Sepak bola sudah puluhan tahun menjadi salah satu tontonan menarik dan menyenangkan bagi jutaan warga Indonesia,
Oleh
Arifin Pasaribu
·3 menit baca
Satu kejutan besar bagi bangsa Indonesia. Timnas kita akan berlaga dengan tim Argentina di Jakarta, 19 Juni 2023. Timnas peringkat ke-149, Argentina peringkat pertama.
Dalam perhelatan SEA Games di Pnom Penh, baru-baru ini, timnas kita mengalahkan tim negara-negara ASEAN. Kini PSSI dinakhodai Erick Thohir, dibantu pengurus baru.
Masih segar dalam ingatan kita tragedi sepak bola di Stadion Kanjuruhan, Malang. Ratusan korban meninggal tahun 2022 gara-gara penyelenggaraan yang tidak profesional. Ada puluhan ribu penonton hadir melebihi kapasitas di area tribune berdiri, yang berlokasi di sisi utara, timur, dan selatan stadion.
Rekaman CCTV menunjukkan saat pertandingan selesai, gelombang awal penonton turun ke lapangan berasal dari tribune berdiri. Mereka kemudian berdesak-desakan, dorong-mendorong, apalagi pertandingan berlangsung malam hari. Ratusan korban meninggal. Mudah-mudahan tragedi besar ini menjadi pelajaran bagi PSSI.
Sepak bola sudah puluhan tahun menjadi salah satu tontonan menarik dan menyenangkan bagi jutaan warga Indonesia, terutama jika berlangsung di antara tim kelas dunia. Jutaan warga kita dengan senang bersiap bergadang karena pertandingan banyak yang berlangsung dini hari akibat perbedaan waktu.
Arifin PasaribuKompleks PTHI, Kelapa Gading Timur, Jakarta 14240
Menuju Indonesia Emas 2045
Tulisan Fahmi Wibawa di Opini Kompas, ”Merancang Pembangunan Bermartabat” (Selasa, 6/6/2023), amat penting. Tidak boleh diabaikan.
Gaungnya kalah oleh hiruk- pikuk para capres menjelang Pilpres 2024. UU Pemilu mensyaratkan visi dan misi para capres wajib merujuk RPJPN tersebut. Yang memprihatinkan, belum ada capres yang menyampaikan gagasan mendalam dan sejalan dengan RPJPN tersebut.
Saya sependapat dengan Fahmi, terobosan penting RPJPN yang dirancang Bappenas adalah menempatkan warga negara sebagai subyek pembangunan. Berbagai masalah mendasar yang tak kunjung selesai, seperti tingginya angka kemiskinan, lebarnya ketimpangan, masih rendah dan belum meratanya tingkat pendidikan, maraknya ketidakadilan akibat defisit integritas penegak hukum, serta masih rendahnya tingkat kesehatan, perlu didata dan dikaji ulang untuk menemukan solusi otentik.
Itulah yang dikemas dalam RPJPN, lengkap dengan ukuran penilaian (key performance indicator/KPI) yang SMART (specific, measurable, achievable, relevant, and time-bound). Ini melengkapi paradigma pembangunan lama yang hanya mengukur produktivitas atau kenaikan PDB, ICOR, mengandalkan industrialisasi.
Pendekatan pembangunan dengan kapabilitas yang digagas Amartya Sen, pemenang Nobel Ekonomi, kiranya lebih relevan dibandingkan pendekatan teori pembangunan dari Rostow, Michael Todaro, dan pemikir ekonomi liberal lain.
Salut dengan pemrakarsa RPJPN yang berani menawarkan konsep pembangunan yang fokus pada pemberdayaan rakyat. Terima kasih sudah menyadari, pembangunan yang selama ini yang mengadopsi sistem kapitalisme liberal tidak mampu mengatasi masalah kemiskinan, ketimpangan, dan keadilan.
Sayang, konsep RPJPN yang menarik dan strategis ini kurang mendapat perhatian. Sumbangan pemikiran atas rencana strategis pemerintah dari Unpad patut diapresiasi. Namun, masih terasa sepi.
Menjadi teringat dengan perdebatan sengit adu gagasan tentang Ekonomi Pancasila dari Arief Budiman dengan Mubyarto, pada 1990-an, atau perdebatan tentang solusi mengatasi kemiskinan dengan pendekatan struktural oleh Adi Sasono, M Dawam Raharjo, atau pendekatan kultural oleh Koentjaraningrat.
Dengan diskursus yang memadai, dikritisi dari berbagai disiplin ilmu, RPJPN bisa benar konvergen seperti yang diharapkan Suharso Monoarfa, Kepala Bappenas. Bukan sekadar punya (nice to have) strategi jangka panjang nasional. Apalagi dianggap sebagai produk perseorangan Jokowi.
RPJPN harus menjadi produk bersama berbagai elemen bangsa, dan idealnya menjadi komitmen nasional untuk dilaksanakan. Insya Allah, Indonesia Emas 2045 tercapai.