Satu dari dua siswa Indonesia, kemampuan literasinya masih di bawah rata-rata minimal. Begitu pula pembelajaran numerik. Dua dari tiga murid Indonesia, kemampuan numeriknya masih memprihatinkan.
Oleh
Budi Sartono Soetiardjo
·2 menit baca
Kecerdasan buatan (AI) makin terasa kehadirannya dalam kehidupan kita. Harian Kompas (Rabu, 28/6/2023) membahas dan mengupas tuntas AI dari perspektif para rektor perguruan tinggi dan pakar.
Namun, tampaknya pembicaraan masih banyak berkutat pada urusan hilir. Padahal, spektrum kecerdasan buatan sangat luas, dari hulu hingga hilir. Apalagi dalam kaitannya mempersiapkan sumber daya manusia Indonesia yang kreatif, inovatif, dan produktif.
Pendidikan menjadi hulu dari semua persoalan bangsa ini, terutama dalam menghadapi pesatnya perkembangan kecerdasan buatan. Akan tetapi, kekhawatiran masih membayangi lubuk hati kita, tentang masih rendahnya kompetensi literasi dan numerik anak-anak negeri ini.
Hasil asesmen nasional 2021 memberi gambaran nyata tentang keadaan ini. Satu dari dua siswa Indonesia, kemampuan literasinya masih di bawah rata-rata minimal. Begitu pula dengan pembelajaran numerik. Dua dari tiga murid Indonesia, kemampuan numeriknya pun setali tiga uang, masih memprihatinkan.
Survei Programme for International Student Assessment (PISA) pada 2018 menunjukkan, nilai kemampuan anak Indonesia 382. Ini menempatkan Indonesia di peringkat ke-71 dari 77 negara (Kompas, 28/12/2022).
Oleh sebab itu, kompetensi literasi dan numerik ini harus benar-benar dibenahi jika kita tidak ingin hanya jadi penonton. Kita harus mampu bersaing dengan negara-negara lain dalam soal kecerdasan buatan. Penguasaan total terhadap dua disiplin ilmu tersebut menjadi fondasi agar SDM bangsa kita menguasai kecerdasan buatan.
Kompetensi STEM (science, technology, engineering, and mathematics) adalah empat pilar kecerdasan buatan, dan itu banyak berbicara tentang perihal numerik dalam memahami konteks suatu persoalan.
Oleh sebab itu, modal dan model pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah sudah saatnya ditransformasi sesuai dengan tuntutan perkembangan teknologi. Sudahkah semua ini diakomodasi dalam program Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka?
PR nyata dunia pendidikan kita dalam menyongsong masa depan anak-anak bangsa yang lebih baik.