Relasi erat Indonesia-Australia tak hanya akan menguntungkan kedua negara. Di tengah rivalitas Amerika Serikat-China, kawasan Asia-Pasifik juga diuntungkan.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Kita patut gembira melihat kedekatan Presiden Joko Widodo dengan Gubernur Jenderal Australia David Hurley dan Perdana Menteri Anthony Albanese pada Senin-Selasa, 3-4 Juli 2023. Kedekatan mereka menunjukkan kedua negara sama-sama ingin menjalin hubungan baik. Dalam kunjungannya ke Australia tersebut, menurut Presiden, pembahasan oleh kedua negara meliputi investasi dan perdagangan. Dibahas pula isu transisi energi, kesehatan, serta peningkatan sumber daya manusia (Kompas, 4 Juli 2023).
Kedua negara juga sama-sama memiliki cadangan nikel, bahan baku baterai kendaraan listrik, cukup besar. Sebanyak 42 persen cadangan terbukti nikel global berada di Australia dan Indonesia. Hal itu merupakan peluang sangat penting bagi kedua negara.
Investasi dan perdagangan memang dapat mempererat hubungan dua negara. Hal ini pun berlaku terhadap Indonesia dan Australia, dua negara tetangga dengan fluktuasi relasi cukup tinggi: ada suatu masa hubungan Indonesia-Australia dingin, tetapi ada suatu masa relasi keduanya sangat hangat. Kita berharap, melalui jalur ekonomi, Australia-Indonesia lebih sering melalui masa-masa penuh keakraban.
Relasi erat Australia-Indonesia tak hanya akan memberikan manfaat positif bagi dua negara itu. Hubungan Australia dan Indonesia yang kokoh akan memberikan pula pengaruh baik bagi kawasan Asia-Pasifik di tengah rivalitas Amerika Serikat (AS) dan China yang memanas.
Sama-sama sebagai middle power (negara kekuatan menengah), Australia dan Indonesia mengedepankan pendekatan multilateralisme dan mengutamakan tatanan berbasiskan aturan. Hal ini ditempuh middle power karena mereka tak memiliki kekuatan besar, seperti negara great power. China dan AS dapat dikategorikan sebagai great power karena memiliki pengaruh global serta sanggup memaksakan kehendak secara sepihak.
Australia berperan sebagai motor pendorong kerja sama multilateral yang inklusif atau melibatkan lebih banyak negara kecil sekaligus pendukung utama tatanan berbasis aturan. Namun, karena posisinya sebagai sekutu AS, peluang Australia sangat kecil untuk menjadi penghubung China-AS. Peran itu dimainkan oleh Indonesia yang mengedepankan politik luar negeri bebas aktif, selain selama ini gigih bersama ASEAN mencari titik temu dalam tumpang tindih klaim di Laut China Selatan (Sarah Teo, ”Middle Powers amid Sino-U.S. Rivalry: Assessing the ’Good Regional Citizenship’ of Australia and Indonesia”, The Pacific Review, 2022).
Australia dan Indonesia tentu menyadari kondisi tersebut. Hubungan mereka yang kokoh akan membantu keduanya memainkan peran meredakan ketegangan AS dan China, yang selanjutnya membantu terciptanya Asia-Pasifik yang damai.
Editor:
PAULUS TRI AGUNG KRISTANTO, ANTONIUS TOMY TRINUGROHO