Lebih dari setahun bertempur di Ukraina, Prigozhin dengan tentaranya membuat kejutan. Dia membangkang, bergerak menuju Moskwa guna menentang Putin. Wagner berubah menjadi alat politik Prigozhin. Apa motif Prigozhin ?
Oleh
MARSETIO
·4 menit baca
Menggunakan tentara bayaran sebagai jalan pintas banyak dipraktikkan dalam konflik bersenjata guna merebut wilayah musuh ataupun untuk melaksanakan tugas-tugas berbahaya di daerah pendudukan seperti terjadi pada perang di Irak, Suriah, Afghanistan, dan juga di Ukraina.
Tentara resmi sebuah negara berdaulat memiliki berbagai aturan dan prosedur yang ketat dalam melaksanakan operasi militer ke negara lain. Belum lagi, korban jiwa prajurit sering kali menimbulkan kepedihan bagi keluarga. Akibatnya, sejumlah negara maju memilih tentara bayaran untuk meminimalkan risiko kehilangan nyawa tentara regulernya.
Motif ekonomi merupakan alasan utama bagi tentara bayaran untuk bertempur. Mereka tidak peduli pada ideologi, kesetiaan kepada negara, ataupun tujuan perang. Pengguna jasa mereka bukan hanya pemerintah suatu negara, bisa juga swasta atau pihak lain yang memiliki kepentingan dalam suatu konflik bersenjata.
Protokol tambahan pertama Konvensi Geneva tahun 1977 menyatakan, tentara bayaran, jika tertangkap musuh, tak berhak atas status tawanan perang. Meski begitu, menjadi tentara bayaran tetap menggiurkan bagi para petualang karena tingginya bayaran yang diterima.
Negara-negara kaya selalu memiliki alasan untuk memerangi negara lain. Kondisi ini memunculkan peluang bagi tumbuhnya perusahaan jasa tentara bayaran, seperti Blackwater (Academi) di AS dan Wagner di Rusia. Misi mereka beragam, mulai dari bertempur, mengawal pasokan logistik, hingga memberi pelatihan kepada prajurit negara-negara boneka.
Keberadaan tentara bayaran juga sudah ada sejak dulu, seperti Legiun Asing di Perancis atau Tentara Gurkha di Inggris. Belanda juga menggunakan tentara bayaran, Marsose, saat menghadapi pejuang kemerdekaan Indonesia di era kolonial. Sepanjang masih ada perang, sejauh itu pula keberadaan tentara bayaran tetap diperlukan, terutama oleh negara-negara yang mampu membayarnya.
Anomali tentara bayaran Rusia
Dalam perang Rusia-Ukraina yang mulai berkecamuk Februari 2022, Presiden Rusia Vladimir Putin menggunakan tentara bayaran Grup Wagner yang dipimpin Yevgeny Prigozhin.
Wagner sudah lama menjadi mitra Rusia, bertempur di Suriah, Libya, Sudan, dan di beberapa negara gagal, atas perintah Moskwa. Pasukan itu juga menjadi motor Rusia saat menganeksasi Semenanjung Crimea tahun 2014 ataupun pada perang Rusia-Ukraina yang hingga kini masih berlangsung.
Lebih dari setahun bertempur di Ukraina, Prigozhin dengan tentaranya membuat kejutan pada 24 Juni 2023. Dia membangkang, bergerak menuju Moskwa guna menentang Putin. Tindakan Prigozhin itu merupakan anomali: tentara bayaran memberontak pihak yang membayarnya. Dalam lintasan sejarah tentara bayaran, tak ada data yang menyatakan tentara bayaran memberontak terhadap tuannya.
Perbuatan Prigozhin itu sesungguhnya juga sudah masuk ke ranah politik yang bukan domain tentara bayaran.
Wagner telah berubah menjadi alat politik yang digunakan Prigozhin untuk menekan Putin agar mengganti Menteri Pertahanan Sergei Shoigu dan Panglima Tentara Jenderal Valery Gerasimov yang dia nilai tidak cakap dalam perencanaan invasi ke Ukraina sehingga mempermalukan militer Rusia pada perang tersebut.
Prigozhin membawa tentaranya bergerak keluar dari markas di kota Rostov-on-Don, tetapi berhenti 200 kilometer dari Moskwa setelah Presiden Belarus Alexander Lukashenko membujuk Prigozhin agar tidak meneruskan niatnya.
Prigozhin menurut sehingga drama pemberontakan tentara bayaran Rusia itu berakhir antiklimaks. Prigozhin pun berbelok arah menuju Belarus, dan Putin meniadakan tuntutan pidana terhadap Prigozhin. Namun, Rusia dengan begitu kehilangan tentara bayarannya sebagai tenaga pendobrak di medan perang Ukraina.
Sampai drama itu usai, belum diketahui motif politik yang sesungguhnya dari Prigozhin bersama tentara bayarannya untuk memberontak. Namun, ada pelajaran yang dapat ditarik dari peristiwa tersebut, yakni tentara bayaran tidak sepenuhnya bisa dipercaya untuk bertempur hanya demi uang, melainkan bisa juga untuk tujuan politik tertentu dari pemegang komandonya.
Dalam perspektif kita, tentara bayaran tidak boleh ada di Indonesia. Warga negara Indonesia (WNI) juga tidak boleh menjadi tentara selain menjadi anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Drama tentara bayaran Rusia itu dapat menjadi renungan bagi kita semua, terutama dalam hal penggunaan tentara bayaran. Dalam perspektif kita, tentara bayaran tidak boleh ada di Indonesia. Warga negara Indonesia (WNI) juga tidak boleh menjadi tentara selain menjadi anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI Pasal 23 Huruf d menyatakan, warga negara Indonesia kehilangan kewarganegaraannya jika memasuki dinas tentara asing tanpa izin Presiden.
Akhir drama
Nasib Prigozhin dengan pasukannya pasca-pemberontakan tampaknya akan berubah drastis, terutama relasinya dengan Putin yang sebelumnya sangat dekat. Putin, sepanjang tidak terlibat dalam skenario drama buatan Prigozhin, tentu mempunyai rencana tertentu terhadap Prigozhin yang kini menjadi musuh Rusia dan terisolasi di Belarus.
Di dalam negeri Rusia, sejumlah spekulasi muncul atas kelanjutan karier Shoigu dan Jenderal Gerasimov, serta sejumlah jenderal lain, seperti Sergei Surovikin, Kepala Staf Angkatan Antariksa, yang tak diketahui keberadaannya pascapemberontakan Wagner.
Surovikin dan Prigozhin setidaknya pernah bersama-sama bertempur di Suriah dan Ukraina. Sebelum memberontak, Prigozhin pernah mewacanakan Surovikin pantas menjadi Menteri Pertahanan Rusia.
Kini gelas telah retak. Bahkan, menurut sekutu dekat Putin, Presiden Alexander Lukashenko, Putin sangat marah kepada Prigozhin dan akan menghancurkan Wagner (Kompas, 1/7/2023). Jika itu terjadi, sejarah kembali berulang seperti saat AS memerangi Osama bin Laden, pemimpin Al Qaeda. Osama adalah binaan AS yang mendirikan Al Qaeda guna bertempur melawan tentara Uni Soviet yang menginvasi Afghanistan tahun 1979.
L’Histoire se Repete, kata orang Perancis. Ya, sejarah memang selalu berulang.
MarsetioGuru Besar Universitas Pertahanan; Kepala Staf TNI Angkatan Laut 2012-2015