Tanaman karet yang pernah menjadi tumpuan kesejahteraan petani kini semakin terpinggirkan. Sebagian lahan perkebunan karet bahkan bersalin rupa.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Beberapa hari terakhir, berita tentang industri karet di Indonesia sungguh memprihatinkan. Harga yang terus merosot membuat komoditas itu kehilangan daya tarik. Sebagian petani beralih dari karet ke kelapa sawit.
Menatap pohon karet bagaikan menatap ketidakberdayaan. Produktivitas perkebunan karet di Indonesia sekitar 300 kilogram karet remah per hektar per tahun. Angka ini seperempat dari produktivitas di negara lain yang bisa mencapai 1.300 kg per hektar per tahun (Kompas, 6/7/2023).
Harga yang terus merosot membuat komoditas itu kehilangan daya tarik.
Kemampuan keuangan petani yang terbatas membuat peremajaan tanaman karet tertunda. Di sisi lain, pabrik tutup atau mengurangi dan memberhentikan karyawan. Kesulitan bahan baku membuat pabrik gulung tikar.
Padahal, Indonesia adalah penghasil karet nomor dua terbesar di dunia setelah Thailand. Bersama Thailand dan Malaysia, Indonesia membentuk Dewan Tripartit Karet Internasional (ITRC). Lebih dari 80 persen penghasil karet di Indonesia berskala kecil dan terdapat lebih dari 2,25 juta petani dan buruh tani di sektor karet.
Berdasarkan data Statista, pada 2022, produksi karet Indonesia 3,14 juta metrik ton. Dalam 10 tahun terakhir, produksi terbesar pada 2017, yakni 3,68 juta metrik ton.
Sebagian besar produksi karet alam Indonesia diekspor. Statistik Karet Indonesia 2021 yang diterbitkan Badan Pusat Statistik menunjukkan, ekspor karet alam Indonesia pada 2021 sebanyak 2,33 juta ton, senilai 4,02 miliar dollar AS. Negara tujuan ekspor terbesar adalah Amerika Serikat, Jepang, China, India, dan Korea.
Mengutip Trading Economics, harga kontrak berjangka karet pada 7 Juli 2023 sebesar 131,3 sen dollar AS per kilogram. Harga karet tidak lagi menjanjikan. Dalam setahun terakhir, harga kontrak berjangka karet turun 18 persen.
Upaya menjaga industri karet Indonesia bukannya tidak dilakukan. Indonesia menginisiasi pembentukan bursa karet regional. Keberadaan bursa regional, yang sudah disebut-sebut setidaknya sejak 2015, diharapkan bisa menjaga stabilitas harga salah satu komoditas strategis Indonesia itu.
Keberadaan bursa regional diharapkan bisa menjaga stabilitas harga.
Sementara, untuk meningkatkan penyerapan produksi karet alam, antara lain dengan menguji coba penggunaan aspal karet di beberapa ruas jalan. Menurut Pusat Penelitian Karet, aspal karet bisa berupa aspal karet berbasis lateks, berbasis karet padat, dan berbasis serbuk karet.
Perhatian dan perbaikan hulu ke hilir komoditas karet perlu disegerakan demi menjaga harga karet, yang berujung pada perbaikan kesejahteraan petani, buruh tani, dan pekerja sektor ini. Peremajaan tanaman dan peningkatan produktivitas, misalnya, bisa dilakukan bersamaan dengan mendorong hilirisasi, yakni menggalakkan industri penyerap karet.
Langkah-langkah strategis mesti dilakukan segera. Jangan ditunda agar nasib karet kembali indah.