wopke Hoekstra, Menteri Luar Negeri Belanda dan pemimpin CDA, mendukung Rutte tentang pembatasan imigran dengan argumentasi lain. ”Kapasitas layanan publik di negara kami dengan kepadatan penduduk telah menyulitkan perolehan jasa perumahan, kesehatan, dan pendidikan,” kata Hoekstra, Jumat (7/7/2023).
Dua partai koalisi lainnya, Democrats 66 (D66) dan Christian Union (CU), menolak pembatasan. Dua partai koalisi ini menolak hal itu terlebih tentang cara bersepakat. ”Di Belanda, kami memiliki tradisi menjembatani perbedaan. Kami adalah negara dengan kumpulan-kumpulan minoritas. Kami saling peduli dan ini cara kami menemukan solusi,” kata Menkeu Belanda dan pemimpin D66, Sigrid Kaag. ”Kini, sayangnya, sebuah perbedaan menjelma menjadi kesulitan menemukan rekonsiliasi,” kata Kaag.
Inilah jalan bagi Rutte mengajukan pengunduran diri. Akan tetapi, tampaknya, Rutte memang memanfaatkan isu imigran untuk membuka jalan menuju pemilu. Xander van der Wulp, wartawan politik untuk afiliasi CNN dan televisi nasional Belanda, NOS, mengatakan, Rutte menemukan jalan bagi retaknya koalisi. Ini akan membuka kesempatan bagi pemilu baru. Rutte mengira akan bisa mengubah komposisi pemilu, termasuk dengan isu imigran, yang sedang berterima bagi masyarakat Eropa, terutama bagi sejumlah kalangan.
Kini ada 23,8 juta atau 5,3 persen dari total 446,7 juta warga Uni Eropa yang berasal dari keturunan non-Uni Eropa berdasarkan data 1 Januari 2022. Masalah muncul terutama untuk imigran asal Afrika dari Timur Tengah. Ada diskriminasi perlakuan terhadap imigran dari kawasan ini.
The Brookings, 16 September 2016, menuliskan akar fobia imigran meningkat di Uni Eropa sejak 2015. Kelompok sayap kanan Uni Eropa tergolong melejit pamornya, termasuk karena isu imigran. Rutte tampaknya memainkan isu itu untuk kepentingan politiknya.
Editor:
PAULUS TRI AGUNG KRISTANTO, ANTONIUS TOMY TRINUGROHO