Alih-alih melemah, deindustrialisasi sebaliknya malah menguat, menjauhkan terwujudnya Indonesia negara maju 2045. Program yang digariskan dalam RPJPN harus ditinjau kembali pendekatannya dan dilakukan perubahan.
Oleh
SATRYO SOEMANTRI BRODJONEGORO
·3 menit baca
Tajuk Rencana Kompas, 7 Juni 2023, menguraikan kecemasan terhadap menguatnya gejala deindustrialisasi yang tecermin dari kontribusi manufaktur terhadap produk domestik bruto nasional yang menyusut dan membesarkan penyerapan tenaga kerja di sektor informal.
Hal ini menjadi ancaman bagi target Indonesia untuk bisa keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah dan mimpi mewujudkan Visi Indonesia Emas atau Indonesia negara maju pada tahun 2045.
Penyebab deindustrialisasi ditengarai antara lain akibat ketertinggalan dalam penguasaan teknologi, keterbatasan sumber daya manusia, minimnya anggaran riset, dan inovasi perguruan tinggi yang belum terhubung dengan dunia kerja. Penguasaan pasar global menyusut, dan ada ancaman dari otomasi dan teknologi kecerdasan buatan yang akan menggantikan 85 juta pekerjaan.
Faktor penyebab di atas sebenarnya sudah ditemukenali sejak lama, kecuali ancaman teknologi kecerdasan buatan yang baru-baru ini mengemuka.
Program pemerintah yang digariskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJN) selama ini selalu mengedepankan upaya untuk mengatasi penyebab deindustrialisasi. Dalam kenyataannya, deindustrialisasi tak melemah, sebaliknya menguat, sehingga menjauhkan terwujudnya Indonesia negara maju 2045.
Hal ini berarti program yang digariskan dalam RPJPN harus ditinjau kembali pendekatannya dan setelah itu dilakukan perubahan yang signifikan. Salah satu penyebab utama terjadinya deindustrialisasi adalah belum adanya afirmasi pemerintah untuk meminimalkan impor produk industri manufaktur.
Pada saat ini kita bisa saksikan banyaknya barang impor di semua sektor produktif. Alasan klasik para pengimpor ialah produk Indonesia belum berkualitas, lebih mahal, dan volumenya terbatas. Alasan itu selalu dikemukakan pengimpor dalam setiap kesempatan sehingga terkesan pemerintah tak bisa berbuat banyak untuk mengatasinya.
Pemerintah seyogianya melakukan investasi di industri dalam negeri sehingga mampu meningkatkan kualitas produknya melalui proses transfer teknologi agar isu kualitas teratasi. Pada saat bersamaan, pemerintah tiap tahun mengalokasikan anggaran ke kementerian terkait untuk pengadaan sarana dan prasarana yang diperlukan yang dapat diproduksi di dalam negeri secara masif, sesuai kapasitas industrinya.
Dengan demikian, ada kepastian untuk industri berproduksi massal sehingga harga produk akan kompetitif.
Ilustrasi
Upaya peningkatan kualitas dan daya saing industri harus dilakukan badan usaha milik negara (BUMN) melalui penugasan pemerintah.
Tugas BUMN adalah merintis industri manufaktur bernilai tambah tinggi untuk kemudian diserahkan kepada swasta untuk menjalankannya secara komersial. Dengan demikian terjadi sinergi yang kondusif antara BUMN dan swasta yang mampu menghasilkan industri nasional yang berdaya saing.
Pemerintah berinvestasi melalui BUMN untuk joint venture dengan industri multinasional yang kredibel untuk melakukan transfer teknologi.
Dalam melakukan perintisan industri nasional, selain dukungan dana investasi, diperlukan juga afirmasi yang berpihak pada pengembangan kapasitas dan kompetensi industri. Artinya, jangan ada regulasi yang justru melemahkan kapasitas dan kompetensi industri nasional yang sedang dan akan dibangun.
Suatu industri manufaktur bernilai tambah tinggi memerlukan kepastian volume untuk melakukan produksi massal sehingga harga produksi dan kualitas kompetitif.
Tugas BUMN adalah merintis industri manufaktur bernilai tambah tinggi untuk kemudian diserahkan kepada swasta untuk menjalankannya secara komersial.
Indonesia dengan penduduk 270 juta berpotensi untuk menjadi pasar yang signifikan bagi industri dalam negeri.
Supaya tidak dibanjiri oleh produk impor, pemerintah secara masif melakukan pengadaan sarana dan prasarana dalam negeri dengan dana APBN.
Dalam hal pelaksanaan belanja dalam negeri, diperlukan komitmen pemerintah untuk tidak membuat regulasi yang menghambat. Selama ini sebagian besar dana APBN kementerian dan lembaga pemerintah dibelanjakan untuk impor.
Belanja dalam negeri ini dilakukan untuk mengawali tumbuhnya industri manufaktur nasional yang kokoh dan berdaya saing yang kemudian mampu menghasilkan devisa negara secara signifikan.
Semoga Indonesia negara maju pada tahun 2045 terwujud.