Keluarga memberikan atmosfer bahwa membaca adalah suatu kebutuhan dan kegiatan yang menyenangkan. Kompas adalah suplemen harian untuk keluarga saya, selain bacaan-bacaan lain yang memang tersedia.
Oleh
Felicia Ivana Christiaffri Wibowo
·5 menit baca
Membaca tulisan ”Melek Literasi, Dobrak Jendela Dunia” di Opini Kompas, 3 Juni 2023, oleh J Satrio Tanudjojo, sebagai siswa sekolah menengah pertama, saya merasa cukup beruntung. Lingkungan yang mendukung saya untuk melek literasi.
Keluarga memberikan atmosfer bahwa membaca adalah suatu kebutuhan dan kegiatan yang menyenangkan. Kompas adalah suplemen harian untuk keluarga saya, selain bacaan-bacaan lain yang memang tersedia.
Di sekolah ada bapak-ibu guru dan duta-duta literasi yang mendorong pembudayaan kegiatan literasi. Literasi sangat membantu saya untuk lebih memahami pelajaran, menganalisis berbagai macam teks, dan bahkan memberikan keberanian untuk menulis.
Marilah kita mendukung gerakan literasi melalui lingkungan terdekat kita. Seperti saran di tulisan opini, mari kita menjadikan bangsa kita melek literasi. Mendobrak jendela dunia adalah tugas kita bersama dan tugas kita masing-masing sebagai individu.
Menjelang pendaftaran sampai berlangsungnya pilpres, biasanya akan berseliweran ormas pemuda. Mereka jadi satuan pengamanan.
Yang perlu diberi catatan adalah penampilannya. Mereka suka memakai topi baret, pakaian bercorak doreng, ikat pinggang, sampai sepatu mirip seragam tentara. Bisa jadi ini menutupi rasa inferior.
Maka, menjadi tugas ormas atau parpol yang menaungi untuk membenahi. Namun, bagaimana ormas atau parpol mengatasi, membina kadernya saja masih kedodoran. Lihat berapa banyak kader yang terlibat korupsi dan tuna-etika di dalam berkomunikasi. Mereka sibuk mengejar kekuasaan dan lupa pembinaan.
Mengenai penampilan, sebetulnya banyak perancang busana yang bisa membuatkan seragam yang berwibawa tanpa berbau seragam tentara.
Semoga pesta demokrasi mendatang bisa sesuai namanya: menjadi pesta yang menggembirakan dan menyatukan seluruh anak bangsa.
Tematik Kompas (Senin, 5 Juni 2023) menegaskan Bumi kita sedang tidak baik-baik saja. Bumi sedang menangis akibat gempuran ulah manusia, sengaja atau tanpa sengaja andil dalam merusak Bumi.
Paus Fransiskus pada 24 Mei 2015 mengeluarkan ensiklik tentang Bumi sebagai rumah kita bersama. Judulnya Laudato Si’, Mi’ Signore–Terpujilah Engkau, ya Tuhanku.
Rumusan itu terinspirasi oleh Santo Fransiskus dari Asisi, di mana Bumi ”bagaikan saudari yang berbagi hidup dengan kita dan ibu jelita yang menyambut kita”.
Bumi adalah rumah di mana manusia tinggal, belajar, bermain, dan bertumbuh. Bumi yang sudah memberikan semuanya. Oleh karena itu, kita diharapkan menjaga Bumi sebagai panggilan hidup kita.
Menjaga Bumi bisa diwujudkan dalam aksi nyata. Mengurangi penggunaan plastik dan tisu, menanam di lingkungan rumah atau lahan kosong, pengembangan pertanian organik, dan pemilahan sampah dari rumah.
Relasi harmonis manusia dengan sesama, alam, dan terlebih dengan Tuhan menjadi aspek utama hidup ini untuk terus merawat, memelihara dan menjaga Bumi, rumah kita bersama.
Saya rajin mengikuti perkembangan IKN Nusantara. Apalagi pembangunannya rutin ditayangkan di Youtube.
Dari pembukaan hutan, penetapan titik nol, hingga persiapan fondasi istana. Semoga selesai sesuai rencana. Terbayang betapa indahnya pusat pemerintahan baru nanti.
Tetapi, saya dikejutkan oleh berita Laporan Ketua Umum PSSI didampingi Kepala Otorita IKN kepada Presiden. Bahwa di ibu kota negara itu akan dibangun delapan lapangan sepak bola, tempat pemusatan latihan alias training centre (TC) tim nasional.
Agaknya IKN akan dijadikan Akademi La Masia di Barcelona atau De Toekomst milik Ajax di Amsterdam.
Heran, kenapa semua harus ditampung oleh ibu kota negara? Apakah gara-gara sepak bola sedang naik daun berkat prestasi di SEA Games lalu?
Bayangan saya IKN hanya untuk kantor pemerintah, DPR, MA, KPK. Sebaiknya di sana tidak usah ada banyak mal atau tempat hiburan, agar abdi rakyat tidak tergoda.
Bila segala fasilitas pendidikan, perdagangan, kebudayaan, museum, pusat rekreasi, apartemen, pabrik, tangsi militer, dan pusat latihan sepak bola juga ditumpuk di situ, nanti nasibnya seperti Jakarta: padat, sumpek, macet... cet.
Pagi-pagi loper Kompas menyampaikan bahwa saya mendapat buku, hadiah bagi pelanggan Kompas setia. Wah, hati saya berbunga-bunga!
Buku itu berjudul Anwar Nasution, Bukan Ekonom Biasa, karya Suhartono, wartawan Kompas. Sungguh hadiah seperti itu bisa menambah wawasan pelanggan.
Sayangnya, kini Kompas tiba di rumah rata-rata pukul 07.30, lebih siang dari sebelumnya pukul 06.30. Padahal biaya melanggan sudah naik tinggi. Wah!
Paul SutaryonoPondok Mekarsari Permai, Cimanggis, Depok 16452
Catatan Redaksi:
Terima kasih atas kesetiaan membaca Kompas dan informasi kedatangan koran. Kami akan tindak lanjuti untuk kepuasan pelanggan.
”Refund” Iuran
Saya pelanggan My Republic ID C 1589997 telah menghubungi bagian terkait untuk berhenti berlangganan mulai Juli 2023. Nomor pelaporan 5554116. Saya berhenti karena jaringan internet buruk.
Oleh karena itu, saya memohon pengembalian iuran berlangganan empat bulan, Juli s/d Oktober 2023.
Saya sudah bayar untuk setahun (9 bulan dan 3 bulan dibebaskan) Rp 7.415.300. Sudah terpakai lima bulan hingga Juni 2023. Jadi, saya mohon pengembalian empat bulan x Rp 821.000 per bulan. Jumlah total Rp 3.284.000.
Saya sudah menghubungi bagian terkait, yang sanggup mengembalikan kelebihan pembayaran saya. Namun, tim terkait sudah tidak dapat dihubungi dengan alasan sibuk dan akan menghubungi saya. Namun, sampai sekarang tidak ada yang menghubungi.
Saya mohon agar ”refund” saya dikembalikan karena saya sangat memerlukannya.