Sisa Waktu Bonus Demografi
Dengan 18 tahun waktu tersisa, Indonesia harus memanfaatkan bonus demografi untuk keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah dan menjadi negara maju. Ada empat strategi mengoptimalkan sisa waktu bonus demografi.
Presiden Joko Widodo dalam beberapa kesempatan mengingatkan pentingnya sisa waktu 13 tahun bagi Indonesia untuk dapat menjadi negara maju.
Apa yang diungkapkan Presiden Jokowi erat kaitannya dengan periode bonus demografi di Indonesia yang tersisa 13 tahun lagi.
Berdasarkan proyeksi penduduk Indonesia 2015-2045 berbasis data Survei Penduduk Antarsensus (Supas) 2015, periode bonus demografi di Indonesia berlangsung 2012 hingga 2036.
Mengapa begitu penting periode bonus demografi? Karena negara yang berada dalam periode bonus demografi memiliki penduduk usia produktif berlimpah, ditandai oleh rasio ketergantungan di bawah 50, dan berkesempatan meraih pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Bonus demografi modal penting bagi kita untuk menjadi negara maju.
Bank Dunia membagi perekonomian dunia menjadi empat kelompok, yaitu negara berpendapatan rendah, menengah bawah, menengah atas, dan tinggi. Pendapatan mengacu pada pendapatan nasional bruto/PNB (gross national income/GNI) per kapita, menggunakan satuan mata uang dollar AS.
Klasifikasi ini diperbarui oleh Bank Dunia setiap tahun sehingga batas pendapatan per kapita terus bergerak naik.
Baca juga: Kemampuan Kognitif Manusia Indonesia Masih Jadi Tantangan Besar
Berdasarkan data Bank Dunia, pendapatan per kapita Indonesia pada 2011, saat akan memasuki periode bonus demografi, tercatat 2.990 dollar AS. Data terakhir 2021 menunjukkan pendapatan per kapita Indonesia 4.180 dollar AS. Selama sembilan tahun berada dalam periode bonus demografi, pendapatan per kapita Indonesia naik 1,4 kali lipat.
Jika menggunakan ukuran Bank Dunia tahun 2021, dalam sepuluh tahun terakhir Indonesia berhasil naik ”kelas” dari negara berpendapatan menengah bawah jadi menengah atas. Namun, Indonesia masih di batas bawah negara berpendapatan menengah atas. Cukup jauh untuk bisa naik status menjadi negara berpendapatan tinggi.
Sebagai perbandingan, Korea Selatan mulai memasuki periode bonus demografi sejak 1987 dengan pendapatan per kapita 3.530 dollar AS. Namun, Korsel mampu memanfaatkan periode bonus demografi dengan sangat efektif.
Hanya dalam waktu sembilan tahun, pada 1996, Korsel naik status menjadi negara berpendapatan tinggi dengan pendapatan per kapita 13.320 dollar AS.
Selama kurun waktu sembilan tahun, pendapatan per kapita di Korsel naik 3,8 kali lipat, sedangkan Indonesia naik 1,4 kali lipat dalam sembilan tahun awal periode bonus demografi.
China memasuki periode bonus demografi tahun 1997 dengan pendapatan per kapita 750 dollar AS, di bawah pendapatan per kapita Indonesia saat itu (1.090 dollar AS). Perlahan namun pasti, China berhasil memanfaatkan periode bonus demografi dengan sangat baik dan sejak 1998 memiliki pendapatan per kapita di atas Indonesia.
Pada 2021, setelah 24 tahun berada dalam periode bonus demografi, pendapatan per kapita China mencapai 11.880 dollar AS, naik hampir 16 kali lipat sejak memasuki periode bonus demografi. Pada 2021, China sudah mendekati status negara berpendapatan tinggi.
Bonus demografi lebih lama
Wakil Presiden Ma’ruf Amin pada pertengahan Mei lalu bersama Kepala Bappenas meluncurkan buku proyeksi penduduk Indonesia 2020-2050. Perhitungan proyeksi penduduk didasarkan pada data Sensus Penduduk 2020. Hasil proyeksi ini menggantikan data proyeksi penduduk 2015-2045.
Kabar baiknya, berdasarkan proyeksi penduduk 2020-2050 (skenario tren), bonus demografi di Indonesia akan berakhir pada 2041. Periode bonus demografi lima tahun lebih lama daripada proyeksi sebelumnya (berakhir 2036).
Dengan 18 tahun waktu tersisa, kita harus memanfaatkannya untuk keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah (middle income trap) dan menjadi negara maju. Agar terwujud, ada empat alternatif strategi mengoptimalkan sisa waktu bonus demografi.
Pertama, terkait pengendalian angka kelahiran. Tren kelahiran di Indonesia terus menurun. Saat ini, rata-rata jumlah anak per perempuan di Indonesia sudah mendekati 2,1 anak. Setelah 2035, jumlah anak per perempuan turun di bawah dua anak, hingga mencapai 1,97 anak per perempuan pada 2045.
Dengan 18 tahun waktu tersisa, kita harus memanfaatkannya untuk keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah ( middle income trap) dan menjadi negara maju.
Jika dibiarkan, jumlah penduduk Indonesia berpotensi turun di masa depan dan periode bonus demografi dapat berakhir lebih cepat. Strategi pembangunan kependudukan harus mampu menjaga penduduk tumbuh seimbang.
Total fertility rate dua anak per perempuan perlu dipertahankan selama mungkin, tidak dibiarkan turun di bawah dua anak. Jika di masa lalu kita fokus ke penurunan angka kelahiran, di masa depan kita harus mampu menjaga angka kelahiran tetap stabil, tidak turun, tidak naik.
Kedua, terkait peningkatan produktivitas penduduk. Jumlah penduduk Indonesia akan menembus angka 300 juta jiwa pada 2032, bertambah 100 juta jiwa dibandingkan 1998. Pada tahun 2045, penduduk Indonesia mencapai 324 juta jiwa, secara jumlah akan disalip Nigeria dan Pakistan.
Jika setiap individu penduduk meningkat produktivitasnya, dengan jumlah penduduk yang besar akan menghasilkan peningkatan produktivitas agregat yang besar pula. Pendidikan dan pelatihan harus mampu meningkatkan produktivitas tenaga kerja dengan membangun keterampilan dan pengetahuan berorientasi industri. Kita dapat belajar dari Korsel dan China bahwa kunci pemanfaatan bonus demografi ialah peningkatan produktivitas.
Proses industrialisasi harus terus terjadi dengan mendorong industri manufaktur tumbuh. Namun, industri manufaktur tak akan mampu menyerap semua tenaga kerja. Di era disrupsi, industri padat modal akan mendominasi. Oleh karena itu, sektor pertanian dalam arti luas juga harus tumbuh, menyerap tenaga kerja, dengan produktivitas yang tinggi. Pertanian berperan penting bagi ketahanan pangan nasional, pengurangan kemiskinan, dan penyediaan input industri manufaktur.
Penduduk menua
Strategi ketiga terkait migrasi penduduk untuk pemerataan manfaat bonus demografi antardaerah. BPS mencatat sejak 1971 hingga 2022 terjadi peningkatan lebih dari tiga kali lipat arus migrasi masuk ke Kalimantan, Sulawesi, dan pulau lain di luar Jawa.
Ada perbaikan pemerataan pembangunan nasional. Migrasi dapat memperbaiki distribusi penduduk usia produktif antarwilayah. Satu dekade lalu terdapat tujuh provinsi yang belum memasuki periode bonus demografi.
Namun, saat ini tersisa Nusa Tenggara Timur yang belum menikmati era bonus demografi. Tantangannya, kebijakan dan data migrasi penduduk tak sebaik dua komponen demografi lainnya, kelahiran dan kematian. Hal ini disebabkan tak ada lembaga pemerintah yang menangani migrasi, sementara kelahiran dan kematian masing-masing sudah ditangani BKKBN dan Kementerian Kesehatan. Pemerintah perlu menetapkan lembaga yang mengurus kebijakan dan data migrasi penduduk agar manfaat bonus demografi bisa dinikmati semua daerah.
Manfaat bonus demografi akan lebih besar jika mampu mempertahankan lansia tetap produktif dan mengurangi beban penduduk usia produktif.
Strategi keempat berhubungan dengan penduduk lanjut usia. Persentase lansia (60 tahun ke atas) global akan meningkat dari 10 persen (2022) menjadi 16 persen (2050). Sementara proporsi lansia Indonesia tahun 2022 sudah mencapai 10,7 persen, dan akan meningkat hingga 21,90 persen (72,03 juta penduduk) pada 2050.
Suatu negara dikatakan berpenduduk menua (ageing population) jika memiliki proporsi penduduk usia 60 tahun ke atas melampaui 10 persen. Berarti Indonesia sejak 2022 terkategori ageing population. Manfaat bonus demografi akan lebih besar jika mampu mempertahankan lansia tetap produktif dan mengurangi beban penduduk usia produktif.
Beberapa negara maju yang mengalami ageing population bisa meraih bonus demografi kedua karena mengembangkan silver economy, dengan lansia berperan sebagai produsen ataupun konsumen. Bonus demografi sedang terjadi hari ini hingga 18 tahun nanti. Mengutip sebuah ungkapan, time flies so fast, but we’re the pilot. Menjadi negara maju bukanlah sebatas mimpi.
Sonny Harry B Harmadi, Ketua Umum Koalisi Kependudukan Indonesia; Pengajar Ekonomi dan Demografi di ITS