Ada kecenderungan peternak lebih menyukai memelihara sapi dengan ukuran kecil, khusus untuk dijadikan ternak kurban, karena harganya lebih tinggi, tidak mengikuti harga ternak potong untuk penghasil daging umumnya.
Oleh
Husni Jamal
·4 menit baca
Apresiasi layak disampaikan kepada Kompas (19/6/2023) atas ulasan yang intensif tentang sapi potong dan ketersediaan daging sapi nasional. Namun, fenomena sapi berukuran kecil untuk kurban perlu diperhatikan.
Ada kecenderungan peternak lebih menyukai memelihara sapi dengan ukuran kecil, khusus untuk dijadikan ternak kurban, karena harganya lebih tinggi, tidak mengikuti harga ternak potong untuk penghasil daging pada umumnya.
Sebagai contoh, sapi kurban dengan bobot hidup 150-200 kg di Jambi saat ini harganya Rp 15 juta-Rp 20 juta. Sapi seukuran ini paling hanya menghasilkan daging 50-65 kg sehingga harga daging bisa Rp 300.000 per kg.
Fenomena ini semoga tidak seterusnya mendorong peternak memelihara sapi berukuran kecil. Dalam tulisan di Kompas itu (”Ternak Lokal: Sapi Pasundan, Kecil-kecil Cabe Rawit”), peternak di Jawa Barat diberitakan memelihara sapi lokal jenis Pasundan. Memang bobotnya hanya sepertiga dari sapi ras eksotis, tetapi masih bisa mencapai 300-400 kg. Selain itu, sapi Pasundan juga tahan penyakit, termasuk penyakit mulut dan kuku (PMK).
Semoga, dengan demikian, pemerintah terus mendorong para peternak memelihara sapi potong yang sehat, kuat, dan berorientasi pada produktivitas daging.
Anak-anak sekolah memenuhi Pameran Pembangunan Lima Tahun China yang dibuka sejak September lalu. Berbagai kemajuan inovasi dan teknologi yang dicapai selama lima tahun di bawah kepemimpinan Presiden China Xi Jinping dipamerkan. Kompas/Luki Aulia (LUK) 20-10-2017
Ungkapan belajarlah sampai ke negeri China sudah lama dikenal. Kini, lompatan kemajuan China juga menimbulkan pertanyaan, mengapa China maju pesat?
Para pakar menyampaikan berbagai teori tentang ini. Sebagai awam, saya mencoba melihat dari sudut pandang sederhana: peningkatan mutu manusianya tidak sekadar slogan kosong, tetapi dibarengi kemauan politik serta pelaksanaan yang tertata dan ajek.
Saat berhasil merebut kemerdekaan dari penjajahan Belanda, Indonesia dikaruniai kelompok pemimpin yang visioner, cerdas, bertata nilai, dan berakhlak mulia. Tegas memerdekakan bangsanya.
Meski dihantam dari luar dan berbagai pemberontakan di dalam negeri, Indonesia berhasil mempertahankan kemerdekaan. Dalam perjalanannya kemudian, Indonesia gemilang sebagai bangsa muda baru merdeka melalui prestasi olahraga, misalnya sepak bola dan bulu tangkis.
Korea, Jepang, dan China belajar di Indonesia saat Andi Ramang, Djamiaat, Witarsa, Kiat Sek Kwee, Liong Houw Tan, dan penjaga gawang legendaris Maulwi Saelan pada puncak prestasi, dengan pelatih Tony Pogacnik dan Endang Witarsa (drg Liem Soen Joe) yang bertangan dingin.
Prestasi bulu tangkis dimulai dengan keberhasilan merebut Piala Thomas 1958 oleh Ferry Sonneville, Tan Joe Hok, Eddy Joesoef, Tan King Gwan, Njoo Kiem Bie, Lie Poo Djian, dan Olich Solichin. Mereka ”The Magnificent Seven”.
Di bidang politik, kenegaraan pemilu yang bebas demokratis terjadi tahun 1955. Mungkin di sinilah awal keberhasilan berbalik dalam jangka panjang menjadi penghalang kemajuan. Politik agitasi serta pengerahan massa unggul dibandingkan mereka yang mengandalkan pendidikan politik bagi masyarakat.
Kemerdekaan China dijalani juga dengan perseteruan antara kaum nasionalis Kuomintang dan kaum komunis. Hasilnya, China daratan berpaham komunis dan Taiwan kapitalistis. Meskipun terpisah, saat ini keduanya memiliki keunggulan di bidang teknologi tinggi disertai penguasaan pasar dunia.
Kemajuan China daratan tentu bukan hasil faktor penentu tunggal, melainkan pentingnya perencanaan tertata di dalam membangun manusia bermutu. Kepemimpinan seorang negarawan menjadikan China yang kita lihat saat kiwari melompat dari terbelakang menjadi adikuasa.
Deng Xiaoping, pemimpin China 1978-1989, membuat keputusan strategis dengan mengirimkan 3.000 mahasiswa dan tenaga pendidik China ke luar negeri setiap tahun untuk pendidikan lanjutan. Tujuannya untuk membangun masyarakat keilmuan (sains) yang porak poranda akibat Revolusi Kebudayaan 1966-1976.
Pemimpin terpilih tahun 2024 harus mampu memelihara dan meningkatkan apa yang sudah dicapai saat ini. Ia harus benar-benar memahami situasi bangsa tercinta ini dan dengan jiwa negarawan menerapkan kebijakan yang memajukan negeri ini. Wakil presiden menjadi sangat menentukan keberhasilan.
Semoga Kompas sebagai media arus utama ajek menjalankan misinya mencerdaskan bangsa sehingga masyarakat mampu memilih pemimpin yang tepat.
Salah satu penyiar televisi membaca kata Kemenkeu sebagai kemenkyu. Ironis.
Apakah dengan menyebut kemenkyu jadi lebih keren daripada kemenkeu? Mengapa dalam pembacaan berita, kata-kata yang disingkat tidak dipanjangkan saja? Sebut saja Kementerian Keuangan, karena pemirsa televisi menyimak berita secara audio-visual.
Bahasa Indonesia memang sulit, tetapi kita harus bangga dan menjunjung tinggi bahasa nasional NKRI.