Pemilu AS 2024 akan digelar bulan November. Diprediksi Joe Biden dari Partai Demokrat akan bertarung dengan Trump dari Partai Republik. Tak mengejutkan jika nanti hasilnya juga mengulang Pilpres 2020: Biden yang menang.
Oleh
J SOEDRAJAD DJIWANDONO
·4 menit baca
Dengan penambahan calon presiden Amerika Serikat dari Partai Republik, daftar nama calon presiden dari partai ini jadi semakin panjang dan meriah.
Setelah mantan Presiden Donald J Trump, sejumlah nama terus menyusul. Mulai dari Gubernur Florida Ron DeSantis, mantan Gubernur South Carolina Nikki Haley, hingga Senator South Carolina Tim Scott. Mantan Wakil Presiden Mike Pence, dan mantan Gubernur New Jersey Chris Christie, juga telah mengumumkan untuk masuk arena pencalonan presiden.
Masih ada nama yang mungkin masuk, Gubernur South Dakota Doug Burgum. Ada lagi Gubernur New Hempshire Chris Sununu yang berpotensi cukup besar, tetapi agaknya kurang berani menandingi Trump dalam pemilihan pada konvensi Partai Republik nanti sehingga urung diri masuk arena.
Pada saat pengumuman pencalonan masing-masing, Mike Pence dan Chris Christie menunjukkan adanya perbedaan mereka dengan Trump. Mereka sekaligus juga mengritik Trump.
Kritik paling pedas dilancarkan Christie, teman lama dan lawan Trump pada Pemilihan Presiden 2016. Menurut Christie, Trump sangat egosentris, selalu menyalahkan orang lain jika ada kesalahan ketika ada di pemerintahan, tetapi paling cepat mengakui semua hal yang tampak bagus di masyarakat sebagai hasil kerjanya.
Sebaliknya, Trump menyerang Christie yang kelebihan berat badan (overweight) dengan mengunduh sebuah foto Christie di media sosial yang memegang piring penuh dengan aneka makanan, seperti hamburger dan hotdog. Akibatnya, kampanye menjadi kasar dan sungguh kekanak-kanakan.
Pence tak ketinggalan menyalahkan Trump yang meminta dirinya memenangkan Trump dan mengatakan bahwa dia akan membebaskan semua warga yang di penjara karena penjarahan Gedung Capitol yang menyebabkan terbunuhnya polisi pada 6 Januari 2021.
Tantangan Biden
Di pihak Partai Demokrat, Presiden Biden tetap sendiri, tidak ada pesaing. Kritik yang mengatakan dia terlalu tua untuk ikut pemilihan sudah berhenti dan sampai sekarang tidak ada kandidat baru yang masuk. Ini tidak berarti bahwa Biden bisa santai. Pekerjaan terus menghadangnya.
Biden baru saja berhasil mencapai kompromi dalam masalah batas maksimum pinjaman nasional setelah melalui negosiasi yang alot selama beberapa bulan dengan Ketua DPR Kevin McCarthy.
Dalam kesepakatan itu, batas maksimum pinjaman pemerintah dilonggarkan sampai tahun 2025. Di Kongres, RUU tersebut sudah lolos, demikian pula di Senat, dengan imbangan suara 63-36, di mana 17 senator Partai Republik dan dua senator Partai Independen Amerika (American Independent Party) bergabung dengan Demokrat.
Di Partai Republik masih ada sejumlah anggota Kongres yang memprotes keputusan tersebut, dengan mengancam akan menurunkan McCarthy dari jabatan ketua DPR.
Akan tetapi, Presiden Biden juga belum bisa rileks. Ada pekerjaan rumah besar yang harus segera dilakukan, yaitu pendekatan kepada Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammad bin Salman (MBS) dan para sultan dari Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain yang tampak mendekat ke China karena lobi China untuk mendekatkan Arab Saudi dan UEA dengan Iran, yang artinya juga dengan Rusia.
China dan Rusia sangat membutuhkan minyak dari Saudi dan UEA. Padahal, baik Saudi maupun UEA selama ini adalah teman dekat AS. Karena itu, tantangan buat Presiden Biden adalah mengembalikan mereka ke dalam lingkarannya seperti semula.
Bagaimanapun perkembangan di atas menarik untuk disimak. Pada pilpres mendatang, Presiden Biden akan berhadapan dengan lawan yang masih harus ditentukan melalui konvensi Partai Republik yang akan diselenggarakan dalam waktu dekat.
Rasanya tak mengejutkan jika nanti hasilnya juga mengulang Pilpres 2020, dengan Joe Biden sebagai pemenangnya.
Mengulang Pilpres 2020
Dari gambaran tersebut tampaknya pertarungan akan mengulang kembali Pilpres 2020 antara Biden dari Partai Demokrat dan Trump dari Partai Republik. Rasanya tak mengejutkan jika nanti hasilnya juga mengulang Pilpres 2020, dengan Joe Biden sebagai pemenangnya.
DeSantis yang semula dianggap kuat membuat banyak kesalahan, seperti menandatangani RUU tentang pembatasan pelajaran sejarah yang menyangkut perbudakan dan larangan aborsi dalam semua kasus. Belum lagi pertikaian dengan Disney World yang mengurungkan investasi besarnya sehingga berakibat pada kerugian ekonomi dan hilangnya kesempatan kerja di Florida.
Nikki Haley dinilai masih kurang jam terbangnya. Mike Pence kurang meyakinkan. Peluang Tim Scott juga dinilai masih berat. Jika menerima perempuan sebagai presiden saja Amerika belum siap, apalagi presiden keturunan Afro-Amerika. Christie juga susah menyaingi Trump di Partai Republik yang mayoritas tak terlalu terdidik dan karena itu menyukai Trump dengan slogan ”Make America Great Again”-nya.
Kalau hal ini terjadi, sejarah akan mencatat AS mempunyai presiden yang paling tua dalam sejarah saat inaugurasi Biden pada usia 81 tahun nanti. Ini berarti AS selama lima tahun akan dipimpin oleh wise old man, Joe Biden, lagi. Mengapa tidak?
J Soedradjad Djiwandono,Guru Besar Ekonomi Emeritus FEB UI, Guru Besar Tamu Ekonomi Internasional RSIS-NTU